Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Horor
Lukisan Rendra
8
Suka
6,897
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Rendra pandai menggambar. Di usianya yang masih belia, dia tiada bandingnya. Gambarnya sangat nyata seolah-olah diambil dengan kamera. Senoktah debu pun mustahil terlewat, begitu kata penggemarnya dengan nada berlebih-lebihan. Meski begitu, apa yang mereka katakan memang benar. Rendra dapat meniru segalanya dengan sempurna—awan, lampu minyak, bulan, mawar, rumput, semut dengan keenam kakinya yang berserabut, sapi, kambing, kerbau, ikan, gunung, dan burung. Dia juga sering melukis orang tua dan teman-teman sekelasnya. Karena kepandaiannya, orang-orang menjulukinya “anak ajaib”. Ibunya pernah mendaftarkan Rendra di sanggar seni, tapi dia tidak mau datang setelah dua kali pertemuan. Jemu, katanya. 

Herannya, semenjak lulus sekolah dasar, hanya laut yang dia gambar. Dia sudah mengabadikan puluhan pesisir, kapal, nelayan, ikan di kedalaman palung, pantai, dan mercusuar pada selembar kertas, lengkap dengan garis dan warna yang indah. Jika latarnya senja, dia melengkapi gambarnya dengan siluet burung-burung dan awan yang saling memeluk. Gambarnya begitu nyata, seolah dia menumpahkan segala yang dipandangnya dengan mata sendiri. Padahal, Rendra belum pernah melihat laut. Di rumahnya tidak ada televisi dan buku. Satu-satunya televisi ada di kantor kelurahan dan hanya menanyangkan pertandingan sepak bola. Laut terdekat jaraknya ratusan kilometer dari kampungnya. 

Tetangga dan teman-temannya yang tidak pernah melihat laut mendatangi rumah Rendra seperti semut mengerubungi remah-remah aren. Mereka terheran-heran, karena gambar-gambar Rendra sangatlah nyata. Benarkah memang ada waduk sebesar ini di Bumi; waduk penuh air yang seolah mampu menenggelamkan matahari? Alangkah ganjil! Dari lukisan itu, mereka mendengar kaok burung, debur ombak saling tindih, dan bendera nelayan yang berkibar-kibar. Ribut sekali. Bahkan ada yang mengaku mencium garam dan ikan asin yang enak dan amis.

Beberapa warga yang takut kepadanya mulai menuduh Rendra tukang tenung. Yang percaya tidak sedikit, bahkan mulai ada yang mengeluarkan gosip berlapis-lapis. Rendra diminta bertanggung jawab atas hilangnya beberapa anak di desa. Mereka meyakini, dengan tenungnya yang mahadahsyat, Rendra menculik anak-anak itu, lalu memasukkannya ke dalam lukisan. Namun, karena tidak ada bukti, kabar itu menguap begitu saja. Rendra pun tidak terlalu memusingkannya. Alih-alih marah, dia hanya tersenyum dan terus melukis. Dengan pensilnya, dia bangun dunia yang lebih indah dari yang ditinggalinya selama ini—untuk anak-anak itu.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Horor
Flash
Lukisan Rendra
Rafael Yanuar
Novel
Gold
Rumah Teteh
Mizan Publishing
Novel
Shaman Palakka
Raxl Sri
Cerpen
Bronze
Nyawa Kesembilan
Glorizna Riza
Novel
Gold
Fantasteen Ghost Dormitory in Paris
Mizan Publishing
Komik
Bronze
Sang Pembebas Arwah
Tethy Ezokanzo
Novel
Gold
Fantasteen Saving Ludo
Mizan Publishing
Flash
Cerita Tentang Kedai Bakso
Mahaloha
Novel
DARAH DENDAM
Trajourney
Novel
Gold
Fantasteen 22 Boards
Mizan Publishing
Flash
Bronze
Semalam di Hotel Berhantu
Novia Syahidah Rais
Novel
Sekolah Berhantu (END)
Faizal Ablansah Anandita, dr
Komik
Teror di Kampung Sanes
Alfisyahrin Zulfahri Akbar
Novel
Gold
The Haunting of Hill House
Mizan Publishing
Flash
1 Pesan Baru
Ralali Sinaw
Rekomendasi
Flash
Lukisan Rendra
Rafael Yanuar
Novel
Jalan Setapak Menuju Rumah
Rafael Yanuar
Cerpen
Selembar Dunia
Rafael Yanuar
Flash
Kepada Mantan Kekasihku
Rafael Yanuar
Flash
Jalan Sepajang Malam
Rafael Yanuar
Flash
Mencari Kacamata
Rafael Yanuar
Novel
Sampai Jumpa Besok
Rafael Yanuar
Flash
Ternyata Aku Masih
Rafael Yanuar
Cerpen
Penenun Pelangi
Rafael Yanuar
Flash
Dunia dalam Tas
Rafael Yanuar
Novel
Perjalanan Semusim
Rafael Yanuar
Flash
Lebih dari Cukup
Rafael Yanuar
Flash
Di Perpustakaan
Rafael Yanuar
Cerpen
Menulis Haiku
Rafael Yanuar
Novel
Di Antara Kelahiran dan Kematianku, Ada Kamu sebagai Hidup
Rafael Yanuar