Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"Mengapa aku yang selalu ditumbalkan sih, Ma?" gerutu Rian.
Mamanya membiarkan anaknya cerocos sana-sini. "Cah lanang kok gitu? Tumbal apanya. Lupa ada namanya tolong menolong?"
"Mama lupa ada kata 'kesusahan'?"
"Siapa yang kesusahan?"
"Aku lah, Ma."
"Kamu mah malas, mager, kupu-kupu, Le. Sudah sono bantuin Tante Kania."
Rian mendengus. "Mama Sulastri nggak sayang abang!"
"Oh? Mau ngambek ala Fathar? Mau mama buang gitarnya?"
"Siap Mama! Meluncur ke tkp!" seru Rian kabur.
Sesampainya di rumah Kania, Rian ogah-ogahan menyusun pernak-pernik untuk ulang tahun Fathar. Si ayah Fathar sibuk bakar ikan patin di teras, sedangkan Kania di dapur membuat kue.
"Om, fathal hali ini ulang tahun, lho," kata Fathar menatap binar ke Rian.
"Iya tau."
"Om nggak ucapin selamat ulang tahun ke Fathal?"
"Nggak."
"Kenapa?"
Rian agak kesusahan meniup balon merah. "Nanti lah bareng bocil-bocil lain."
"Om!" ucap Fathar tersenyum memamerkan giginya.
"Apa lagi?"
"Om ngapain?"
Rian menyipit. "Niup balon. Angka berapa balon ini?"
"Lima?"
"Betul sekali."
"Buat ulang taun Fathal ya?"
Senyum jahil Rian mengembang. Dia menepuk kepala Fathar. "Bukan buat Fathar."
"Buat Fathal!"
"Bukan."
"Kata bunda, buat Fathal!" Fathar ngotot.
Rian tersenyum menahan tawa. "Itu kata bunda. Kalau kata om balon ini buat yang lain."
Air mata Fathar mulai menggenang. "Fathal gak sayang om! Bunda!!!"
"Cup cup cup Fathar jangan nangis ya?" goda Rian.
Kania datang dari dapur tergopoh-gopoh sambil membawa pisau. Dia mendesah melihat Rian dan Fathar. "Ada apa, nak?"
Fathar menunjuk Rian. "Bunda! Kata Om balon-balon itu buat temen-temen!"
Kania melirik ke Rian. Rian mengangguk. "Iya kan. Nanti dibagi-bagi ke bocil-bocil lain."
Seketika Rian melihat pisau mengkilap di tangan Kania sontak berkata, "Sebentar ya bundanya Fathar, saya bikin surat wasiat dulu. Dan list permohonan maaf dua qirath ke mama Sulastri."