Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Mentari pagi menari-nari di balik gorden jendela kamar seorang primadona. Kamar itu, bagaikan miniatur istana, dipenuhi dengan aroma mawar dan sentuhan kemewahan di setiap sudutnya. Di ranjang berukuran king-size dengan seprai sutra berwarna krem, seorang wanita cantik masih terlelap dalam mimpi indahnya. Dialah Anya Kirana, seorang primadona teater yang namanya selalu menjadi buah bibir di kalangan pecinta seni.
Anya dikenal bukan hanya karena bakatnya yang luar biasa dalam berakting dan menyanyi, tetapi juga karena kecantikannya yang memukau. Kulitnya seputih susu, matanya bulat dengan tatapan yang mampu menghipnotis siapa saja, dan bibirnya merah merekah bagai bunga mawar yang baru mekar. Tak heran, banyak pria yang tergila-gila padanya, namun tak satu pun yang berhasil menaklukkan hatinya.
Pagi itu, suara ketukan lembut di pintu membuyarkan mimpi indah Anya. Dengan malas, ia menggeliat dan membuka matanya. "Masuk," ucapnya dengan suara serak khas orang bangun tidur.
Pintu terbuka, dan seorang wanita paruh baya dengan seragam pelayan masuk ke dalam kamar. Dialah Bi Inah, pengasuh Anya sejak kecil. "Non Anya, sudah pagi. Nanti terlambat untuk latihan," kata Bi Inah sambil membuka gorden jendela.
Sinar matahari langsung menusuk mata Anya, membuatnya meringis. "Iya, Bi. Anya bangun," jawabnya sambil bangkit dari ranjang.
Setelah mandi dan berdandan, Anya keluar dari kamar dengan penampilan yang sudah segar dan menawan. Ia mengenakan gaun sutra berwarna biru muda yang mempertegas lekuk tubuhnya yang indah. Rambutnya yang panjang dan hitam tergerai indah, menambah pesona kecantikannya.
"Pagi, Bi," sapa Anya sambil mencium pipi Bi Inah.
"Pagi, Non. Non Anya cantik sekali pagi ini," puji Bi Inah dengan senyum tulus.
Anya hanya tersenyum mendengar pujian itu. Baginya, pujian sudah menjadi makanan sehari-hari. Ia sudah terlalu sering mendengar orang memuji kecantikannya, sehingga ia merasa biasa saja.
"Ayo, Non. Sarapan sudah siap," ajak Bi Inah.
Anya dan Bi Inah berjalan menuju ruang makan. Di sana, sudah tersedia berbagai macam hidangan lezat yang menggugah selera. Ada nasi goreng, bubur ayam, roti bakar, buah-buahan segar, dan berbagai macam kue.
"Wah, banyak sekali makanannya, Bi," kata Anya dengan mata berbinar.
"Iya, Non. Bi Inah sengaja masak banyak untuk Non Anya. Non Anya kan harus punya banyak energi untuk latihan nanti," jawab Bi Inah.
Anya tersenyum dan mulai menyantap sarapannya dengan lahap. Ia memang sangat menyukai masakan Bi Inah. Baginya, masakan Bi Inah adalah masakan terenak di dunia.
Setelah selesai sarapan, Anya berpamitan kepada Bi Inah untuk pergi ke tempat latihan. Ia diantar oleh sopirnya dengan mobil mewah berwarna putih.
Sesampainya di tempat latihan, Anya langsung disambut oleh para pemain teater lainnya. Mereka semua menyapa Anya dengan ramah dan penuh hormat. Anya membalas sapaan mereka dengan senyum manis.
"Anya, kamu sudah datang. Ayo kita mulai latihan," kata seorang pria tampan yang menghampiri Anya. Dialah Rio Pratama, sutradara teater yang juga merupakan lawan main Anya dalam setiap pementasan.
Rio adalah seorang pria yang sangat berbakat dan karismatik. Ia selalu berhasil membuat Anya terpesona dengan ide-ide kreatifnya. Tak heran, banyak wanita yang jatuh hati padanya, termasuk Anya.
Namun, Anya selalu berusaha menyembunyikan perasaannya kepada Rio. Ia takut jika perasaannya itu akan merusak hubungan profesional mereka. Ia lebih memilih untuk menjadi sahabat baik Rio daripada menjadi kekasih yang mungkin akan membuatnya kecewa.
Latihan berjalan dengan lancar. Anya dan Rio saling bekerja sama dengan baik untuk menciptakan pementasan yang sempurna. Mereka berdua memang sudah sangat kompak dan saling mengerti satu sama lain.
Di sela-sela latihan, Rio seringkali menggoda Anya dengan cubitan-cubitan manja di pipinya. Awalnya, Anya merasa risih dengan perlakuan Rio itu. Namun, lama-kelamaan ia mulai terbiasa dan bahkan merasa senang dengan cubitan-cubitan manja Rio.
Bagi Anya, cubitan manja Rio adalah sebuah perhatian kecil yang mampu membuatnya merasa bahagia. Ia merasa bahwa Rio benar-benar menyayanginya sebagai seorang sahabat.
Suatu hari, setelah selesai latihan, Rio mengajak Anya untuk makan malam bersama. Anya awalnya ragu untuk menerima ajakan Rio. Ia takut jika makan malam itu akan menimbulkan harapan yang lebih pada dirinya.
Namun, Rio berhasil meyakinkan Anya bahwa makan malam itu hanya sekadar makan malam biasa antara dua orang sahabat. Akhirnya, Anya pun bersedia untuk menemani Rio makan malam.
Mereka berdua makan malam di sebuah restoran mewah dengan suasana yang romantis. Selama makan malam, mereka berdua saling bercerita tentang banyak hal. Mereka tertawa bersama, bercanda, dan saling berbagi pengalaman.
Anya merasa sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersama Rio. Ia merasa bahwa Rio adalah orang yang paling mengerti dirinya. Ia merasa nyaman dan aman berada di dekat Rio.
Setelah selesai makan malam, Rio mengantar Anya pulang ke rumah. Sesampainya di depan rumah Anya, Rio tiba-tiba meraih tangan Anya dan menggenggamnya erat.
"Anya, ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu," ucap Rio dengan suara yang lembut.
Anya menatap Rio dengan tatapan yang penuh tanya. Ia merasa jantungnya berdebar kencang. Ia takut jika Rio akan mengatakan sesuatu yang akan membuatnya kecewa.
"Aku... aku menyukaimu, Anya," kata Rio dengan gugup.
Anya terkejut mendengar pengakuan Rio. Ia tidak menyangka bahwa Rio juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Ia merasa sangat bahagia dan lega.
"Aku juga menyukaimu, Rio," jawab Anya dengan malu-malu.
Rio tersenyum mendengar jawaban Anya. Ia kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah Anya dan mencium bibir Anya dengan lembut.
Anya membalas ciuman Rio dengan penuh perasaan. Ia merasa bahwa ciuman itu adalah ciuman terindah dalam hidupnya.
Malam itu, Anya dan Rio resmi menjadi sepasang kekasih. Mereka berdua berjanji akan saling mencintai dan menjaga satu sama lain.
Anya akhirnya menemukan kebahagiaan dalam hidupnya. Ia tidak hanya sukses sebagai seorang primadona teater, tetapi juga sukses dalam urusan cinta. Ia merasa bahwa hidupnya sudah sempurna.
Dan cubitan manja Rio, menjadi sebuah simbol cinta yang selalu mengingatkannya pada kebahagiaan yang telah ia temukan. Cubitan yang awalnya hanya dianggap sebagai sebuah perhatian kecil, kini menjadi sebuah ungkapan cinta yang begitu besar dan berarti bagi Anya.