Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Mata Seorang Pemungut Sampah
16
Suka
6,773
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Mata Karmin makin jernih ketika boneka beruang tersangkut di kail ujung tongkatnya. Dia segera ambil boneka itu, kemudian memeriksa bekas kail yang membolongi leher si beruang. Untung lubang itu kecil saja, masih bisa disulap dengan benang jahit. Namun Karmin mulai menyesal mengapa tadi dia menyingkirkan mangga busuk dengan tongkatnya. Sekarang boneka itu berbau tidak enak. Pun ada belatung yang menggeliat.

Niat Karmin memasukkan boneka itu urung setelah disadarinya ada banyak botol dan gelas plastik berserakan. Maka boneka itu diletakkan di tumpukan batu bata, lalu Karmin asyik mengisi karungnya. Sampai kepenuhan dan mulut karung itu sulit ditutup, Karmin bingung. Ditengokilah bergantian antara boneka dan karung. Serakah sekali, pikirnya.

Botol dan gelas ditiliknya satu per satu, dibuang yang sekiranya tidak disukai pengepul. Mulut karung kembali longgar, bisa dipanggul dalam genggaman tangan kirinya. Masih di tangan yang sama, disempilkannya pula tongkat berdiameter jempol orang dewasa. Karmin berbalik, meraih boneka beruang usang dengan tangan kanannya.

Baru berjalan hitungan langkah, Karmin berhenti. Dia dicegat seseorang bersepatu gilap. Kiranya aib jika dia kedapatan berdiri di tempat pembuangan sampah. Namun lelaki itu tidak peduli, dia terus menatap iba Karmin. “Kamu ambil ini, beli boneka baru,” katanya sambil menyodorkan uang.

Karmin tidak segera menjawab, dia balas tatapan iba lelaki itu dengan pandangan jernih. “Tidak, Tuan, saya orang tidak berpunya.”

“Kalau begitu, terimalah uang ini dan kamu akan berpunya.”

“Tetapi saya orang miskin.”

Kening lelaki itu kini bergaris-garis tegas. “Orang miskin pun boleh memegang uang. Tidak ada yang salah di situ.”

“Ya, Tuan memang benar.”

Kaki lelaki itu tiba-tiba tremor. Lalat-lalat hijau kaget, terbang, dan kembali hinggap di daging mangga busuk. “Lalu kenapa?” tanyanya tidak sabar.

“Semisal saya terima pemberian Tuan, adalah kepayahan bagi saya. Anak saya tidak lagi senang pemberian mainan usang seperti boneka ini. Dia tidak lagi cekikikan dan berhore-hore karena punya boneka usang yang selalu dikiranya baru. Dia akan selalu meminta boneka yang benar-benar baru, yang mahal dan tidak mampu saya beli kecuali dikasihani orang seperti Tuan. Maka, daripada saya kehilangan tawa dan senyum anak saya, laku sederhana yang meneguhkan saya sebagai seorang ayah, lebih baik saya tolak permintaan Tuan.”

Karmin mengakhiri perkataannya dengan tersenyum, kemudian kembali menapaki aspal yang dibasahi air kehitaman dan berbau tengik. Lelaki bersepatu gilap itu terbengong lama. Genggamannya goyang, uang yang ribuan itu bertebaran. Hingga Karmin mengecil di ujung jalan, dia tetap terdiam. Batin lelaki itu serasa ditampar mata jernih Karmin. Pula mata bulat si beruang yang hilang satu.

 

Malang,

4 April 2021

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
@kaanunun : Terima kasih komentarnya Kak, semoga bermanfaat🙏
Tersentuh dengan sikap pak Karmin 🥺🥺
Dialognya baguss 😭 berasa baca melayu lama
Rekomendasi dari Drama
Flash
Mata Seorang Pemungut Sampah
Neo Hernando
Flash
Bronze
Jangan Pergi
Safitri
Novel
Bronze
Setengah Ibu
Larose
Komik
Nematode
A.B.O
Novel
Kisah Hania : Cinta Pertama yang 'Tak Teraih
DEEANA DEE
Flash
Selebgram Sehari
Sathya Vahini
Novel
Salju Terakhir
Liliyanti
Flash
Novelis Berjenggot
Dwi Kurnialis
Novel
Chika Si Budak Cinta
Jessy Margaret
Novel
Lunas
Puspa Kirana
Novel
Polisi vs perampok
hamida kuncoro hakim
Novel
Bronze
Adolescent Crash
DMRamdhan
Novel
Bronze
I WANT TO DIE, BUT I HAVE TO PAY BILLS
Rizky Kurniawan
Skrip Film
Kisah Lara untuk Dara
Lucky
Flash
Bronze
Ruang Kedua
Hesti Ary Windiastuti
Rekomendasi
Flash
Mata Seorang Pemungut Sampah
Neo Hernando
Flash
Kakek Warsum Mencari Tajin
Neo Hernando
Novel
Seduhan Tanah Pekarangan
Neo Hernando
Novel
Karat Rangka Karat Nyawa
Neo Hernando
Flash
Kisah Tawi di Teras Gedung Megah
Neo Hernando