Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Hai, Luka
1
Suka
59
Dibaca

Di sudut ruang, kain beludru mematikan suara, menjaga tidur panjang tuts putih gading. Di sana, bersemayam mimpi ku yang renta, melodi yang dituduh “bising”, gairah yang dianggap “tak penting.”

Bukan notasi yang terukir di kepala, tapi suara keras, menggema, “kamu tidak berbakat, kamu takkan berhasil.” Setiap janji pada diri sendiri teredam putu asa, menanamkan akar tak layak yang tumbuh subur dan kerdil.

Kini aku hidup di antara deret dan logika beku, mencari presisi di dunia yang menolak membangkitkan jiwa. Rasa yang pernah ada menjela menjadi bayangan, mengikuti selalu. Sebab ia percaya keindahan tak pantas disebut indah.

Di depan cermin, tubuh letih tak lagi aku sembunyikan, aku melihat diriku yang menahan napas terlalu lama. Lalu, tangan kaku perlahan naik, tanpa arahan, memberi pelukan pertama pada jiwa yang trauma.

“Hai, Luka,” bisikku pada bahu yang gemetar. “luka karena keindahan yang dipaksa bungkam. Aku melihat diriku seperti tidak layak mendapatkan apapun, tak di hargai. Tapi, takkan lagi membuat mimpiku terdampar.”

Aku melepaskan kain tebal, debu trauma berhamburan. Jari-jari lama yang kaku, kini menemukan rumah. satu tuts aku tekan, bukan harmoni, hanya pengakuan. Satu nada, satu suara yang ku terima.

Itu bukan lagi suara ambisi yang menuntut panggung megah, tapi melodi kesembuhan yang jujur tanpa paksaan. Aku mempunyai sejuta harapan baru yang kusebut itu mimpi, aku seorang musisi baru, bukan dari rasa resah. Tapi dari cinta yang aku tulis pada lembar kehidupan.

Di antara hening yang sunyi, tanganku di ambang memulai, hati menciut ngeri, nyatanya aku hanya berandai-andai. Lalu datang suara yang lebih tajam dari pisau, menghakimi api kecil yang ku jaga agar tetap menyala. Katanya mimpiku tidak layak.

Mereka takkan pernah tahu kedalaman niat yang kurangkum, takkan mengerti kesungguhan di balik setiap tangan yang terukir. Nyatanya itu hanya tumpahan jiwa.

Mengapa setiap sayap yang tumbuh harus dipatahkan? Setiap nyala api di basahi air mata yang deras?mengapa ketulusan harus dibayar dengan kehancuran? Seolah-olah bahagia adalah dosa yang tak pantas dibalas.

Hidupku adalah untukku. ada rindu yang selalu aku jaga kepada raga yang jauh, raga yang bebas menari di atas tuts-tuts tanpa ragu. Ada rindu yang memelukku erat namun kosong.

Maka aku bertanya pada semesta yang diam membisu, pada takdir yang tak pernah mau berpihak adil dan terang. Mengapa harus ada harapan, jika ujungnya selalu pilu?

Dan aku punya mimpi, berdiri di tengah, mencoba memeluk serpihan jiwa yang dituduh tak berharga. 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Flash
Surat Rindu Untuk Ibu
Tiansetian
Flash
Hai, Luka
Meidiana Shavira
Novel
Bronze
Untuk Ratusan Hari Aku Menanti
Joannes Rhino
Novel
Tanya
Hana Mutiah
Novel
Gold
Persuasion
Noura Publishing
Novel
Insecure
Rinzani Rosmawati
Novel
Gold
Dear Martin
Mizan Publishing
Novel
Gold
Stephanie The Baker
Mizan Publishing
Novel
Primadona
Rizka W. A
Novel
Keping Terakhir
Fatimah Rosyidah
Novel
Potret Tanpa Cahaya
Nayyukkii
Skrip Film
Pengacara Hana
Mahdania
Flash
TIRI
Muhammad Hendryan Alfarabi
Cerpen
Bronze
Bias Lukisan dalam Sangkar
Larasatijingga
Cerpen
Bronze
Rebah oleh tanah
artabak
Rekomendasi
Novel
Satu kata, satu luka
Meidiana Shavira
Flash
Hai, Luka
Meidiana Shavira
Novel
Jangan kemana-mana,ya!
Meidiana Shavira