Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Hujan baru reda, meninggalkan jalanan penuh genangan. Anak itu berdiri di bawah pohon jambu. Seragamnya lembap, rambutnya menempel di dahi. Sepatunya basah. Bagian depannya mengelupas, menampakkan kain tipis yang rapuh.
Ia menunduk, menekan-nekan ujung sepatu dengan jari, seolah bisa menempel kembali. Napasnya sesak. Sekujur tubuh menggigil. Dingin dan takut.
Sepatu itu dibelikan ibunya dengan susah payah. Ukurannya sengaja dinaikkan dua nomor agar bisa dipakai sampai lulus SMP.
Ia menunda langkah pulang, menunggu hujan benar-benar berhenti. Bingung dan cemas. Di kepalanya hanya ada satu bayangan: wajah ibunya saat melihat sepatu itu rusak terlalu cepat—mungkin memaki, atau mungkin hanya diam kecewa.
Andai air dari langit datang memberi pertanda, tidak tersuruk begitu saja, mungkin ia tak harus berjalan di atas genangan. Juga, andai saja ia tahu sepatunya akan basah seperti ini, mungkin ia sudah memasukkannya ke dalam tas sejak keluar dari gerbang sekolah.
Pengandaian-pengandaian itu bermuara di dalam dada. Matanya memerah, menatap langit dengan amarah.
Hujan kadang datang tanpa penjelasan, seperti hal-hal kecil yang tiba-tiba patah di tengah usaha untuk dijaga. Entah ini kesalahannya atau memang kualitas sepatunya yang tak sanggup menahan air.