Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
“Maaf,” kataku pelan, seakan ada seseorang di ruangan yang bisa mendengarnya.
“Maaf kalau aku tidak menjadi apa yang kamu mau.”
Kalimat itu keluar begitu saja, seperti sesuatu yang sudah lama menunggu di tenggorokan.
Dalam ruminasi, kamu berdiri di hadapanku tenang, lembut, dan selalu lebih baik daripada kenyataan.
Versi kamu yang ini menggeleng pelan. Senyumnya samar, nyaris menenangkan.
“Kamu tidak perlu berubah,” katanya.
Dan seperti biasa, aku mempercayainya selama beberapa detik.
Beberapa detik yang terlalu manis, terlalu aman, terlalu mustahil.
Sebab aku ingat dengan jelas:
Kamu pergi tanpa sepatah kata pun.
Tanpa memberi tahu apa yang kurang, tanpa menjelaskan apa yang salah, tanpa menunjuk arah untuk memperbaiki diri.
Bagaimana seseorang bisa pergi begitu tenang
kalau memang tidak berharap apa-apa dariku?
Di kepalaku, aku menatap mata bayanganmu.
“Kalau memang aku cukup,” kataku, “kenapa kamu pergi?”
Bayanganmu membisu.
Jawaban itu tidak pernah diberi, bahkan oleh versi palsumu.
Dan seketika aku sadar: suara yang mencoba menenangkanku itu adalah suaraku sendiri.
Aku berbicara kepada diriku yang sudah terlalu lama menyalahkan diri sendiri.
“Maaf,” ulangku lagi, tapi kali ini bukan padamu.
“Maaf… karena aku terlalu keras pada diriku sendiri.”
Bayanganmu memudar.
Untuk pertama kalinya, aku membiarkannya pergi tanpa menghentikan.