Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Aksi
Aroma pagi dan kopi
1
Suka
7
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Mentari pagi menyelinap malu-malu di antara celah tirai kamarku, menciptakan garis-garis cahaya yang menari di dinding. Aku menggeliat, mencoba mengumpulkan sisa-sisa mimpi yang masih berputar di kepala. Aroma kopi yang menggoda perlahan menyeruak, memaksaku untuk bangkit dari peraduan.

Di dapur, mesin kopi kesayanganku berdengung pelan, mengeluarkan cairan hitam pekat yang begitu memikat. Aku menuangkannya ke dalam mug favoritku, mug keramik bergambar bunga matahari yang selalu mengingatkanku pada senyummu. Ya, senyummu yang selalu berhasil membuat hariku terasa lebih cerah.

Sambil menyesap kopi hangat, aku berjalan menuju jendela. Pemandangan kota yang mulai menggeliat di pagi hari tersaji di hadapanku. Orang-orang bergegas menuju aktivitas masing-masing, kendaraan lalu lalang membelah jalanan. Aku terdiam, menikmati kesunyian sebelum hiruk pikuk hari dimulai.

Kopi ini mengingatkanku pada banyak hal. Pada malam-malam panjang saat aku begadang mengerjakan tugas kuliah, pada obrolan hangat bersama teman-teman di kafe, dan tentu saja, padamu. Kamu yang selalu hadir dalam setiap momen penting dalam hidupku.

Aku ingat pertama kali kita bertemu. Di sebuah kedai kopi kecil yang terletak di sudut kota. Aku sedang sibuk membaca buku, sementara kamu sedang asyik menggambar di buku sketsamu. Mata kita bertemu secara tidak sengaja, dan entah mengapa, jantungku berdegup lebih kencang dari biasanya.

Sejak saat itu, kita menjadi dekat. Kita sering menghabiskan waktu bersama di kedai kopi itu, berbagi cerita, tawa, dan mimpi. Aku selalu terpesona dengan caramu memandang dunia, dengan semangatmu yang tak pernah padam, dan dengan hatimu yang begitu tulus.

Kamu adalah orang yang selalu ada untukku, dalam suka maupun duka. Kamu mendengarkan keluh kesahku tanpa menghakimi, memberikan dukungan tanpa pamrih, dan membuatku merasa menjadi orang yang paling beruntung di dunia.

Namun, ada satu hal yang belum pernah aku ungkapkan padamu. Sebuah rahasia yang telah lama kupendam di dalam hati. Aku mencintaimu. Ya, aku mencintaimu lebih dari sekadar teman.

Aku tahu, mungkin ini terdengar klise. Tapi, aku tidak bisa memungkiri perasaanku lagi. Setiap kali aku melihatmu, jantungku berdebar kencang. Setiap kali aku mendengar suaramu, aku merasa tenang. Dan setiap kali aku berada di dekatmu, aku merasa bahagia.

Aku ingin mengungkapkan perasaanku padamu. Tapi, aku takut. Takut jika kamu tidak merasakan hal yang sama. Takut jika pengakuan ini akan merusak persahabatan kita. Aku tidak ingin kehilanganmu.

Sambil terus menyesap kopi, aku merenung. Apakah aku harus mengungkapkan perasaanku? Atau haruskah aku terus memendamnya? Aku bimbang.

Tiba-tiba, ponselku berdering. Sebuah pesan masuk dari kamu.

"Selamat pagi! Hari ini aku ada pameran lukisan di galeri kota. Datang ya? Aku ingin kamu menjadi orang pertama yang melihat karya-karyaku."

Hatiku berdebar. Ini adalah kesempatan yang bagus. Aku bisa bertemu denganmu, dan mungkin, aku bisa memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaanku.

Aku membalas pesanmu dengan senyuman. "Tentu saja! Aku akan datang. Sampai jumpa di sana!"

Setelah menghabiskan kopiku, aku bergegas bersiap-siap. Aku memilih pakaian terbaikku, menyisir rambutku dengan rapi, dan menyemprotkan parfum favoritku. Aku ingin terlihat sempurna di hadapanmu.

Sesampainya di galeri, aku langsung mencari sosokmu. Dan di sana, di antara lukisan-lukisan indahmu, aku melihatmu. Kamu terlihat begitu cantik dengan gaun putihmu, rambutmu yang tergerai indah, dan senyummu yang mempesona.

Aku menghampirimu dengan gugup. "Hai," sapaku.

"Hai! Aku senang kamu datang," balasmu dengan senyum lebar.

Kita berbincang-bincang tentang pameranmu, tentang lukisan-lukisanmu, dan tentang banyak hal lainnya. Aku mencoba mencari celah untuk mengungkapkan perasaanku, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya.

Hingga akhirnya, saat pameran akan segera berakhir, aku memberanikan diri.

"Ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu," ucapku dengan gugup.

Kamu menatapku dengan tatapan penuh tanya. "Ada apa?"

Aku menarik napas dalam-dalam. "Aku... aku mencintaimu."

Kamu terdiam. Ekspresi wajahmu sulit ditebak. Aku merasa jantungku berhenti berdetak.

"Aku tahu ini mungkin mengejutkanmu. Tapi, aku sudah lama memendam perasaan ini. Aku tidak bisa membohongi diriku sendiri lagi," lanjutku.

Kamu masih terdiam. Aku mulai merasa putus asa. Apakah aku telah melakukan kesalahan?

Tiba-tiba, kamu tersenyum. Senyum yang begitu indah, hingga membuatku terpana.

"Aku juga mencintaimu," ucapmu pelan.

Aku terkejut. Aku tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar.

"Benarkah?" tanyaku dengan nada tak percaya.

Kamu mengangguk. "Aku juga sudah lama memendam perasaan ini. Aku takut untuk mengungkapkannya, karena aku tidak ingin merusak persahabatan kita."

Aku merasa lega. Akhirnya, perasaanku terbalas. Aku tidak bisa menahan kebahagiaanku. Aku langsung memelukmu erat.

"Aku senang kamu merasakan hal yang sama," bisikku di telingamu.

Kamu membalas pelukanku dengan erat. "Aku juga senang."

Sejak saat itu, kita menjadi sepasang kekasih. Kita menghabiskan waktu bersama lebih sering dari sebelumnya. Kita saling mencintai, saling mendukung, dan saling membahagiakan.

Kopi tetap menjadi bagian dari hidup kita. Setiap pagi, kita selalu minum kopi bersama sambil menikmati mentari pagi. Kopi menjadi saksi bisu cinta kita.

Dan aku, si pengagum rahasiamu, akhirnya bisa mengungkapkan perasaanku. Aku merasa menjadi orang yang paling bahagia di dunia.

Terima kasih kopi, karena telah menjadi penghubung antara aku dan kamu. Terima kasih kamu, karena telah hadir dalam hidupku. Aku mencintaimu.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Aksi
Flash
Aroma pagi dan kopi
Lukitokarya
Novel
Bronze
BACK TO 18 AGAIN
Safinatun naja
Flash
Bronze
Berburu Harimau
Afri Meldam
Novel
Rama's Story : Gita Chapter 4 - Flight 411
Cancan Ramadhan
Flash
Meraih Asa, Menggapai Impian
Sandra Arq
Novel
Swara Guntur, 1998
Sayap Monokrom
Novel
Siasat Orang Buangan
Dedy Tri Riyadi
Novel
Shangkara
Ghozy Ihsasul Huda
Novel
Trouble Diaspora
Maya Suci Ramadhani
Flash
Bronze
Yang Hilang Tak Kembali
Emma Kulzum
Flash
Mangue-ku Mangrove
Khairunnisa
Flash
Bronze
JIKA MOTOR BISA NGOMONG..
Shabrina Farha Nisa
Flash
Lina Groningen
Khairunnisa
Novel
Gold
Play and Learn
Bentang Pustaka
Novel
Godwin Agency 2: Reunion
FS Author
Rekomendasi
Flash
Aroma pagi dan kopi
Lukitokarya
Cerpen
Harmoni di Balik Pagar
Lukitokarya
Flash
Kisah di Balik Kedai Kopi Usang
Lukitokarya
Cerpen
Bayang-Bayang Masa Lalu
Lukitokarya
Flash
Simfoni Bunga Es di Istana Kristal
Lukitokarya
Cerpen
Sebuah Catatan Galau
Lukitokarya
Flash
Surat dari masa lalu
Lukitokarya
Flash
Penyihir dan Pangeran yang Dikutuk
Lukitokarya
Flash
Secangkir coklat di musim dingin
Lukitokarya
Flash
Senandung Kerinduan di Balik Jendela November
Lukitokarya
Flash
Cahaya memudar di lantai
Lukitokarya
Flash
Tentang kita
Lukitokarya
Flash
Gema Piano di Rumah Tua
Lukitokarya
Flash
Debu cinta di barang antik ,strategi hati yang terencana
Lukitokarya
Flash
November di Kedai Usang
Lukitokarya