Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
“Apa menurutmu Tuhan itu adil?”
Tak… tak… tak-tak… tak… tak
Hari ini Karen salah kostum, ia memakai high-heels sementara ayahnya malah membawanya jalan-jalan kegang-gang sempit seputaran Dago. Jalannya tidak rata, bercampur antara tanah, beton dan kerikil. Bunyi hentakan sepatunya membuatnya tidak nyaman karena menjadi pusat perhatian.
“Namanya Muh… . “
“Eh… . “
“Kau memperhatikan anak itu bukan? Namanya Muh aku mengenalnya.”
“Ah iya, hatiku pilu melihatnya masih bisa tersenyum manis sementara tubuhnya kumal. Dan apakah tanah itu nyaman dijadikan alas tidur? Kemana orang tuanya?”
“Bapaknya pekerja tambang, berangkat pagi-pagi sekali dan lebih sering tidur ditambang. Sama kumalnya.”
“Ibunya?”
“Ibunya tertipu!”
“Tertipu?”
“Iya, tertipu pernikahan… . “
“Hah? Selingkuh? Kuli tambang itu selingkuh?”
“Tidak tidak, kau terlalu sering melihat berita artis.
"Setelah pesta yang megah, makanan-makanan enak yang terhampar, hari-hari setelah itu ia harus mencuci baju 2 kali lebih banyak, ia juga harus bangun lebih pagi, harus memasak setiap hari, mencuci piring. Tubuh dan pikirannya merana. Apalagi setelah memiliki 2 anak, kebebasan yang sebelumnya tinggal setengah sepenuhnya hilang. Terbelenggu kewajiban yang dia kira sebelumnya indah seperti pesta pernikahan.”
“Lalu?”
“Lalu, dia memilih minggat, pacaran dan menikah lagi dengan mantan pacarnya dulu yg sama-sama pembual mimpi.”
“Terus sekarang dia bahagia?”
“Nol besar, dia hanya mengulangi siklus itu, tertipu dua kali.”
"Mengapa dia sebodoh itu?"
"Mmm... aku lebih suka mengatakan dia terjebak ekspektasi."
“Ah, Karen, tadi kau bertanya apa Tuhan itu adil?”
“Iya… . “
“Kau mau mendengar hal yg lebih tidak adil?”
“Apa Ayah?”
“Harga Steak yg kau makan tadi, harganya berapa?”
“6 juta… .”
“Haaa…itu bisa memberi makan Muh selama berbulan-bulan.”