Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Saat sudah tak punya rasa cinta terhadap seseorang, semuanya terasa biasa saja.
****
Tian menarik lengan Sinta menuju lobi kantor. Suasana kantor sepi, karena jam istirahat.Ya, hari ini Tian ingin mengungkapkan perasaan cinta pada pujaan hatinya itu. Sinta terkenal cantik di kantor.Telah lama Tian menaruh rasa pada Sinta. Hari ini dia akan mengatakannya.
"Tian, ada apa?" Sinta bingung karena sikap Tian yang terlihat serius.
Tian mendadak gerogi. Tangannya gemetar, lalu menundukan kepala sejenak.
Beberapa menit kemudian, Tian mengenggam tangan Sinta erat. "Sinta, sebenarnya aku suka sama kamu sejak lama. Kamu mau nggak jadi pacarku?"
Sinta melepaskan genggaman tangan Tian dengan lembut.
"Maaf, Tian, aku semalam udah jadian sama Kenzo."
Hati Tian bagai disambar petir di siang bolong. Hatinya perih. Laki-laki itu tidak menyangka bahwa Sinta sudah jadian dengan Kenzo yang notabene adalah manajer di perusahaan.
Tian mengangguk mengerti. "Oke, nggak apa. Terima kasih, setidaknya aku udah mengungkapkan perasaanku."
Sinta tersenyum tipis. "Semoga kamu dapat yang lebih baik dariku."
Tian melenggang pergi begitu saja. Sejak kejadian itu, Tian jadi sering murung di kantor dan tidak semangat bekerja.
"Woii, Tian, kamu bengong mulu." Sebuah suara perempuan dari belakang yang menepuk bahu Tian.
Tian menoleh. "Dira, ngagetin aja kamu."
Dira menarik kursi yang ada di sebelahnya, duduk di sebelah Tian.
"Aku tahu kamu galauin Sinta, ya?" Dira berbicara dengan nada mengejek. Alis perempuan itu naik turun bergantian.
"Kamu tahu darimana?" Tian malu karena salah satu teman kantornya tahu kalau dia kemarin mengungkapkan perasaan pada Sinta.
"Kan... aku tukang ramal," jawab Dira.
Tian menggelengkan kepala. "Dari sejak kenal kamu di kantor ini, kamu sukanya bercanda mulu. Serius pas lagi kerja atau rapat aja."
Dira mengangkat bahu. "Ya biarin, suka-suka aku, lah."
Dira akhirnya mengajak Tian ke sebuah jembatan yang tak jauh dari kantor.
"Wah, kamu emang cewek gila!" Tian mengernyitkan dahi. "Kamu suruh aku lompat dari sini?"
Dira mengangguk. "Iya."
"Sarap,nih, perempuan."
Dira menghela napas. "Ya nggak lah, kocak. Kamu teriak aja sakit hati yang apa kamu rasakan, biar lega."
Tian menurut. Dia berteriak kencang di atas jembatan. "Sintaaaa.... Aku akan melupakanmu. Kamu adalah luka cintaku!"
Dira tersenyum. "Nah, bagus. Gimana perasaannya sekarang?"
Tian bernapas lega. "Lumayan."
****
Dira dan Tian tertawa mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu. Mengingat awal kedekatan mereka saat Tian sakit hati ditolak Sinta. Setelah itu, Tian dan Dira dekat dan akhirnya memutuskan untuk menjalin hubungan romansa.
"Kalau keingat dulu lucu, ya?" Tian tertawa sesekali mengingat moment dulu.
Dira hanya tersenyum. "Ya, apa aku bilang dulu. Kalau kita masih cinta sama orang ditolak cintanya rasanya kayak mau mati. Habis nggak ada perasaan sama orangnya biasa aja, kan?"
"Iya, kamu betul."
"Apa kamu mau ngejar cinta Sinta lagi?" Dira menyenggol lengan Tian yang berada di atas meja sembari menggoda.
Tian mengangkat bahu. "Nggak lah, ngapain. Kan udah ada kamu."
Dira senyum-senyum sendiri.
Tamat.