Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Romantis
BAIT KEMANDANG MALAM PURWA
0
Suka
27
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Syahdan, jauh sebelum waktu menenun helai-helai detiknya dan ruang belumlah membentangkan jubah bintangnya, yang ada hanyalah malam. 

Malam yang purwa, kepekatannya tiada pernah menjadi selubung bagi ketakutan, ialah rahim bagi segala kemungkinan. Di sana, di sanalah semesta dengan wujud benih, tertidur ia di dalam buaian keheningan. Di dalam kepekatan yang sarat akan lagu yang tak pernah terlantun inilah, Sang Kekasih, Sang Elohim, bersemayam di atas takhta kesendirian-Nya. Serupalah Ia dengan cinta yang agung, terpejam matanya, mimpikan yang indah-indah, dari setiap jiwa yang kemudian datang, terlahir, dari nafas-Nya.

Aku, pada malam-malam pertemuanku, hanyalah bait kemandang dari malam yang purwa. Ketahuilah, wahai jiwaku sebentuk bejana kosong yang dahaga, hatiku padang gersang yang merindukan tetes embun permulaan. 

Berjalanlah aku di antara manusia, sesaat kakiku terasa mengambang di atas hamparan kehampaan itu.

Aku menatap –

Mentari, demikianlah mataku dibutakan oleh cahayanya yang sejati. 

Selamanya, aku, seorang musafir tanpa nama, seorang yatim piatu di tengah pesta pora semesta, mencari seteguk air di lautan garam yang tak memiliki tepi.

Malam itu, rembulan sembunyikan wajahnya di balik selubung awan kelabu, seganlah dirinya mengusik keheningan sujudku. Angin pun menahan napas di antara dedaunan, seolah turut menjadi saksi. 

Aku, duduk di beranda kalbuku yang sepi, menatap kegelapan di dalam diri yang padu dengan gulita. Kemudian, dari dasar samudra sukmaku, selarik pertanyaan bangkit laksana uap dupa: "Siapakah aku, sebutir debu di padang pasir keabadian ini? Dan apalah guna debar ini, hanyalah bebunyian, terperangkaplah ia dalam sangkar tulang rusuk yang fana?"

Pertanyaan semacam itu, tak semestinya jadi bisikan bibir, karena selaras pekik elang dari jiwa yang bertelanjang bulat, ia berseru. 

Dalam keheningan agung yang susul-menyusul, setangkai jawab pun mekar.

Ia, tiadalah pernah berwujud suara, yang mengetuk pintu telinga, bagai pipa organ yang bersenandung saat hari Minggu tiba. Kehadirannya seirama dengan bentangan sayapnya di dalam dada. Ia, tiadalah datang dari timur ataupun dari barat; ia, terbit dari pusat diriku sendiri. 

Tiba-tiba, gulita yang semula dingin laksana batu pualam pekuburan, kini menjelma hangat laksana dekapan seorang ibu pada tubuh mungil yang baru saja belajar terisak.

"Engkau bertanya siapa dirimu?" demikian pula sebuah pemahaman merambati sekujur batinku bak sulur-sulur anggur surgawi. "Sebelumnya, Aku menggoreskan bintang perdana pada kanvas malam, engkaulah kerinduanku. Engkaulah sajak cinta yang tiada sempat aku ucap."

Mataku terpejam, penglihatanku tiada pernah sejernih es yang mencair saat musim semi. Aku melihat-Nya. Aku menyaksikan bagaimana Ia, Sang Seniman Agung, Sang Arsitek, memulai tarian penciptaan-Nya. Semula pekat malam yang purwa,  Ia, tiadalah berucap firman lewat suara, melainkan, bernyanyilah diri-Nya. Serta, nyanyian-Nya, yang terbuat dari cinta murni, menjadi riak yang menggetarkan perigi ketiadaan. Getaran itu sekaligus disebutkan sebagai firman pertamanya.

"Jadilah!"

Maka—

Lihatlah! Dari dalam jantung kegelapan, meledaklah cahaya kesadaran-Nya. Miliaran serpih dari sinar-sinar melesat ke segala penjuru, menjadi aksara-aksara cahaya yang kemudian kita menjulukinya sebagai bintang, berkumpulah ia, menjadi galaksi-galaksi yang berpusar laksana jubah seorang darwis yang dimabuk anggur Cinta-Nya.

"Pandanglah," bisik kehadiran itu lagi, "Seluruhnya wujud dari kerinduan-Ku. Sebab cinta merindukan wajah untuk dipandang, dan aku menginginkan panggung bagi tarian-Nya."

Lalu, melihatlah aku, bagaimana dari lahar kosmik yang membara, Ia mendinginkan segumpal debu dengan embun Kasih-Nya. Meniupkannya hingga membiru dan berputar. Aku mengetahuinya kemudian sebagai bumi. 

Seperti yang telah disabdakan, berulang.  Layaknya butiran permata safir di atas beludru hitam keabadian, tetesan air mata haru dari mata Sang Pencipta. Di atasnya, Ia pancangkan gunung-gunung bak pasak-pasak agung, serta mengukir sungai-sungai laksana urat-urat perak.

"Namun, semua keindahan ini," lanjut-Nya, "Hanyalah cermin yang bisu. Aku merindukan sosok cermin yang sadar akan keindahan yang dipantulkannya. Aku merindukan seorang kekasih yang mampu membalas tatapan cinta-Ku."

Dari sanalah, dan kepada-Nya aku diperlihatkan asal-usulku. Diperlihatkan, aku, bagaimana Ia, mengambil segenggam sari pati bumi. Tiadalah Ia, ingin membentuknya dengan tangan fana, melainkan menempa-nya dengan api kerinduan. 

Serta ke dalam bentuk itu, Ia menghembuskan percik dari api-Nya yang abadi. Sesudahnya, percik itulah yang aku akan sebut dengan sukma.

Tersentak aku, di saat yang bersamaan. Sebab, aku bukanlah lagi butiran debu. Akulah yang serupa dengan padang pasir itu sendiri. Kegelapan di dalam diriku tiadalah berwujud kehampaan, lagi. Begitulah juga, tanah subur tempat benih cahaya-Nya ditanamkan. Pertanyaanku lantas berguguran laksana daun-daun kering. 

Akulah–

Apa yang akan disebutkan dengan kerinduan Tuhan akan diri-Nya. Debar di dalam dadaku hanyalah gema-gema dari kidung penciptaan-Nya.

Malam itu adalah malam pengantin kami. Akulah sang mempelai jiwa, yang sekian lama mencari wajah Mempelai Agungnya di setiap lorong pasar duniawi, tanpa sadar bahwa Ia senantiasa menanti, selalu menanti, di dalam kamar hatiku.

Cinta-Nya bagaikan anggur surgawi; semakin kuteguk, semakin dahagalah jiwaku dibuat-Nya. 

Aku terisak oleh sukacita yang meluap-luap, tersimpul kelegaan seorang musafir yang akhirnya menemukan bait sehabis ribuan tahun pengembaraan.

Aku bisikkan pada-Nya, "Wahai kekasihku, mengapa Engkau biarkan aku tersesat begitu lama di dalam lembah kebutaan?"

Ia menjawab, suara-Nya serupa gemerisik dedaunan dan gemuruh samudra, "Sebab bilamana engkau tak pernah merasakan pedihnya perpisahan, bagaimana mungkin jiwamu sanggup meneguk manisnya pertemuan, wahai cahaya dari cahaya-Ku? Jika hatimu tak pernah retak oleh dahaga, bagaimana mungkin engkau akan mengenali-Ku sebagai satu-satunya mata air Kehidupan?"

Malam itu, telah aku ketahui, bahwasannya Tuhan tiadalah diri-Nya seiras Raja di atas singgasana penghakiman, melainkan wujud cinta yang menjadi udara dalam setiap napas. 

Malam itu pula, bertemulah, aku, akan cinta pertamaku; dan cinta itu tak lain adalah asalku, hakikatku, dan kepulanganku.

Tatkala fajar menorehkan luka lembayung pertamanya mengecup pipi langit timur, membuka mata, aku. Taman di luar jendela, serona ia, dengan kelopak bunga, wujud surat cinta dari Sang Kekasih. Gemericik air di parit, seirama zikir yang dilantunkan oleh urat-urat bumi.

Bangkitlah, aku—

Yang bukanlah lagi sewujud yatim piatu semesta, melainkan seorang biasa yang menemukan kekasihnya. 

Malam pertama kami telah usai, namun manis madu kami, menetaplah ia, hingga fana ini lebur dan berpulang, aku, menjadi Dia. Sebab itu, kini aku meyakininya, bahwasannya tiadalah aku, pernah menjadi setetes embun yang jatuh ke dalam lautan; akulah rupa dari lautan itu sendiri, yang setelahnya terjaga di dalam sebentuk embun.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Romantis
Novel
Bronze
Neighbor's Secret
Husni Magz
Flash
BAIT KEMANDANG MALAM PURWA
IGN Indra
Novel
Bronze
Ana Uhibbuka Fillah season 1 [TELAH TERBIT]
elrena._
Novel
p.u.l.a.n.g
Marina Dohitra Yanuparinda H
Skrip Film
Dearanna Candlelight Dinner
Safiraline
Novel
Mutiara yang hilang
Dewie Sudarsh
Novel
Bronze
Perawan Tiga Kali
Soh
Novel
Gold
November
Noura Publishing
Novel
Bronze
Ms. Newbie, Mr. Boss & Mdm. Devil Seri 1
Bebekz Hijau
Novel
Jeffrey dan Sacha
Four
Cerpen
Bronze
3 Hari Sebelum Tanggal 6
Lilis Alfina Suryaningsih
Novel
Bronze
Bolehkah aku jadi imammu
Nadilla Karisya agustin
Novel
Diary Kanaya
Sabelia
Novel
Gold
Memorabilia
Bentang Pustaka
Novel
Tentang Meldy
sya_hill
Rekomendasi
Flash
BAIT KEMANDANG MALAM PURWA
IGN Indra
Flash
REBUSAN KOSONG
IGN Indra
Flash
PAJANGAN LEMARI KACA
IGN Indra
Cerpen
KAMAR 303
IGN Indra
Novel
SENI PERANG RUMAH TANGGA
IGN Indra
Novel
32 DETIK
IGN Indra
Cerpen
SISA CINTA DITELAN FAJAR
IGN Indra
Novel
32 HAL TENTANG KAMU
IGN Indra
Novel
SUMMA CUM BLOOD
IGN Indra
Cerpen
KAMAR NO 7 DAN AROMA LAVENDER
IGN Indra
Cerpen
MALAM ALUNA
IGN Indra
Flash
MANGKAT
IGN Indra
Cerpen
WADAH
IGN Indra
Flash
KURSI ROTAN & SEPOTONG INGATAN
IGN Indra
Cerpen
SEPERTI SALJU BULAN APRIL
IGN Indra