Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Berlalu. Iya, beberapa hal telah berlalu. Meninggalkan bekas yang tak mampu ku hapus. Semuanya terus teringat dalam diri. Terngiang menyelimuti hati. Bisa ku katakan, diri ini penuh kabut saat ini. Kabut yang mengerikan, menyedihkan..
Aku tidak tahu bagaimana menghadapi ini. aku hanya berusaha tegar dengan apa yang terjadi. berusaha sekuat mungkin agar air mataku tidak jatuh di atas bumi pertiwi. Tapi kau tau? Sulit sekali melakukan itu. Jika ku asumsikan, butuh beribu-ribu kekuatan untuk melakukannya. Terdengar lebai? Bayangkan saja, jika kau sedih lalu kau mencoba tersenyum, semua itu seakan-akan kau menipu dirimu sendiri. Bisa kah kau menipu dirimu sendiri? Kesedihan itu akan tetap tinggal jika air mata tidak kau tumpahkan.
Entah kapan dia akan berubah. Mengerti tentang kehidupan, keluarga, adik, kakak, kakek, dan orang tua. Kapan dia akan tahu bahwa mereka adalah komponen penting kehidupan? Baiklah, mungkin kau akan merasa tidak semua orang menjadikan keluarga sebagai komponen terpenting. Si A menganggap keluarganya tidak penting karena keluarganya membuangnya, bahkan sempat menyiksanya.
Itu berbeda, kawan. Kau tahu? Keluarganya adalah orang-orang yang penyayang. Ayah dan Ibu yang selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk anaknya. Kakak yang selalu ingin adik-adiknya menjadi orang yang baik. Adik yang ingin selalu bermain dengan kakak-kakaknya. Juga kakeknya yang selalu membantu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Di antara mereka ada seseorang yang merupakan anak dari ibu dan ayah, kakak dari adikku, dan adik dari seorang kakak sepertiku.
Iya aku seorang kakak. Yang saat ini menulis sesuatu tentangnya. Tentang adik laki-lakiku. Entah bagaimana aku akan meneruskan cerita ini. hal itu bisa saja membuatku menangis. Sedangkan di dekatku, bapakku diam menonton tv. Bagaimana aku bisa menangis di hadapannya? Baiklah, aku akan berusaha menahannya.
Apa kau tau? baru saja beberapa menit yang lalu, adikku membentak ibuku. lebih tepatnya berkata dengan nada nyaring dan berkata “huh”. Dia pergi ke rumah temannya malam ini, lalu ia pulang dan ibuku menyuruhnya memindahkan pakaiannya. Saat itu ibuku sedang sangat lelah karena baru selesai membuat adonan untuk makanan ringan yang akan dijual esok pagi. Benaar, ibuku sedikit bersalah dalam hal ini karena dia menyuruh adikku memindahkan pakaiannya dengan nada yang lemas dan lelah. Adikku mungkin tersinggung, merasa ibu marah padanya. Lalu dia pun membalas pembicaraan ibu dengan nada yang cukup tinggi. Seperti orang marah. Bahasanya tidak sopan. Aku geram mendengarkan, tapi jika aku ikut menegur dengan marah, situasi akan semakin memburuk. Lalu kau tahu kenapa aku tidak menergurnya dengan halus? Itu karena aku tidak mampu menegur seseorang dengan halus ketika orang itu tidak sopan pada ibuku.
Beberapa perbincangan selesai. Tadi ibuku menyuruhnya untuk memindahkan sepeda motor ke dalam rumah. Dan beberapa detik setelah perbincangan tidak sopan itu selesai, dia bertanya pada ibuku dimana kuncinya berada. Dia menanyakannya dengan nada yang kesal. Tentu ibuku yang sedang lelah terkejut dengan hal itu. Ibuku juga menjawab pertanyaannya dengan kesal. Lalu kau tau apa jawaban adikku? Dia bilang “Huh!”.
Apa kau tahu apa yang terjadi? Bapakku yang semula tertidur di sofa, dia langsung membentak adikku ketika terbangun dan itu bertepatan dengan waktu adikku membentak ibuku. Aku pun marah. Bahkan kakekku yang semula tidur, dia bangun dan ikut memarahinya.
Sekarang apa aku salah marah padanya? Kakaknya ini ingin ia menjadi orang baik dan sholeh. Menjadi laki-laki yang patuh pada orang tuanya. Lalu ketika melihatnya begitu tidak sopan pada ibu, apa aku salah memarahinya?
Dan menurutmu, apakah ibuku bersalah? Dia sedang lelah, bagiku wajar dia menjawab dengan lemas dan lelah juga kesal karena adikku pulang terlalu malam. Bagiku ibuku tidak salah, apakah salah memarahi anak yang pulang lewat dari jam normal? Atau bisa dibilang, pulang larut malam? Salah? Tidak kan!
Aku bingung kapan adikku sadar. Keluarga ini sangat menyayanginya. Lalu apakah dia hanya akan memikirkan teman-temannya saja? Apa alih teman-teman dalam hidupnya? Membuatnya tertawa? Memiliki cerita kehidupan yang lain? Apa alih teman-temannya dalam hidupnya?
Ia begitu menyayangi teman-temannya. Setiap ada acara ngumpul, dia selalu datang. Alasannya untuk kebersamaan. Lalu kemana kebersamaan bersama keluarganya? Bersama orang-orang yang mengasuhnya sejak kecil? Bersama orang-orang yang menjadi perantara Allah untuk memberi tahunya kebahagiaan dan kesedihan untuk pertama kali? Kemana kepeduliannya pada keluarganya?
Aku jarang bicara dengannya sejak ia bersikap semakin tak sopan. Bahkan rasa benci itu muncul. Tapi aku tidak bisa memungkiri, aku menyayanginya! Dia adikku, dan aku kakaknya. Tapi aku bingung bagaimana kau bisa membantunya untuk menyadari kesalahannya?
Aku menulis cerita ini dengan menangis. Kau tahu? Aku tak bisa menahan kesedihanku. Tapi sekarang semua orang di rumah tertidur lelap. Dan hanya aku dan Allah yang mengetahui tangisan ini. Ya, hanya aku dan Allah, Tuhanku.
Aku hanya ingin adikku berubah. Menjadi baik, sopan, dan taat beribadah. Menjadi pribadi yang bertanggung jawab, pribadi yang menyayangi keluarganya.
Kau tahu?
Ayah dan ibuku berjuang keras untuk menafkahi kami. mereka melakukan segala hal halal untuk mendapat uang. Dari menjadi cleaning service di rumah sakit, ikut membantu membersihkan ruangan-ruangan di rumah sakit, menjual pulsa, sampai menjual gorengan ke kantin sekolah sepupuku. Sedangkan apa yang aku lakukan? Hanya terus meminta uang untuk sangu, meminta uang untuk banyak keperluan sekolah. Tidakkah aku berfikir bagaimana susahnya mereka mendapat uang? Lalu apakah adikku juga akan memikirkan ini?
Kesedihan malam ini benar-benar membuatku sedih. Dan mungkin.. akan membuat jarak aku dengan adikku semakin terlihat.