Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Teras
0
Suka
25
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Teras itu tak pernah berubah. Kursi tua masih bersandar ke dinding, berderit pelan setiap kali Pak Didik duduk. Secangkir kopi dan sepotong roti tawar menemani paginya yang hampa. Kadang, ia menyiapkan dalam dua cangkir dan dua piring. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk siapa pun yang mungkin akan datang. Namun, hingga kopi dingin dan roti kering, tak pernah ada yang menyentuhnya.

Dulu, teras itu penuh suara. Bu Nani menyiram bunga sambil bersenandung. Satrio duduk di pangkuannya, bercerita tentang sekolah dan cita-cita. Sekarang, hanya ada suara angin yang menyapa. Singgah sebentar, menyematkan dingin dan hening.

Sepi menyelimuti seperti rumput di halaman. Terus tumbuh, menjalar ke semua sudut. Pak Didik menegakkan badan, menoleh ke luar pagar. Ia bersiap dengan senyum yang sudah dilatih lama di depan cermin. Menyambut Satrio pulang, atau kehadiran sang istri—walau dalam mimpi.

“Bu, daun jambunya kok beguguran terus, ya,” gumamnya, memegang ranting yang rapuh.

Ia menatap ranting itu sejenak, lalu meletakannya di atas meja. Jemarinya bergetar ditekan kesunyian. Waktu terus berputar, hanya memperbanyak uban di kepala.

Suara salam menggema di depan barisan besi berkarat. Nyaring. Membawa harapan. Pak Didik sontak bangkit, meluruskan punggung yang mulai membungkuk.

“Tio…” suaranya pecah, separuh yakin.

Sayangnya, bukan. Anak muda yang mengucapkan salam itu berdiri di teras rumah sebelah. Tangannya menarik koper dan menenteng kardus bekas mi instan. Ia tampak baru pulang dari rantau. Disambut haru oleh pelukan ibunya.

Pak Didik terpaku. Senyum di bibirnya menggantung, dan perlahan luruh bersama napas yang ditahan. Ia kembali duduk, memandangi kopi yang uapnya sudah lenyap.

Tanpa sadar, air matanya menetes. Ia buru-buru menyekanya, kemudian menatap langit, menyampaikan doa yang diucapkan oleh hati.

Sudah berhari-hari Satrio tak menghubungi. Terakhir kali mereka berbicara, sang putra berkata bahwa akan menelpon balik “nanti malam.” Namun, malam telah berubah menjadi esok, lalu menggulung menjadi minggu-minggu yang kelabu. Menunggu dalam rentang tak tentu.

Pak Didik mengambil ponsel ke dalam rumah. Layarnya memantulkan wajahnya sendiri. Keriput, pucat, tetapi masih mencoba tersenyum. Ia membuka pesan baru, menekan tombol-tombol keras dengan mata yang tak lagi awas. Huruf demi huruf dirangkai dengan ragu. Dihapus. Ditulis ulang lagi.

“Nak, kapan kamu libur? Bapak rindu.”

Pesan terkirim. Ponsel terus digenggam, layar tak henti ditatap.

Matahari naik, cahayanya menyusup ke sela daun jambu. Bayangan kursi memanjang ke arah jalan. Pak Didik meneguk kopi yang sudah berubah rasa dan aroma. Roti yang mengeras ia habiskan juga, menelannya dengan susah payah.

Ia masih di teras. Masih setia menanti ponselnya bergetar.

Sementara itu, tawa anak muda yang tadi melambung bersama tawa ibunya. Ringan, indah, dan bahagia. Membelai hangat, mengalir dalam getir. Pak Didik menunduk, mengusap kedua lututnya. Bukan iri, melainkan membayangkan nuansa yang sama yang akan hadir ketika Satrio pulang.

“Mungkin Tio sedang sibuk,” bisiknya. “Bapak akan tunggu balasanmu sampai kapan pun, ya, Nak.”

Pak Didik beranjak dari teras. Pintu rumah ditutup rapat, menahan sinar siang yang merambat di ambang. Di dalam, hanya ada detak jam dan bunyi napasnya sendiri. Ponselnya berkedip sekali. Setelahnya, padam lagi sebelum sempat ia lihat.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
KARTINI KECIL AYAH
ANDI RIRIN NOVIARTI
Novel
KIARAFKA
Bella Mutia Tsany
Skrip Film
LINK TUBE (Script)
KOJI
Flash
Teras
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Waris
De Lilah
Novel
Bronze
kosong
ayi-r
Novel
Waalaikumsalam Ana
Fayahra
Novel
Bronze
Only One
Asrina Lestari
Novel
Gold
MY BASTARD PRINCE
Coconut Books
Novel
Bronze
UNQUALIFIED
Putri Lailani
Novel
Pilihan Ganda
Muhammad Adli Zulkifli
Skrip Film
ANTING KIRI (SCRIPT)
Mario Matutu
Skrip Film
Suamiku Patriarki
awanbiru
Cerpen
Tia Monica Manis Sekali
Rizki Mubarok
Novel
Bronze
KUCOBA MELAWAN TAKDIR
Senja
Rekomendasi
Flash
Teras
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Rasa yang Tak Bisa Kembali
Jasma Ryadi
Flash
Semangkuk Bakso
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Laut yang Tak Menjawab
Jasma Ryadi
Flash
Aroma Pukul Tiga Pagi
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Data dan Mereka
Jasma Ryadi
Flash
Bu, Mengapa Orang-Orang Mati?
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Dunia Tanpa Hukum
Jasma Ryadi
Flash
Aku dan Sebatang Rokok di Tangannya
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Firasat Mimpi
Jasma Ryadi
Flash
Gema yang Redup
Jasma Ryadi
Flash
Bagaimana Jika Aku Tidak Menikah?
Jasma Ryadi
Flash
Telepon
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Prenuptial Agreement: Cinta di Atas Materai
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Ketika Kata-Kata Kembali
Jasma Ryadi