Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
“Kita putus.”
Suara itu seperti benda jatuh pelan, tapi cukup untuk membuat udara di antara mereka tiba-tiba berhenti.
Ini sudah kesekian kalinya Salwa memintanya. Seolah-olah dejavu yang tak bisa lagi ditolak.
“Boleh,” jawab Manna akhirnya mengalah mencoba berjudi pada hatinya, sambil menatap ke dalam matanya. “Tapi harus ada alasannya.”
Salwa terdiam. Tangannya menggenggam ujung jaket, matanya berkaca.
“Tidak ada alasan. Cuma mau putus.”
Manna mendengus kecil, tapi bukan karena marah, lebih karena tak habis pikir.
“Tidak boleh,” jawab Manna akhirnya. Suaranya datar, tapi di dalamnya tetap dijaganya sisa-sisa keteguhan yang ia kumpulkan dari serpihan hatinya.
“Kenapa tidak boleh, tadi bilang boleh?”
“Karena kalau tidak ada alasan, itu bukan keputusan. Itu pelarian.”
Sunyi menggantung tinggi.
Angin sore menyelinap lewat sela dahan cemara, membawa cericip suara burung.
“Kadang orang tidak butuh alasan untuk pergi,” kata Salwa akhirnya, pelan.
“Dan kadang orang juga tetap bertahan meski tahu alasannya menyakitkan,” balas Manna kali ini tidak mau mengalah.
Keduanya terdiam lagi.
Di titik itu, tak ada yang menang, hanya dua hati yang sedang mencoba saling memahami caranya hancur.
***
Lalu Salwa tersenyum kecil. Senyum yang anehnya lebih mirip menyerah daripada lega.
“Kalau begitu, biar saja aku lari kali ini.”
Kalimat itu seperti mengunci segalanya. Tidak ada yang berteriak, tidak ada air mata yang jatuh.
Hanya dua orang yang sama-sama tahu, kadang yang paling menyakitkan bukan perpisahan, tapi ketenangan yang datang seperti misteri bersamanya.
***
Salwa berdiri. Lalu melangkah pelan.
Manna di belakangnya ingin memanggil, tapi bibirnya cuma terbuka tanpa suara.
Udara di ruangan itu mendadak terasa terlalu luas, seperti memberi jarak yang tidak bisa dijembatani lagi.
"Apakah ada hati lain?" tanya Manna akhirnya tidak bisa menahan diri.
"Itu bukan urusanmu."
"Setidaknya itu bisa jadi sebabnya."
"Itu juga, bukan urusanmu," nada Salwa sedikit ketus.
***
Sejak hari itu, mereka benar-benar tidak pernah bicara lagi.
Bukan karena benci. Tapi karena sudah tidak tahu harus bicara apa.
Mungkin… begitulah akhir dari banyak kisah, bukan karena seseorang berhenti mencintai, tapi karena mereka berusaha menyembuhkan sesuatu yang sudah lama patah.
***
Note: Semoga kalian berdua baik-baik saja sekarang, Kami kuatir jadinya.
Manna, bersabarlah. Mungkin Salwa hanya butuh waktu untuk menyendiri. Bicara dengan hatinya untuk memutuskan jawabannya.