Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Aku tidak bisa mengubur perasaanku begitu saja.
Sebab di hatiku tidak ada tanah. Aku tidak ingin ia kotor.
Semua yang tumbuh di dalam hati kurawat dengan hidroponik.
Kalian bisa menengoknya sesekali. Tempat yang rapi dengan beberapa paralon yang berlubang. Air mengalir tenang di dalamnya. Perasaanku mencuat dari lubangnya.
Sesekali kualirkan pupuk agar mereka tumbuh subur hingga masa panen tiba.
Jadi, jangan beritahu aku untuk mengubur perasaan ini untuknya!
Aku tidak bisa melakukannya seperti apapun berusaha kucoba.
Menenggelamkannya?
Tidak ada air yang cukup dalam dihatiku karena perasaanku padanya telah bersemi terlalu tinggi. Seperti pohon beringin puluhan tahun yang membuatmu merinding ngeri. Tapi terlalu kokoh sehingga tidak mampu ditumbangkan gergaji.
Jangan katakan apapun.
Telah kucoba dengan segala cara untuk menyingkirkan perasaan ini.
Namun, tiga tahun rupanya ia telah berakar sangat dalam. Menjalar ke seluruh hati. Yang bisa tumbuh lagi jika perasaan itu kutebang. Yang mendapat sinar mentari tiap kali melihat senyumnya. Yang mendapat pupuk ketika mendengar suaranya. Meski senyum dan suara itu kini bukan untukku.
Aku hanya bisa terus hidup dengan perasaan itu. Karena jika kucabut ke akar-akarnya, hatiku kian hancur kemudian aku bisa mati.
Namun, membiarkan perasaan itu hidup juga adalah bom waktu. Karena pertumbuhannya tidak manusiawi.
Ia terus-menerus menjalarkan akar semakin kokoh. Menumbuhkan daun-daun baru dengan buah ranum yang tak pernah bisa kupetik. Semakin menyesakkan hati.
Lambat laun ia akan menghalangi pertumbuhan perasaan yang lain dengan monopoli ruang. Hingga ketika hanya tinggal ia yang tumbuh di sana, dinding hatiku ‘kan robek. Akhirnya aku mati juga.
Oh… inikah rasanya simalakama?