Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Misteri
SOMNIA
0
Suka
8
Dibaca

Bukit hijau itu selalu tampak menenangkan, seolah menjadi tempat di mana dunia berhenti berisik sejenak. Angin semilir membawa aroma tanah basah, sementara langit biru tampak membentang luas di atas sana. Di tengah ketenangan itu, seseorang tampak berlari kecil, mendekat ke arah Vinia yang langsung melambaikan tangannya.

"Vinia, kau datang lagi?" tanya seorang gadis yang seumuran dengan Vinia. Suaranya lembut, terdengar akrab seperti seorang teman lama.

Vinia tersenyum, meski dalam hati ia masih bertanya-tanya. "Ya, kurasa aku memang selalu datang ke sini. Entah bagaimana."

Gadis itu tersenyum, kemudian duduk di rerumputan dengan lutut yang dirangkul oleh kedua tangannya. Rambut panjangnya berayun pelan tertiup angin.

"Tunggu. Dari mana kau tahu namaku? Aku tidak ingat pernah memberitahumu."

"Benarkah? Entahlah. Tiba-tiba meluncur begitu saja. Atau mungkin karena aku sering mendengar bagaimana orang tuamu memanggilmu."

"Orang tuaku? Kau mengenal mereka?" gadis itu hanya mengangkat bahu sambil melempar senyumnya.

Vinia mengalihkan pandangannya, menatap langit biru dan rerumputan hijau yang tampak tenang. "Sudah berapa lama kita bertemu?"

"Sekitar satu minggu?"

"Dan aku belum tahu namamu."

Tak hanya tersenyum, kali ini gadis itu mulai terbahak. "Panggil saja aku Somi."

"Aneh sekali aku tidak menanyakan namamu sejak awal. Padahal aku bukan tipe orang yang seperti itu. Sungguh."

Keduanya kini tertawa bersama, bersamaan dengan desir angin yang membelai lembut rambut mereka. Dari hari ke hari, mereka semakin dekat. Banyak hal yang Vinia ceritakan, tentang sekolah, tentang keluarga, bahkan tentang teman-temannya yang kadang menyebalkan. Vinia juga tak ragu menceritakan tentang hal-hal kecil seperti makanan kesukaannya atau lagu yang sedang ia dengarkan.

"Somi, apa kau tidak bosan mendengarku bercerita? Maksudku, kenapa selalu aku yang bercerita tiap kita bertemu? Kenapa kau tidak coba menceritakan sesuatu tentangmu?"

"Aku lebih suka mendengar ceritamu," katanya. "Percayalah, segalanya sangat membosankan. Kau akan langsung tidur begitu aku mulai bercerita."

Meski mendengus kecewa, entah mengapa Vinia tidak bisa memaksanya. Bahkan di pertemuan kali ini, ia pula lah yang terus bercerita.

Suara tawa mereka pecah di antara obrolan yang tak pernah kehabisan topik. Kadang tentang hal-hal sepele yang tiba-tiba terasa penting, kadang tentang cerita masa lalu Vinia yang tiba-tiba jadi lucu kalau diingat sekarang.

Waktu meluncur tanpa mereka sadari. Matahari perlahan turun, mewarnai langit dengan jingga lembut. Baru ketika angin sore mulai membawa hawa dingin, salah satu dari mereka menatap langit dan terkekeh.

"Tidak pernah kita berbincang sampai sore begini," ucap Vinia, masih menatap langit dengan takjub. Ini adalah kali pertama Vinia melihat langit sore yang begitu indah. Warna jingganya persis seperti apa yang ia bayangkan saat membaca novel tentang langit senja. "Somi, kurasa aku harus segera pulang."

Somi mendengus pelan. Perasaan kecewa terdengar jelas di ujung napasnya. Pandangannya pun tertunduk sementara jari-jarinya memainkan rerumputan di dekat kakinya. "Kau beruntung."

Vinia menatapnya heran. "Maksudmu?"

"Kau bisa datang dan pergi sesuka hatimu. Aku iri." Kali ini Somi mendongak menatap Vinia. Tatapannya kuat namun juga terselip ratapan di dalamnya. "Aku iri karena kau masih hidup."

Vinia tersentak. Napasnya memburu, dadanya berdebar tak karuan, dan keringat membasahi pelipisnya. Baru kemudian ia sadar dirinya telah kembali. Tatapannya mulai menyapu setiap sudut ruangan, seakan mencari sesuatu yang memang tak seharusnya ada di sana.

"Somi?" bisiknya pelan. "Apa maksudnya itu?"

Segala pikiran terus berputar di kepalanya, berulang seperti gema yang tak kunjung reda, terutama kalimat terakhir yang Somi lontarkan sebelum Vinia terbangun dari mimpinya.

Vinia menyibakkan selimut dengan gerakan gelisah, lalu perlahan turun dari tempat tidur. Kakinya melangkah mondar-mandir di lantai kamar yang dingin, seolah mencari jawaban di antara bayangan dan cahaya lampu yang temaram. Di kepalanya, pertanyaan terus berputar tanpa henti. Apakah Somi akan dengan sukarela menjelaskan maksudnya, atau justru ia sendiri harus memaksa untuk kembali tidur dan segera menuntut penjelasan?

"Jika aku mencoba tidur lagi, apa aku bisa mendapat jawaban?"

Sesekali ia menatap tempat tidurnya dengan ragu. Hatinya ingin tahu, tapi entah mengapa ada pula perasaan takut pada apa yang mungkin menantinya di mimpi itu.

"Nia!" Ketukan di pintu menyusul panggilan dari ibunya, memecah keheningan dan menghentikan perdebatan yang terus bergema di dalam benaknya. "Sarapan dulu, Nak. Sebentar lagi kita harus bersiap-siap mengunjungi pemilik rumah ini."

Vinia menarik napas panjang, mencoba menenangkan sisa kegelisahan yang belum sepenuhnya pergi. Ia berjalan menuju meja rias, menyisir rambutnya yang masih kusut. Satu per satu helai rambut ia rapikan dengan gerakan lambat, seolah setiap sapuan sisir bisa meredakan pikiran yang kusut di kepalanya.

Ia pun merapikan piyama yang sedikit terlipat di bagian kerah, menepuk-nepuk lipatan kainnya sebelum melangkah menuju pintu. Di antara langkahnya, ia melewati cermin besar yang menempel di dinding kamar. Cermin itu sudah ada di sana bahkan sebelum keluarganya menempati rumah ini.

Sesaat pantulan dirinya tampak biasa saja. Wajahnya yang pucat, rambut yang terurai, serta mata yang masih menyimpan sisa kantuk. Namun di balik pantulan itu, jika saja ia memperhatikannya dengan lebih teliti, ia bisa melihat siluet lain yang tak asing. Seorang gadis tengah berdiri di dalam bayangan, matanya mengikuti setiap gerak-gerik Vinia.

Vinia tak menyadarinya. Ia hanya sempat menatap sekilas pantulan dirinya, lalu melangkah keluar menuju ruang makan. Ia meninggalkan sosok gadis yang kini menempelkan telapak tangannya ke permukaan kaca, seolah berusaha menembus batas tipis yang memisahkan dua dunia.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Misteri
Flash
SOMNIA
Bie Farida
Novel
FIRASAT
Rara
Flash
Singgah
hyu
Novel
Alif Lam Mim
Zainur Rifky
Cerpen
Bronze
Sandro
Sri Wintala Achmad
Cerpen
Bronze
Pelaku
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Kasur Basah
Hekto Kopter
Cerpen
Pesan Cinta dari Semesta
adinda pratiwi
Flash
Penaka Dongeng
Yuli Harahap
Cerpen
RENCANA TERAKHIR
Setiyarini
Flash
Bronze
Interogasi
Bakasai
Skrip Film
Big Mouth (Script)
Jeffry D. Kurniawan
Flash
Klarifikasi
Syifaanur Al Fitria
Cerpen
Saranggola
Chesar Kurniawan
Novel
MISTIS & MEDIS
Linda Fadilah
Rekomendasi
Flash
SOMNIA
Bie Farida
Flash
KUKEMBALIKAN SAYAP INDAHMU
Bie Farida
Cerpen
LOVENGE
Bie Farida
Cerpen
MELODEATH: COMA
Bie Farida
Cerpen
LUKA BERNAMA ZEA
Bie Farida
Flash
DESTINY OF US
Bie Farida