Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"Kamu gak capek kita kayak gini terus?" Tanyaku pada lelaki diujung telefon setelah kami berdua diam beberapa menit lamanya. Ia adalah kekasihku. Kami menjalin hubungan sudah hampir satu tahun.
"Capek apanya? Kita kan baik-baik saja. Bertengkar juga tidak"
"Baik-baik saja??" Aku sedikit meninggikan suaraku.
Aku dapat mendengarnya menghela nafas, seakan sudah lelah dengan pembicaraan tak berujung ini.
"Aku tau kau jalan dengan gadis lain disana! Aku tidak bodoh!" Lanjutku dengan sedikit membentak.
"Sudah kubilang jangan dengarkan perkataan orang lain, kamu ini kenapa sih??"
"Kau fikir aku tidak tau apa yang kamu lakukan walau kita ada di kota yang berbeda?"
"Oh ayolah! Aku kerja disini, bukan cari pacar baru!" Jawabnya dengan nada dingin.
"Aku tau, karena itu disini aku berfikir bahwa disana kau berjuang untuk kita. Tapi kau pembohong! Aku punya buktinya!"
"Hah!! Sayang? Darimana kau.... Tunggu..."
Aku diam mendengar ia kebingungan sendiri. Setelah kukirimkan foto ia dengan wanita lain.
"Aku berkunjung kesana waktu itu, saat kau jalan dengannya. Tidak! kita memang ada di kota yang sama saat ini"
"Sebentar, kamu dimana? Aku akan menemuimu, akan kujelaskan semuanya padamu"
"Terlambat, Nif!" Ucapku pelan. Perasaan lelah, marah, kecewa kini bercampur jadi satu.
"Sekarang aku tau kenapa kau hampir tak pernah mengangkat telfonku, kau sulit dihubungi, bukan karena pekerjaan atau apapun, kau memang tinggal serumah dengan kekasihmu!"
"Tidak sayang, jangan bicara sembarangan! Buktinya sekarang aku bisa berbicara denganmu!"
"Kau tidak akan kembali menelfonku jika aku tidak mengirim pesan untuk berpisah. Iya kan?"
"Sayang, bukan begitu"
"Nif, aku sudah cukup merasa sakit saat kau tak bisa kuhubungi. Padahal kau tau kunci hubungan jarak jauh seperti kita hanyalah komunikasi. Tapi bahkan kau tak bisa memberikan itu padaku"
"Sayang, kau salah paham" Ia menyela.
"Dan kini jadi lebih sakit saat tau kau bahkan tinggal serumah dengan wanita lain tanpa tau apa status kalian"
"Sayang, aku akan menjelaskan semuanya padamu"
"Tidak perlu, bukan sekali dua kali aku berusaha menemuimu dan kau selalu bilang sibuk"
"Sayang!!"
"Ini bukan sekali dua kali, Nif! Dan aku bukan sayangmu lagi" ucapku mencoba menahan tangis perpisahan ini.
"Aku minta maaf, aku salah. Aku akan memperbaiki semunya, aku janji. Kali ini aku tidak akan mengecewakanmu" jawabnya.
"Kau ingat bunga yang kau beri padaku?" Kataku sambil menyeka airmataku yang mulai mengalir.
"Aku menyimpannya sampai saat ini. Tapi, bunganya sudah layu. Jika aku ibarat bunga itu, perasaanku juga sudah layu dan busuk."
"Sayang kumohon!!"
"Tidak ada yg bertahan selamanya, seperti perasaanmu padaku saat ini, juga perasaanku padamu, aku sudah lelah bertahan, dan berjuang sendirian. Sekarang biarkan perasaan kita mati begitu saja. Tinggalkan diujung dan biarkan membusuk"
"Kita bisa mencobanya lagi, kumohon! Kau salah paham!"
"Keluarlah, Nif"
Hening. Dan dari tempat ku duduk disudut cafe, aku tetap tak melihat orang yang harusnya keluar dari sana.
"Kau pembohong, tak ada dimanapun!" Kudengar jawaban dari ujung telefon.
"Kau bahkan tetap tak berusah sebaik mungkin untuk mempertahankanku. Sekarang aku tau bahwa apa yang aku lakukan benar. Nif, kita selesai"
Kumatikan telfon secara sepihak, menundukkan kepalaku, melindungi tangisku yang pecah. Bagimanapun juga tak ada yang baik-baik saja setelah putus cinta.