Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Bayangan di Lorong Sekolah
By: Haris Hidayat
Jam dinding menunjukkan pukul sembilan malam ketika Nisa menyelinap masuk ke sekolah yang sudah gelap. Hujan baru saja berhenti, meninggalkan aroma tanah basah yang merayap ke dalam lorong. Ia hanya ingin mengambil buku catatannya yang tertinggal di kelas. Tidak lebih dari lima menit, pikirnya.
Lorong sekolah terasa berbeda di malam hari. Lampu neon berkedip, menimbulkan suara tik... tik... tik... seperti napas yang tak sabar. Di ujung lorong, Nisa teringat ucapan satpam sore tadi, “Sekolah ini nggak suka kalau ada yang datang setelah gelap.” Ia menertawakannya waktu itu. Tapi kini, entah mengapa, dadanya mulai terasa berat.
Buku itu tergeletak rapi di atas mejanya. Ia menghela napas lega—sampai matanya menangkap sesuatu di papan tulis. Ada bayangan berdiri di sana. Bayangan yang seharusnya miliknya, tapi tidak bergerak.
Nisa mencoba melangkah mundur. Bayangan itu tetap diam, lalu... menoleh. Tubuh Nisa membeku. Ia bisa melihat wajahnya sendiri di sana, tapi tanpa mata, hanya dua lubang hitam yang meneteskan sesuatu seperti tinta.
Lampu di kelas padam. Nisa menjerit, berlari ke pintu, tapi terkunci. Ia menghantam kaca jendela, berharap ada yang mendengar. Dalam pantulan kaca, ia melihat dirinya sendiri berdiri di belakangnya—atau sesuatu yang tampak seperti dirinya.
Keesokan paginya, ruang kelas itu kosong. Di papan tulis tertulis satu kalimat dengan kapur putih:
“Sekolah ini tidak suka kalau ada yang datang setelah gelap.”