Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Kelas yang sunyi mendadak riuh rendah oleh bisik para murid. Untungnya guru yang mengajar tengah keluar.
Dari bangku paling belakang, Helena diam-diam resah. Berusaha keras diaturnya degup jantung dan napas tetap dalam ritme normal.
Ini semua gara-gara ibu. Tadi pagi ibu bersikeras agar Helena menghabiskan dua butir telur rebus untuk sarapan. Padahal Helena cuma sarapan telur rebus kalau sekolah libur saja. Tapi pagi ini terpaksa Helena makan itu karena ibu tidak memberinya uang saku.
Perut Helena mulai bereaksi ketika guru Sains pergi untuk mengambil proyektor di ruang guru. Helena tidak bisa menahannya. Perutnya terlalu sakit. Dia sempat lega setelah udara yang terkurung di perutnya terlepas tanpa suara.
Namun, beberapa murid mulai menutup hidung dan berbisik dengan sesama.
“Siapa, sih?”
“Bau banget, ya, Lord!”
“Ini mah kawah gunung!”
Jemari Helena menggenggam erat buku teks Sains Kelas IX di laci meja. Setengah mati dia berdoa agar teman-temannya tidak tahu siapa penebar gas memuakkan itu.
Ketika murid-murid di bangku depan saling tuduh, telinga Helena sudah terasa panas. Helena terpejam bersiap dipermalukan seisi kelas jika ketahuan.
“Kentut itu sehat!” seru seorang cowok yang duduk di pojok belakang. Dia membuka jendela kelas lebar-lebar.
Semua murid tertawa begitu cowok itu menyelesaikan kalimatnya. Tidak ada lagi yang bersuara sumbang.
Helena mengembuskan napas lega pelan. Udara kelas yang penuh intimidasi berubah penuh kelakar dan semua murid kembali dengan kesibukannya mengisi soal.
Diam-diam Helena memperhatikan cowok di pojok yang kini tengah menggaruk tengkuk sambil berpikir. Wajahnya serius. Sesekali bibirnya bergerak-gerak membaca soal. Dia adalah Corey, si juara kelas.
Corey ganteng juga kalo lagi gitu. pikir Helena. Diam-diam hatinya bergetar. Cowok itu telah menyelamatkannya.
Dan kalau ada kesempatan, Helena berdoa pada Tuhan untuk membalas kebaikan cowok yang kemarin kepergok merokok bareng geng Naser itu.