Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Tubuhku bergetar.
Ada sesuatu yang mengetuk dari dalam. Keras, berulang, tak mau berhenti. Detak jantungku berubah jadi sirine; merah, menyala, meraung di lorong-lorong daging. Aku rasa, kalau aku buka kulitku sekarang, yang keluar bukan darah. Tapi kobaran.
Setiap helaan napas terasa seperti bensin yang disiram ke bara. Aku mencoba diam, tapi diam justru memantulkan suara itu lebih keras.
Kota di dalam tubuhku terbakar.
Jalan-jalan kecil di dadaku penuh teriakan yang tak punya kata, lampu-lampu rusak berkelip seperti mata yang kehabisan tidur.
Aku ingin berteriak, tapi tak ada mulut.
Suara itu berputar di rongga dada, memantul di tulang, menggigit dari dalam.
Amarah ini bukan ingin menghancurkan dunia—ia hanya ingin didengar.
Tapi siapa yang mau mendengar sesuatu yang tak punya bentuk?
Kulitku terasa seperti aspal di siang bolong—mendidih, bergetar, siap pecah.
Aku menggenggam udara, berharap ada yang bisa kuhancurkan, tapi yang luluh cuma diriku sendiri.
Sirine itu terus berputar.
Dan di antara kebisingannya, aku tahu: tubuhku sedang menjerit karena jiwaku tak lagi bicara.