Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
“Jangan lupa ya Ton. Kotak kue itu kasih dan bagikan ke teman di kelasmu,” ucap ibu sebelum aku pamit ke sekolah.
“Iya bu, nanti aku bagi ke yang lain.” lalu aku berangkat dengan sepada gunung yang aku beli dari hasil membantu ibu berjualan.
Dalam mengayuh sepeda, aku memikirkan jawaban dari PR matematika yang baru aku selesaikan tadi malam. Benar atau salah? Sungguh hanya keraguan yang tertancap di hati. Namun yang pasti, 5 soal rumit itu sudah aku kerjakan.
Aku sampai sekolah 20 menit sebelum kelas dimulai. Saatku memasuki ruang belajar, beberapa anak terlihat seperti sedang melakukan hal yang tak santai. Mereka melingkar di dua baring terakhir dari susunan bangku di kelas. Ternyata, PR mereka belum selesai.
“Ya ampun, belum selesai?” kataku pada mereka.
“Belum Ton, pusing banget gue. Kata Sandra, ini soal bakal ibu bahas. Gue takut disuruh jelasin ke depan nih.” Ucap Dicky.
Aku menggelengkan kepala. Mengapa mereka tidak menyempatkan diri melihat YouTube untuk menyelesaikan soal ini? Tapi yang jelas, nasi sudah menjadi bubur. Mereka tidak selesai dan perlu menyelesaikannya. Karena paling tidak, memang harus seperti itu.
Bel berbunyi kencang. Para siswa berbaris kembali keluar kelas untuk berbaris sejenak. Tak lama kemudian, mereka kembali ke kursi masing-masing.
“Siap, Grak! Sikap beri salam,” ucapku memimpin rutinitas pagi.
“ Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,”
Suasana kembali hening. Beberapa orang terlihat dengan wajah tegang. Namun 20 menit berlalu, tidak ada tanda guru sedang dalam perjalanan ke kelas.
Namun tiba-tiba, sebuah kabar dari surga untuk mereka yang belum selesai PRnya telah datang. Melalui Grup kelas, ibu Chindy sebagai guru yang memberikan PR matematika itu harus absen karena sakit types.
“Selamat pagi anak-anak, maaf hari ini ibu sakit dan harus periksa. Silahkan kalian lanjutkan jam pelajaran ibu untuk hal bermanfaat. Have a nice day!”
Hening itu terkonversi menjadi sorak bahagia. Para anak yang tadi melingkar merayakannya seperti sudah menang perang melawan penjajah.
“Yeyeye, akhirnya Tuhan menjawab doaku,”
“Asik, bisa mabar nih! Yuk ah,”
Namun tiba-tiba, teringatku sebuah kotak yang ibu berikan untuk teman-teman. Aku mengambilnya lalu membuka isi kotak itu.
“Apa ya ini?”
Dan ternyata, beberapa mini kue pie bertumpuk. Sekilas dalam hitunganku, jumlahnya 30. Lebih 5 dari murid di kelas yang hanya ada 25. Laluku panggil semua yang ada di kelas untuk memakannya.
“Siapa yang mau nii?”
Semua melirik, menyerbu kotak dengan makanan orange itu.
Namun setelahku pikir-pikir, apakah ibu peramal? Kue pie ini makanan penutup, di makan setelah hidangan pembuka dan utama. Tapi hari yang tadinya akan rumit ini hilang, dia berakhir bersamaan kue pie yang baru saja habis dilahap teman-teman.~