Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Seperti biasa, aku bekerja hingga larut malam. Tapi malam ini, aku kerja lembur karena pekerjaan begitu menumpuk. Aku bisa saja menyelesaikannya di rumah, tapi laptopku sedang diservis dan butuh sebulan untuk memperbaikinya.
“Pekerjaanmu belum selesai juga ya?”
“Belum.” Jawabku.
Helena lalu berpamitan pulang padaku. Kini aku sendirian saja di sini. Sesekali petugas kebersihan dan karyawan lembur lainnya lewat. Sekarang, aku pastikan hanya mobilku saja yang berada di parkiran, wajar saja, hanya aku sendiri di sini.
Malam semakin larut. Wifi di kantorku menyala 24 jam, jadi aku bisa bebas menonton video lucu di You Tube untuk beristirahat, dan aku juga membuka akun Facebook-ku, sekedar membalas pesan dari temanku yang juga belum tidur.
“Kapan selesainya?”
Ada seratus lembar kertas berisi data yang harus dimasukkan. Gila ya? Harusnya mereka memberiku filenya saja, tapi berbagai alasan turun dan aku, ah sudahlah, dua lembar lagi saja, dan aku akan pulang.
Tik. Tik. Tik. Suara ketikan menjadi irama tersendiri bagiku, tapi aku mulai menyetel lagu Adele dari koleksiku.
“Hello, it’s me..”
“Eh?”
Ada email masuk.
@asdfghjkl666
“Hai.”
Selama beberapa detik aku menatap layar komputerku. Siapa sih? Iseng sekali, dan bagaimana dia tahu emailku?
@handsome_danny30
“Siapa kau?”
@asdfghjkl666
“Orang kesepian.”
@handsome_danny30
“Aku tak tahu kau siapa, jangan mengangguku!”
@asdfghjkl666
“Aku tahu kau sedang lembur.”
Aku mulai terpancing. Siapa sih dia? Penjaga CCTV?
@handsome_danny30
“Aku mau tidur!”
@asdfghjkl666
“Ha? Bukankah kau sedang mengurusi data perusahaan yang berlembar-lembar itu ya?”
@handsome_danny30
“Siapa kau?”
@asdfghjkl666
“Ayolah, aku butuh teman di neraka...”
Cuih! Ke neraka kok ngajak-ngajak? Enak saja!
@handsome_danny30
“Neraka? Siapa kau? Iblis? Hahaha..”
@asdfghjkl666
“Dengar ya, aku akan mengajakmu!”
Aku mulai bingung. Daripada membalas email ini, aku membereskan mejaku dan pulang. Saat di parkiran, sesuai dugaanku, hanya ada mobilku saja. Lalu aku pun akan memasuki mobil.
“Hei.”
Aku menoleh. Seorang pria berpakaian hitam dan berbau aneh memanggilku.
“Siapa kau?”
“Kau Danny ya?”
“Ya, tapi kau siapa?”
“Perkenalkan, aku si pengirim email neraka.”
Aku tertegun, jadi dia pengirimnya.
“Kau si 666 itu ya?”
“Tentu, dan aku sudah berjanji akan mengajakmu ke neraka.”
Ia mengeluarkan pisau dan mulai mengejarku. Secepat kilat aku berlari meninggalkan mobilku. Ia juga mengejarku.
“Ayo ke neraka hahaha..”
Duk. Aku tersandung batu. Sial!
“Aku melihatmu.”
Aku pun bangkit dan menuju pos polisi terdekat. Sayang sekali, saat aku tiba, pos itu dalam keadaan kosong. Dan aku makin terkejut saat aku melihat mereka tergeletak tak bernyawa di bawah meja.
“Ayo ikut aku.”
Sial! Orang itu rupanya sudah menjebakku. Yaampun! Aku tak akan bisa berlari semalaman. Lalu aku menelepon temanku.
“Sean!”
“Ha? Ada apa? Kau belum tidur ya?”
“Kau dimana?!”
“Menonton film dengan istriku, kenapa?”
“Tolong aku!”
“Apa yang terjadi? Kau terdengar panik begitu?”
“Menonton film di mana kau?”
“Rumah.”
“Bagus, ada berapa orang di sana?”
“Hanya kami berdua.”
“Baik, ungsikan Jessy ke rumah tetangga, dan kita hadapi psikopat itu bersama!”
“Psikopat?! Kau bercanda ya? Kau..”
Aku mematikan teleponku. Dan terus berlari.
“Mau kemana kau? Hahaha..”
Duh, kakiku mulai lemas.
Bruk.
“Kau terjatuh lagi.”
“Hah..hah..hah..”
“Ayo kita mulai ritualnya.”
“K..kau hah..hah..kau yakin me..milihku?”
“Kau masih perjaka kan?”
“Tidak. Aku pernah tidur dengan wanita.”
“Siapa? Ibumu? Ayolah aku sudah pernah mendapat tipuan semacam itu.”
Ia mengeluarkan pisaunya dan mulutnya mengucapkan sesuatu, aku rasa mantra. Oh tidak! Tubuhku semakin lemas, ia menyayat nadiku.
“Puji keabadian!”
Ia berniat menghisap darahku. Aku rasa aku akan berakhir di sini. Tapi, benda apa itu? Ia menaruh pisaunya!
“Heah!”
Jleb! Aku menusuknya. Ia lalu tumbang begitu saja. Tubuhku makin lemas, lalu aku mengikat lukaku, dan dengan sekuat tenaga aku berlari ke rumah sakit. Lalu semua gelap.
“Danny?”
Aku membuka mataku. Dan nampaklah Sean dan Jessy.
“Untung kau membawa ponselmu. Aku dihubungi rumah sakit kalau kau terluka, yaampun maaf aku tidak percaya omonganmu.”
“Tidak apa-apa.”
“Apa ia masih berkeliaran?”
“Tidak. Tidak akan pernah.”
Tamat.