Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Misteri
Who is the real Monster?
0
Suka
3
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Aku menatapnya yang terkurung dalam kesendirian, di dalam kamar bercat putih itu. Tidak ada dosa yang ia perbuat. Tidak ada kesalahan yang ia lakukan. Ia hanya kehilangan kendali atas kekuatan besar yang ada dalam dirinya. Bahkan hilang kendalinya pun belum sampai membahayakan siapapun.

Aku tidak tahu apa yang terjadi hari itu. Aku hanya mendengar dari tetua fraksiku, bahwa saat ia sedang bertarung melawan siluman pemakan daging manusia itu, ia kehilangan kendali di akhir, dan hampir mencelakai teman satu teamnya. Hampir, ia berhasil mengendalikan dirinya sebelum ia benar-benar mencelakai temannya.

Namanya Jihun, ia adalah anggota petarung di desa ini. Sementara aku adalah anggota fraksi penyelamat dari ibu kota. Aku dan beberapa rekanku ditugaskan pergi ke desa ini, karena mendengar jika Jihun yang memiliki kekuatan besar itu justru dikucilkan oleh warga. Temannya yang bernama Naren yang melapor pada kami. Orang yang sama yang hampir dicelakai oleh Jihun. Naren cukup mengenal Jihun, saat Jihun hampir mencelakainya pun ia tahu jika itu bukanlah kesengajaan atau suatu masalah yang seharusnya tidak dibesarkan.

Karena semua warga, termasuk tetua desa sepakat untuk mengucilkan, kemudian membuang Jihun, masalah ini menjadi serius. Bagi fraksi penyelamat, Jihun adalah kekuatan besar yang bisa kami gunakan sebagai senjata. Maka dengan membuangnya begitu saja, itu sama halnya membuang barang berharga.

Saat fraksi kami datang, Jihun sangat tidak menyukainya. Tentunya karena ia tahu jika kami hanya melihatnya sebagai sebuah benda. Bukan manusia yang memiliki perasaan. Namun sebenarnya kami tidak seburuk itu. Walaupun benar kami lebih terkesan melihatnya demikian, namun kami berperasaan. Melihatnya terkurung dalam kamar pribadinya, tanpa bisa keluar dari sana secara bebas, membuat kami merasakan rasa frustasi yang menumpuk dalam dirinya.

“Jihun-a, ayo kita bicarakan rencana yang mungkin bisa menolongmu. Kamu juga bebas mengajukan beberapa syarat. Kamu tidak ingin terkurung seperti ini selamanya kan?” aku membujuknya entah sudah berapa kali. Melongoknya yang sedang terbaring di kasurnya. Punggungnya yang lebar itu menatapku.

Para petarung di desa itu tinggal dalam satu rumah yang cukup besar. Sejak kejadian hari itu, Naren berusaha untuk membujuk tetua desa untuk tidak mengganggu Jihun sampai kami datang. Dan berjanji tidak membiarkan Jihun keluar dari rumah. Jadilah Jihun terkucilkan di sana, di dalam kamarnya.

Aku memberanikan diri untuk masuk ke dalam kamar serba putih itu, mendekatinya. Tanganku hati-hati memegang bahunya yang tampak terluka, bukan luka fisik, tapi luka hati. Ia pasti sedang membenci dirinya sendiri.

“Ayo kita bicarakan jalan keluarnya. Kau tidak bisa berakhir seperti ini,” aku bicara hati-hati.

“Kalian hanya akan memperlakukanku sebagai alat bukan?” suaranya serak.

“Jikapun demikian, bukankah lebih baik daripada hanya berbaring di kasur sepanjang waktu? Sampai kapan? Bukankah yang kau lakukan selama ini juga seperti itu? Menjadi alat perang untuk melindungi desa. Setelah kau dirasa tidak berguna, mereka mencacimu. Ingin membuangmu. Bukankah sama saja?”

Hening. Bunyi kepak sayap peri yang berterbangan mengelilingi sebuah pohon suci mengisi kesunyian. Dari jendela kamar Jihun, aku bisa melihat pohon suci itu. Tidak ada warna lain selain putih, dari akar hingga daunnya. Warna-warni para peri yang membuatnya tampak indah.

“Jihun-a, tidak ada orang lain yang bisa membuatmu merasa baik kecuali dirimu sendiri. Kau berharap apa dari orang lain? Hanya kau yang memiliki kendali atas apa yang sedang dan akan menimpamu. Atas apa yang sedang dan akan kau rasakan. Atas sedih dan senang yang bisa kau nikmati. Peluang itu bisa datang dalam bentuk apapun. Entah dalam bentuk api atau air. Terang atau hujan. Semua tergantung caramu melihatnya.”

Ia mulai beranjak duduk. Untuk pertama kalinya, aku menatap wajahnya. Mata kecil itu seperti kehilangan cahaya. Ia menghela nafas.

“Kau sudah pernah melihat camp pelatihan di ibu kota? Atau pernah membayangkannya?” aku bertanya.

Ia menggeleng. Aku baru menyadari jika wajahnya cukup imut untuk postur tubuhnya yang kekar.

“Di sana, mereka akan melihatmu dengan cara yang keren. Percayalah!”

Setelah itu, malamnya, Jihun mau duduk di ruang keluarga di rumah itu. Rundingan singkat bersama fraksi kami. Tidak ada hal spesial, kami hanya menjelaskan jika Jihun akan pergi ke camp pelatihan ibu kota, tinggal di sana, dan menjalani kehidupan baru sebagai anggota petarung ibu kota. Rundingan singkat itu dilakukan bersama para petarung lain yang juga tinggal di rumah itu.

Pagi harinya, aku berkeliling desa, melihat desa yang sepertinya sedang sekarat. Entah apa yang difikirkan oleh tetua desa.

Saat kembali ke rumah, aku bertanya pada Jihun, “Kenapa jaring penutupnya dibuat berbeda-beda?”

Desa ini tertutup oleh kubah jaring yang dibuat oleh para warga. Kubah jaringnya setinggi atap rumah. Beberapa lorong ada yang memakai kubah terpal coklat, membuat warga yang tinggal di sana tidak bisa melihat matahari sama sekali.

 Di atas rumah yang ditinggali para petarung dan beberapa rumah di sekitarnya, penutupnya hanyalah jaring putih dengan rongga yang kecil seperti kelambu. Namun terbuat dari material yang kokoh.

Bayangkanlah, satu desa ini tinggal di dalam sebuah kubah. Kubah itu tepat dibuat setinggi atap rumah warga. Menempel pada genting rumah. Hanya setinggi itu. Bentuknya tidak simetris karena beberapa rumah ada yang memiliki 2 lantai dan sebagian lagi hanya satu lantai. Juga material kubahnya berbeda-beda di setiap lorong perkampungan. Mungkin ketika dilihat dari atas sana, desa ini seperti tertutup kain kumal penuh tambalan.

“Di belakang rumah ini hutan, tentunya kami semua membutuhkan energi dari tumbuhan untuk bertahan hidup. Itulah mengapa penutupnya dibuat dengan material yang berongga dan berwarna putih, agar mendapat cahaya. Di sisi lain desa,” Jihun menunjuk arah perkampungan yang tertutup kain terpal coklat. “Di sana mataharinya cukup menyengat, dan jaraknya jauh dari hutan, jadi mereka menutupnya menggunakan material yang gelap.”

“Untuk apa penutup ini?”

“Ada serangga terbang seperti nyamuk, namun besarnya seperti para peri, menyerang desa ini. Jumlahnya sangat banyak, kami tidak bisa mengatasinya. Akhirnya penutup ini menjadi solusi.”

“Hermon,” itu adalah nama serangga tersebut, besarnya sekitar 15cm. Tidak berbahaya jika hanya satu. Namun mematikan jika jumlahnya banyak. Orang yang digigit akan kehabisan darah.

Aku menyibak rambut panjangku. “Kau tahu masalah besar yang dimiliki desa ini? Tidak ada setidaknya satu orang yang bisa mengendalikan dan membaca alam. Sebenarnya Hermon adalah makanan pohon suci. Tanpa hermon, pohon suci itu akan mati, beserta para peri. Kemudian semua warga di sini. Lucu sekali. Tetua desamu cukup bodoh.”

Jihun menatapku intens, entah apa yang ia fikirkan.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Misteri
Flash
Who is the real Monster?
Via S Kim
Novel
Gold
Sang Peramal
Noura Publishing
Cerpen
Perempuan Setengah Gila
Sofa Nurul
Flash
Sang Rembulan
Dhea FB
Flash
Bronze
PASANG
Ri(n)Jani
Cerpen
Bronze
Pelaku
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Maut di Kali Loning
Titin Widyawati
Flash
BUKU CATATAN HITAM
Deswara Syanjaya
Cerpen
Bronze
Kamar 304
Farlan Nuhril
Skrip Film
RESITAL HUJAN (SCRIPT)
Mashdar Zainal
Cerpen
Bronze
Lelaki Yang Tersesat Dalam Imajinasi
Drs. Eriyadi Budiman (sesuai KTP)
Cerpen
Bronze
Setelah Tersambar Petir
Drs. Eriyadi Budiman (sesuai KTP)
Flash
Bronze
Promise
mahes.varaa
Cerpen
Bronze
Misunderstanding
Aijin Isbatikah
Novel
Buddha
Kirana Aisyah
Rekomendasi
Flash
Who is the real Monster?
Via S Kim
Flash
KOPIKU DINGIN
Via S Kim
Flash
Who is the Killer?
Via S Kim
Flash
In My New World
Via S Kim
Flash
Who Is?
Via S Kim
Flash
ABOUT US 'Beautiful Goodbye'
Via S Kim
Flash
Demon Hunter
Via S Kim
Novel
I'm Sorry...
Via S Kim
Flash
Kebetulan
Via S Kim
Novel
Bronze
Never Come Back
Via S Kim
Novel
Bronze
The Virtual World
Via S Kim
Flash
MAWAR DARAH
Via S Kim
Novel
Bronze
BACKLIGHT
Via S Kim
Flash
Is About Communication
Via S Kim
Flash
Telah Pergi
Via S Kim