Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Dita dan Arman baru saja pendekatan. Ya, sudah lama Dita menyukai Arman dan kebetulan Arman juga mempunyai rasa yang sama. Di kantor, semua orang tahu mereka menjalin hubungan walau belum jadian.
"Man, nanti malam bisa nggak makan bareng aku?" Dita berinisiatif mengajak kencan Arman. Baginya, perempuan mengajak laki-laki makan duluan tidaklah salah. Namanya juga emansipasi wanita.
Arman menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Waduh, aku nggak bisa, Dit, " jawab Arman. "Aku ada acara keluarga."
Mendengar jawaban Arman, Dita sedikit kecewa. Perempuan berkuncir satu itu menghela napas kecil. "Oke. Kapan-kapan, ya?"
Arman mengangguk antusias.
Malamnya Dita, melihat-lihat status WhatsApp. Tak sengaja dia melihat status Melia yang sedang makan bersama laki-laki. Beberapa kali Dita memandangi status tersebut. Alangkah terkejutnya dia melihat yang bersama Melia adalah Arman. Jantung Dita seolah terhenti. Rasa sesak langsung menyerang dirinya. Perempuan itu menangis. Dia tidak percaya Arman tega membohonginya.
"Kenapa sih kamu tega bohongin aku?"
Dita sangat marah. Besok dia akan meminta klarifikasi dari Arman dan Melia.
***
Saat istirahat tiba, Dita langsung menghampiri Melia yang sedang duduk santai di lobi kantor. Dita mendekati Melia, dan duduk di sebelahnya. Kesabaran Dita sudah mau habis, tapi dia berusaha tidak emosi meledak-ledak.
"Mel, kenapa kamu tega sama aku?" Dada Dita rasanya sesak saat mengucapkan kalimat itu. Rasanya hampir mati.
Melia menaikkan alis. "Oh, yang aku makan sama Arman, ya?" Melia menyedekapkan kedua tangan. "Orang Arman yang ajak aku."
Jawaban tanpa dosa Melia membuat Dita semakin hancur sekaligus kesal. Dita kesal dengan Arman yang membohonginya, sedang terhadap Melia kesal karena satu kantor pun tahu Arman dengan Dita sedang dekat, kenapa Melia malah mau menerima ajakan Arman.
"Kalian tuh sama-sama cocok, jadian aja." Dita berdiri, lalu menatap Melia dengan tatapan tajam. Bersamaan dengan itu Arman muncul.
"Maafin aku, Dit, aku nggak ada maksud jahatin kamu." Arman menatap Dita dengan iba.
"Sekarang aku sadar, laki-laki itu simple, kalau kita orang yang dia mau pasti akan inisiatif, " jawab Dita, datar.
Setelah mengucapkan kata itu, dia berlalu begitu saja.
Setelah kejadian itu, Dita tidak pernah lagi bertegur sapa pada Arman maupun Melia. Rasa sakit hatinya masih tetap ada walau Arman dan Melia mencoba meminta maaf. Bukan Dita dendam, tapi rasa sakit hati dikhianati lebih sakit dari apapun. Dita sudah memaafkan, tapi malas berurusan