Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Tiga tahun terakhir, Rio selalu menyiapkan tarian hip-hop khusus untuk reuni sekolahnya. Tapi yang aneh, tak pernah sekali pun tarian itu ditampilkan. Ia berlatih berminggu-minggu, lalu datang ke acara itu… dan pulang tanpa pernah naik panggung.
“Lo masih aja latihan gerakan ini?” goda Haidar, menirukan dengan gerakan kaku.
Rio terkekeh. “Gue bikin tarian ini buat seseorang. Dua reuni kemarin dia nggak datang. Semoga kali ini beda.”
“Cewek?” tebak Haidar.
Rio mengangguk, lalu tersenyum samar. “Dulu dia adik kelas gue. Waktu semua orang ngetawain, cuma dia yang bilang tarian gue keren. Dari situ gue jadi suka… dan janji bakal bikin tarian baru khusus buat dia.”
“Lo masih suka sama dia?”
Rio terdiam, lalu meneguk air mineral. “Dulu. Sekarang sih nggak berani.”
“Kenapa?”
Rio menghela nafas. “Dia udah jadi istri orang.”
“Tau dari mana lo kalau dia udah nikah?”
“Ya... gue pernah nggak sengaja ketemu dia sebelum acara reuni tiga tahun lalu. Gue liat perutnya udah segede ini.” Rio memberi isyarat dengan dua tangan yang membentuk lengkungan di depan perutnya. “Apa lagi itu namanya kalau bukan hamil?”
“Cacingan,” jawab Haidar usil, sambil ngakak.
Rio ikut tertawa. “Cacingan palalo! Dia emang udah nikah, tau. Sama teman satu letting gue juga, cuma beda kelas.”
“Trus kenapa sok-sokan mau nyiapin tarian spesial buat dia? Awas baper. Bahaya.”
Rio diam. Matanya menatap lantai. Lama.
“Gue udah janji… waktu itu dia bilang pengen liat tarian terbaru gue.”
Haidar mengangkat alis. “Reuni sekolah lo malam ini kan? Good luck deh. Kalau acaranya kelar, ntar gue jemput.”
Rio mengangguk. “Thanks Dar.”
***
Malam reuni, aula penuh nostalgia. Rio duduk di kursi belakang, menunggu setiap pintu terbuka. Satu per satu wajah lama bermunculan, tapi bukan wajah itu. Lagu demi lagu, acara demi acara, sampai akhirnya reuni berakhir.
Rio menarik napas panjang. Janjinya lagi-lagi tak tersampaikan.
Tak jauh darinya, dua alumni bercakap lirih.
“Nggak kerasa ya, Boy. Udah tiga tahun. Lo tegar banget… kehilangan Syifa dan bayinya pasti berat. Musibah kecelakaan... siapa yang nyangka.”
Boy menunduk. “Gue datang ke sini tiap tahun cuma karena janji. Syifa dulu pengen gue rekam tarian spesial dari anak letting kita. Katanya, itu tarian favorit dia.”
Ia menghela napas berat, matanya muram. “Tapi tahun ini pun nggak ada yang nampilin. Kayaknya gue bakal datang lagi tahun depan. Syifa pasti seneng kalau gue nepatin janji.”
Di parkiran, Haidar menghampiri Rio yang termenung.
“Jangan bilang dia nggak datang lagi.”
Rio tersenyum tipis. “Nggak apa-apa. Tahun depan gue coba lagi. Semoga Syifa bisa liat hasil kerja keras gue.”
🥀 Sekian 🥀