Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Cerita ini dimulai dari dua jendela yang terbuka ke arah yang sama.
Di apartemen lantai delapan, dua pria bangun pada jam hampir sama. Alarm di ponsel berhenti dengan sentuhan jari, kopi menetes dari mesin yang sama mereknya, kulkas berdesis dengan dingin yang sama. Bahkan di rak sepatu, keduanya punya sneakers putih serupa, dengan noda kecil di sisi kiri.
Seolah hidup mereka digambar dengan penggaris, lurus dan sejajar.
Namun ada satu garis yang membedakan: cara hati mereka memberi nama pada hidup.
Arka memulai pagi dengan senyum kecil. Ia menunduk pada ketel yang berdesis, seolah menyapa teman lama. Uap kopi naik perlahan, menghangatkan udara. Jendela ia buka, membiarkan sisa dingin malam singgah sebentar di kulit.
Bima menyeruput kopi dengan dahi berkerut. “Terlalu pahit,” gumamnya, menambahkan gula lebih banyak. Jendela ia biarkan tertutup rapat; baginya udara AC lebih bisa diatur daripada angin luar.
Mobil mereka menyala dengan suara mesin yang serupa. Arka sempat mengelap debu di kap, lalu menepuk setir dengan syukur sederhana. Di jalan, ia tersenyum pada pengendara motor yang melintas buru-buru. Bima, dengan mobil sama, mengetukkan jarinya di klakson, kesal karena jalannya dipotong.
Di meja kerja masing-masing, monitor menyala dengan cahaya putih yang sama. Arka bekerja dengan ritme rapi; setiap jeda ia isi dengan menarik napas dan meneguk air. Bima bekerja cepat, tapi di sela itu membuka ulasan jam tangan terbaru di ponsel. Jam di pergelangannya masih cantik, masih berdetak tepat waktu, tapi pikirannya sibuk menghitung harga jam lain yang lebih mahal.
Sore hari, keduanya turun ke kafe yang sama.
Arka duduk dekat jendela, menikmati pemandangan hujan yang baru turun. Kopinya datang dengan pola hati kecil di permukaan, ia tersenyum pada busa itu lalu menyesap hangatnya pelan.
Bima duduk tak jauh, menatap kopi yang sama. Baginya terlalu panas, terlalu lama disajikan. Ia menyeruput sedikit lalu meletakkannya kembali, sibuk membuka ponsel. Di layar, foto-foto liburan orang lain tampak cerah, langit biru tanpa awan.
Di meja lain, seorang ayah berbagi kue stroberi dengan anaknya. Anak kecil itu tertawa, krim menempel di pipi. Arka tersenyum, merasa hangat oleh pemandangan sederhana itu. Bima melirik sekilas, lalu menghitung harga kue dalam kepalanya. “Terlalu mahal untuk potongan sekecil itu,” pikirnya.
Hujan mengetuk kaca jendela seperti tamu sopan. Arka menyandarkan tubuh, mendengarkan bunyinya, lalu mengirim pesan singkat pada ibunya: “Mak, di sini hujan. Sehat-sehat ya.”
Bima menatap sepatu putihnya, khawatir basah. Ia membuka aplikasi cuaca, menimbang intensitas hujan, merasa gelisah karena ramalan cuaca tak memberi jawaban pasti.
Sedikit kopi Arka tumpah ke lengan kemejanya. Ia tertawa kecil, menepuk noda itu dengan tisu. “Tanda sesuatu hangat barusan lewat,” pikirnya. Sementara Bima membiarkan cangkir di mejanya, menunggu suhu pas yang tak pernah datang.
Malam tiba. Dua pria itu kembali ke apartemen. Arka membuat teh hangat, menulis tiga baris di buku catatannya: “Pagi wangi. Hujan rapi. Senyum asing.” Lalu ia mematikan musik dan berdiam sebentar, membiarkan nada gitar sumbang dari tetangga sebelah mengisi sunyi.
Bima memesan makan malam lewat aplikasi. Paket hemat yang tak benar-benar hemat—ada biaya tambahan yang meniadakan diskon. Ia makan sambil menatap layar TV yang menayangkan iklan, menjanjikan hidup lebih terang, lebih cepat, lebih banyak. Setelahnya ia membuka marketplace, menaruh barang ke keranjang belanja. Tombol “beli” tak pernah ia tekan, tapi kekosongan tetap terasa.
Besok pagi, matahari kembali masuk lewat jendela yang sama. Debu halus melayang, seperti planet kecil yang menari dalam cahaya. Arka berdiri, membiarkan sinar itu menyentuh wajahnya. Bima menarik tirai, menghindari silau yang menurutnya terlalu menyilaukan.
Dua pria itu akan terus hidup sejajar, seperti dua rel kereta.
Satu menoleh keluar jendela, menemukan cahaya di luar.
Satu terpaku pada pantulan kaca, melihat dirinya sendiri tak pernah cukup.
Dan kereta, tanpa berpihak, terus melaju.