Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Romantis
Kesalahan Manis dalam Segelas Americano
0
Suka
34
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Di sebuah kafe kecil yang selalu dipenuhi aroma biji kopi baru digiling, suara mesin espresso meraung pelan, lalu terdengar bunyi gelas diletakkan di meja kayu.

Seorang pria duduk di pojok, mengenakan kemeja sederhana. Ia menatap layar laptop, menunggu minumannya datang: Americano hitam tanpa gula, pahit murni seperti yang selalu ia suka.

Tak jauh dari situ, seorang gadis dengan buku catatan tebal di pangkuannya menunggu pesanan yang sama: Americano dengan sedikit gula—cukup untuk meredam pahitnya, tapi tetap meninggalkan jejak rasa kopi asli.

Ketika pelayan tergesa menyebut nama yang hampir mirip, kedua gelas tertukar.

Pria itu menyesap… keningnya berkerut. “Kenapa… manis?” gumamnya.

Sementara gadis itu menatap minumannya dengan bingung. “Kok pahit sekali? Aku yakin tadi pesan pakai gula.”

Tatapan mereka bertemu. Sejenak hening, hanya terdengar denting sendok dan bisik-bisik pelanggan lain.

“Sepertinya… kita tertukar,” kata pria itu akhirnya, menaruh gelasnya di meja gadis itu.

Gadis itu tersenyum kikuk, tapi ada rasa geli di matanya. “Untung belum habis. Kalau tidak, aku bisa jadi penyuka kopi pahit mendadak.”

Sejak saat itu, ada semacam benang tak terlihat yang mulai menghubungkan keduanya.

Pria itu meletakkan kembali gelasnya ke meja gadis itu, lalu tertawa kecil. “Kayaknya ini pertama kali saya salah pesan kopi, padahal bukan salah saya juga.”

Gadis itu mengangkat alis, masih menatapnya sambil mengaduk pelan Americano pahit yang baru saja ditukar. “Lucu juga, soalnya… saya merasa ini bukan pertama kali lihat kamu di kafe ini.”

Pria itu terdiam sejenak, menutup laptopnya perlahan. “Oh? Maksud kamu?”

“Beberapa minggu lalu,” gadis itu mengingat pelan, pandangannya menerawang ke sudut kafe dekat jendela. “Saya duduk di sana, sambil ngerjain sketsa. Saya ingat betul ada seorang laki-laki dengan kemeja abu-abu yang duduk di sini… meja yang sama. Dia juga pesan Americano, tanpa gula. Waktu itu saya sempat mikir, kok bisa ada orang betah minum kopi sepahit itu.”

Pria itu tersenyum samar. “Dan ternyata orang itu saya?”

Gadis itu mengangguk, lalu menatapnya lagi. Ada semacam kehangatan di balik tatapan itu, bercampur sedikit rasa ragu. “Entahlah, saya nggak yakin. Tapi rasanya… ya, kamu orangnya.”

Pria itu memiringkan kepala, matanya sedikit menyipit seolah berusaha mengingat. “Menarik. Padahal saya juga sempat melihat seseorang di kafe ini beberapa kali. Sering duduk dekat jendela dengan buku catatan… tapi saya kira hanya kebetulan.”

Keheningan kecil menyelinap di antara mereka. Hanya suara mesin grinder kopi yang berputar, dan obrolan pelan pengunjung lain. Anehnya, di tengah keramaian itu, seolah ada ruang khusus yang hanya milik mereka berdua.

Pria itu menatap jam tangannya sekilas. Jarumnya menunjuk pukul 16.07. Lalu ia tersenyum samar.

“Jam segini ya kamu biasanya datang?” tanyanya.

Gadis itu menoleh, kaget. “Lho… kok kamu tahu?”

“Karena hampir setiap kali saya buka laptop di sini, selalu sekitar jam empat lewat sedikit. Dan… entah kenapa, saya sering lihat kursi dekat jendela itu sudah terisi.” Ia menunjuk tempat favorit gadis itu.

Gadis itu menunduk, jemarinya memainkan gagang sendok. “Jadi selama ini kita… sering ada di tempat yang sama, jam yang sama, tapi nggak pernah benar-benar ngobrol?”

“Kelihatannya begitu.” Pria itu terkekeh. “Kita cuma… saling jadi siluet di latar belakang.”

Keduanya saling menatap, lalu sama-sama tersenyum kecil. Ada rasa janggal tapi hangat: seperti menemukan sesuatu yang seharusnya sudah mereka ketahui sejak lama.

Gadis itu kemudian berkata lirih, seolah berbicara pada dirinya sendiri.

“Aneh, ya. Rasanya seperti… kebetulan yang terlalu rapi.”

Pria itu menimpali pelan, “Atau mungkin bukan kebetulan.”

Sesaat, hening kembali menyelimuti. Hanya segelas Americano di antara mereka—satu manis, satu pahit—yang jadi saksi bahwa mungkin, ada sesuatu yang diam-diam mengatur pertemuan ini.

Pria itu kembali meraih gelasnya, menghirup aroma Americano tanpa gula. “Kalau dipikir-pikir, kopi kita mirip ya. Sama-sama Americano… cuma bedanya sedikit manis dan tidak sama sekali.”

Gadis itu tersenyum, menatap gelasnya sendiri. “Iya. Kayak… kita datang di jam yang sama, duduk di tempat yang sama, tapi nggak pernah benar-benar saling menyapa. Padahal cuma butuh satu kesalahan kecil biar akhirnya bisa ngobrol.”

“Kesalahan yang manis,” jawab pria itu, membuat gadis itu terdiam sejenak sebelum tertawa pelan.

Hujan rintik tiba-tiba turun di luar jendela, mengetuk kaca kafe dengan ritme yang pelan. Lampu jalan mulai menyala, memantulkan cahaya hangat ke dalam ruangan.

Tanpa sadar, mereka berdua sama-sama memperhatikan tetes hujan yang mengalir di kaca. Lalu, gadis itu berbisik, “Mungkin mulai sekarang… kita nggak cuma jadi siluet satu sama lain lagi.”

Pria itu menoleh, matanya hangat. “Mungkin juga. Kita bisa mulai dengan… saling tahu nama, misalnya?”

Gadis itu menahan tawa, menutup mulut dengan telapak tangannya. “Oh iya, kita bahkan belum saling kenal, ya.”

Dan di antara denting sendok, aroma kopi, serta hujan sore itu, segelas Americano yang salah tempat akhirnya jadi alasan dua orang asing mulai membuka pintu ke dunia satu sama lain.

Pria itu tersenyum sambil mengulurkan tangan. “Saya Arga.”

Gadis itu menatap tangan itu sebentar, lalu menjabatnya dengan ragu-ragu tapi tulus. “Nara.”

Nama mereka akhirnya saling terucap, sederhana, tapi terasa seperti membuka sesuatu yang sejak lama tertahan di antara segelas kopi pahit dan manis.

Hujan masih turun, menutup sore itu dengan suara yang menenangkan. Kafe tetap ramai, tapi di meja kecil dekat jendela, ada dua orang yang baru saja menemukan bahwa hidup kadang menyelipkan kejutan di tempat paling biasa.

Americano mereka tinggal setengah, tapi percakapan baru saja dimulai.

Dan mungkin, untuk hari-hari berikutnya, kursi dekat jendela itu takkan lagi terasa sendiri.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Romantis
Novel
Fox and Pixie
Davian Mel
Flash
Kesalahan Manis dalam Segelas Americano
imagivine
Skrip Film
NASKAH YANG TIDAK PERNAH SELESAI
Maulana Azhar
Novel
Little Familly
Ika Karisma
Novel
Bronze
Tajwid Cinta
Selvi Nofitasari
Cerpen
Bronze
HADIAH TERINDAH
Yantie Wahazz
Novel
Bad Girl
Lina WH
Novel
MARS MATTHEW
gleysia gladys
Novel
La Vie En Rose
deliaafebri
Novel
Bronze
HURT IS LOVE
essa amalia khairina
Novel
Telur Manis
Vina E. Silviana
Novel
FIRE (Passionate Anger #3)
DeLaRossa Meliala
Komik
Bronze
you sweet potato [hiatus]
yanagi kaichu
Novel
FORGET ME NOT
Issye Lengkong
Novel
Open Your Heart
dewidiah
Rekomendasi
Flash
Kesalahan Manis dalam Segelas Americano
imagivine
Flash
Satu Nama di Ujung Skripsi
imagivine
Cerpen
Cinta Dalam Kode dan Desain
imagivine
Flash
Kau Irama, Aku Geraknya
imagivine
Novel
Secangkir Matcha
imagivine
Flash
Mengisi Segelas Kopi
imagivine
Flash
Lelah Normal
imagivine