Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Romantis
My Battery
0
Suka
28
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Battery: 100%

Pagi seperti ini selalu terasa jujur. Udara masih dingin, cahaya matahari belum sepenuhnya berani masuk, dan dunia belum sempat menuntut apa-apa dariku. Aku duduk di pinggir ranjang, merapatkan jaket tipis ke tubuh, lalu menatap secangkir kopi di meja. Asapnya menari perlahan, mengundangku untuk percaya bahwa hari ini bisa berjalan baik.

Baterai penuh seperti ini membuatku merasa… manusia. Bukan sekadar tubuh yang harus bergerak, tapi hati yang bisa memilih ke mana ingin melangkah. Aku tahu sebentar lagi dunia akan mulai mengetuk pintu dengan suara keras, kadang kasar tapi untuk saat ini, aku bisa menunda jawabannya.

Battery: 88%

Aku keluar rumah. Langkah kaki di trotoar, suara sepatu bertemu tanah, dan desiran angin yang membawa aroma pagi. Bus datang, orang-orang masuk, dan bangku di sebelahku segera terisi. Lelaki paruh baya itu mengangguk, lalu mulai bercerita tentang kemacetan yang kian parah setiap tahun. Aku membalasnya dengan senyum sopan dan kalimat singkat, sambil mencuri pandang ke jendela.

Tidak ada yang salah dengan percakapan itu hanya saja, aku sudah bisa merasakan baterai sedikit berkurang.

Battery: 73%

Kantor selalu punya cara aneh untuk membuatku merasa ramai di luar, tapi sepi di dalam. Suara telepon berdering, tawa di meja sebelah, notifikasi dari komputer semua seperti lapisan demi lapisan suara yang menempel di kulitku.

Bos datang, meminta laporan yang belum sempat kukirim kemarin. Aku menahan napas, menyiapkan jawaban yang aman. Dia mengangguk, tapi nada suaranya seperti pintu yang setengah terbuka bisa berarti masuk, bisa berarti keluar.

Aku tahu ini bagian dari pekerjaan. Tapi bekerja di sini bukan hanya tentang menyelesaikan tugas ini tentang terus membuka pintu untuk orang lain, bahkan ketika aku ingin menutup semuanya.

Battery: 52%

Makan siang dengan rekan kerja. Dia bercerita cepat, seperti kereta yang melaju tanpa berhenti. Tentang ibunya yang sakit, pacarnya yang tiba-tiba diam, dan rencana liburan yang batal. Aku menyimak, menyelipkan kata-kata seperti “Ya… aku mengerti,” atau “Semoga cepat membaik.”

Dia tampak lega, seperti sudah meletakkan sebagian beban di meja ini. Tapi aku tahu, tanpa sadar dia juga menaruh sebagian beban itu di pundakku.

Aku memandang jam. Masih ada tiga puluh menit sebelum kembali bekerja. Aku ingin sendirian. Tapi di sini, bahkan waktu makan siang pun adalah panggung kecil yang tak pernah sepi.

Battery: 29%

Rapat sore dimulai. Ruangan penuh orang, penuh pendapat, penuh saling potong bicara. Slide demi slide muncul di layar, huruf-huruf kecil berbaris seperti semut yang tak henti berjalan. Aku mencatat sesuatu, lalu berhenti. Mataku mulai mencari jam dinding.

Aku membayangkan diriku seperti ponsel yang lupa di-charge semalaman. Layar masih menyala, tapi semua aplikasi berjalan lambat.

Battery: 14%

Pulang. Jalan kaki menuju stasiun. Lampu-lampu toko mulai menyala, memberi kesan hangat yang justru membuatku semakin ingin sampai rumah. Di kereta, aku berdiri di sudut, menatap bayangan diriku di jendela. Orang-orang sibuk dengan ponsel mereka, tawa kecil terdengar di belakangku.

Aku tidak ingin bicara. Aku tidak ingin bertemu tatapan siapa pun. Aku hanya ingin… berhenti sejenak.

Battery: 10%

Pintu rumah tertutup. Sepatu terlepas. Jaket jatuh di kursi. Sunyi menyambutku seperti sahabat lama.

Aku menyalakan lampu meja, membuat secangkir teh hangat, lalu duduk di lantai dekat jendela. Hujan turun perlahan seperti lagu yang hanya bisa didengar oleh mereka yang mau diam.

Buku di pangkuanku terbuka di halaman yang sudah kubaca tiga kali, tapi aku tidak keberatan. Rasanya damai. Rasanya seperti menarik napas penuh setelah seharian menahan.

Battery: 19%

Ponsel bergetar. Satu pesan masuk:

“Hei, aku tahu hari ini pasti melelahkan. Istirahat ya. Kalau besok kamu mau cerita, aku di sini.”

Tidak ada paksaan untuk membalas. Tidak ada tuntutan untuk membuka diri sekarang. Hanya kalimat sederhana yang entah kenapa membuatku merasa diisi ulang. Seperti menemukan colokan tersembunyi di tengah perjalanan panjang.

Aku tersenyum. Mengirim emoji senyum kecil. Menutup ponsel.

Battery: 27%

Lampu dimatikan. Selimut kutarik sampai menutupi bahu. Di luar, hujan masih menyanyi dengan suara rendah. Aku tahu besok aku akan kembali memulai hari dengan baterai penuh, lalu perlahan menghabiskannya untuk dunia.

Tapi malam ini, aku belajar satu hal: tidak semua energi berasal dari kesendirian. Kadang, ia datang dari seseorang yang tahu caranya mengetuk pintu… lalu rela menunggu sampai aku siap membukanya.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Romantis
Flash
My Battery
lidia afrianti
Novel
Gold
Mimpi
Bentang Pustaka
Novel
Jarak Dan Waktu
Seruputankopi
Novel
90 Days
Risma Ridha Anissa
Novel
Quin&King Wedding Organation
Rasmanja
Novel
Larasati : Manten Kemlamut
DEEANA DEE
Novel
Gold
Jatuh Cinta Diam-Diam 2
Bentang Pustaka
Novel
Before I Fall in Love
Athena Aprilisa
Novel
Bronze
Satu Jendela Yang Sama
finiL.P
Skrip Film
Ainara
Grace Kosuga
Novel
Utara ke Barat
Dina Oktaviani
Flash
Donat Dalam Gigi
Shinta Larasati Hardjono
Cerpen
Bronze
Cinta Sepanjang Durasi
aksara_g.rain
Novel
Bronze
VACATION TO YOUR HEART
Kezia Geralda Tandi
Novel
Gold
Legitimate Dating
Bentang Pustaka
Rekomendasi
Flash
My Battery
lidia afrianti
Flash
Bronze
Kenapa Kita Berpisah?
lidia afrianti
Flash
Tumbuhan Pemakan Rahasia
lidia afrianti
Flash
Bronze
Lemon Tea
lidia afrianti
Flash
Ternyata Kita Pembohong
lidia afrianti
Cerpen
Bronze
A letter: Unbreakable Love From Seoul
lidia afrianti
Flash
Jika Sudah Lupa, Mari kita Bertemu
lidia afrianti
Flash
Aku, Cinta Dan Kamu
lidia afrianti
Flash
Kesempatan Kedua
lidia afrianti
Flash
10 Days Without Permission
lidia afrianti
Flash
Bronze
Sandiwara
lidia afrianti
Flash
SELF
lidia afrianti
Flash
Hari Ketika Aku Mati Sebentar
lidia afrianti
Flash
Bronze
From River To Sea
lidia afrianti
Flash
Bisakah Aku Jadi Dewasa?
lidia afrianti