Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Di sebuah instansi yang namanya terlalu panjang untuk diingat dan terlalu rumit untuk dijelaskan, terkenal karena prestasi, penghargaan, dan... drama internalnya, duduklah dua perempuan hebat di pucuk pimpinan.
Yang satu, Kepala Instansi, biasa disapa Bu N1—seorang pemimpin flamboyan, berenergi tinggi, dan dikenal punya range emosi seluas samudra pasifik.
Bu N2: Wakil kepala, sekaligus pengaman suasana hati kantor. Nama panggilannya di kalangan staf: Badut No. 2.
Semua dimulai ketika anggaran tahun ini “disesuaikan”, demi efisiensi.
Efeknya langsung terasa.
Kursi rapat yang kurang, diisi dengan kursi plastik pinjaman tetangga. Dan, yang absurd, anggaran dekorasi acara dipangkas sampai hanya cukup untuk membeli dua balon, satu pita, dan satu topi ulang tahun.
Di tengah semua itu, Bu N1 tetap ingin kantor terlihat “ceria dan penuh semangat” di mata tamu dan pengunjung.
“Pokoknya, meski anggaran minim, acara rapat tahunan ini harus meriah! Dan ingat, saya mau suasananya hangat, penuh tawa, dan... murah.”
Staf saling pandang. Lalu, semua mata menatap Bu N2.
Hari H tiba.
Balon cuma dua, diikat di pintu masuk, goyang-goyang sendiri di tiap sudut seperti sudah capek bekerja sejak sewindu lalu. Panggung dibangun dari meja rapat yang ditutup kain spanduk bekas.
Bu N1 sudah berdiri dengan senyum diplomatis, siap menyambut tamu. Tapi beberapa menit sebelum acara dimulai, listrik sempat padam. Suasana jadi tegang.
Di sinilah Bu N2 masuk—memakai wig pelangi, hidung merah, dan membawa boneka balon yang dibentuk seperti KPI.
“Selamat datang, hadirin! Ini balon capaian target kita. Bentuknya memang mirip kucing, tapi filosofinya: tetap ceria meski anggaran menjerit meminta makan.”
Tawa pun pecah. Bahkan tamu dari luar ikut terkekeh.
Belum sempat lega, Bu N1 tiba-tiba mengamuk karena proyektor rusak.
“INI ACARA PENTING! GIMANA KITA PRESENTASI?!”
Bu N2 sigap. Ia berdiri di depan panggung, mengangkat papan tulis whiteboard bekas rapat kemarin, lalu mulai menggambar diagram alur program pakai spidol warna.
“Betul kita hidup di era digital, tapi jangan lupa: papan tulis tidak pernah hang. Kalau tangan saya lelah, itu tanda kita perlu gaji lembur.”
Tawa kembali meledak. Ketegangan buyar.
Sepanjang acara, Bu N2 terus jadi jembatan antara ambisi Bu N1 dan kenyataan anggaran.
Saat hidangan katering ternyata hanya nasi kotak isi telur dadar, Bu N2 maju sambil berkata:
“Bapak-Ibu, inilah contoh inovasi pangan berkelanjutan. Dengan satu telur, kita semua bisa merasakan kebersamaan.”
Saat dekorasi minim membuat ruangan terasa kosong, Bu N2 menyalakan musik dari HP-nya dan mengajak hadirin senam peregangan:
“Karena ruang kosong itu bukan kekurangan, tapi kesempatan bergerak bebas.”
Di akhir acara, Bu N1 mendekat ke Bu N2.
“Kamu ini selalu bisa bikin semua terasa baik-baik saja, padahal... ya kamu tahu sendiri keadaannya.”
Bu N2 tersenyum. “Bu, hidup itu seperti anggaran: nggak pernah cukup untuk semua yang kita mau, tapi selalu cukup kalau kita tahu cara ketawa di sela kekurangannya.”
Badut No. 2.
Jabatan resminya Wakil Kepala.
Jabatan sesungguhnya: Penahan retakan akibat efisiensi, tsunami emosi, badai pekerjaan,
Karena di kantor ini, efisiensi bukan cuma soal hemat uang—tapi hemat emosi.