Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Misteri
Mengisi Segelas Kopi
0
Suka
799
Dibaca

Kedai ini selalu lengang saat sore, ketika cahaya matahari menyusup dari jendela besar di sisi barat dan menari di atas meja-meja kayu tua. Di jam itu pula, tepat pukul tiga, ia datang. Selalu sendiri. Selalu duduk di meja yang sama: pojok dekat jendela, kursi nomor tujuh.

Lelaki itu berpakaian biasa, tak mencolok. Rambutnya kelabu, sorot matanya teduh seperti kabut pagi. Tak banyak bicara.

Pesanannya pun selalu sama.

"Satu kopi hitam. Tak usah ditambah gula."

Sebagai barista, aku sudah hafal. Tapi ada satu hal yang tak pernah bisa kuterima dengan logika.

Kopi itu tak pernah habis.

Pernah sekali, diam-diam aku mengintip. Ia menyesap dari cangkir itu—gerakan kecil, penuh khidmat. Tapi ketika ia meletakkannya kembali, permukaan kopi tetap penuh. Tak menyusut setetes pun. Seolah waktu berhenti di dalam gelas itu.

"Kenapa tak pernah habis?" tanyaku pelan suatu sore, ketika keberanianku tumbuh bersama penasaran.

Ia tersenyum samar. “Karena aku tak pernah benar-benar meminumnya.”

"Kalau begitu, untuk apa kau pesan setiap hari?"

"Untuk mengisi," katanya, sembari menatap ke luar jendela. "Kopi ini bukan untuk diminum. Ia menyimpan waktu. Kenangan. Jalan pulang."

Aku terdiam. Kalimatnya terdengar seperti teka-teki yang ditulis di balik cermin. Tapi ada sesuatu dalam nada suaranya yang membuatku tak bertanya lebih jauh.

Sore berikutnya, ia datang dengan langkah lambat. Napasnya berat. Mata teduhnya terlihat lelah. Tapi senyumnya tetap sama.

Ia duduk, menunggu aku datang membawa segelas kopi—kopi terakhirnya.

Ketika kuletakkan di mejanya, ia menggenggam tanganku. Dingin.

"Besok," katanya, "kau yang harus mengisi."

Ia mengeluarkan sebuah kunci kecil berukir. Logamnya gelap, berat di tangan. “Letakkan kopi ini di tempat yang sama. Pukul tiga. Jangan bicara pada siapa pun yang duduk di sini nanti. Dengarkan saja.”

Lalu ia pergi.

Dan untuk pertama kalinya, tak kembali.

Besoknya, saat jam dinding berdentang tiga kali, aku mengisi segelas kopi hitam—tanpa gula. Kuletakkan di meja nomor tujuh. Di sisi jendela yang kini tertutup debu cahaya.

Beberapa menit kemudian, seorang perempuan tua melangkah masuk. Matanya redup, tapi sorotnya... anehnya familiar.

Ia duduk tanpa berkata-kata. Menatap kopi itu dengan takzim.

Lalu menoleh padaku.

"Kau sudah mulai mengerti," katanya pelan. Suaranya seperti gemuruh hujan yang jauh.

Aku hanya mengangguk.

"Kopi ini," lanjutnya, "adalah jembatan. Antara yang pernah ada dan yang masih tinggal. Setiap tegukan, setiap uap, menyimpan sesuatu yang tak sempat disampaikan."

Sore itu, aku tak membuat kopi lain. Tak mencuci gelas. Tak menyalakan musik. Aku hanya mengisi segelas kopi, dan menunggu waktu kembali diseduh.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Misteri
Cerpen
Bronze
Laut yang Menyimpan Kenangan
Ron Nee Soo
Flash
Mengisi Segelas Kopi
imagivine
Novel
Menikahi perawan ghoib
yulisaputra
Flash
Hukuman
Dwi Kurnialis
Cerpen
Manor Adolstein
Haryati SR
Novel
Alif Lam Mim
Zainur Rifky
Flash
Accismus, Jouska, Wiyata
Jafri Hidayat
Flash
Bronze
Kita Tidak Pernah Sampai
Arjun
Cerpen
Bronze
Runtuhnya Ilmu Kualat
brobin
Novel
Bronze
Lembar Usang Berkisah
Dwimarta
Flash
Bronze
Kematian Tukang Teluh
Omius
Flash
(Bukan) Rumahku Istanaku
Rexa Strudel
Cerpen
Bronze
Mirror | Universe
Rezt Elliot
Novel
ASRAMA Z
afifhidayat97
Flash
Si Pembawa Pesan
Ayu Anggun
Rekomendasi
Flash
Mengisi Segelas Kopi
imagivine
Cerpen
Cinta Dalam Kode dan Desain
imagivine
Flash
Kau Irama, Aku Geraknya
imagivine
Flash
Satu Nama di Ujung Skripsi
imagivine
Flash
Kesalahan Manis dalam Segelas Americano
imagivine
Flash
Sejajar
imagivine
Novel
Secangkir Matcha
imagivine
Flash
Lelah Normal
imagivine