Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Setelah aku belajar tenang tanpa harus sepi, pelan-pelan aku juga mengerti:
bergerak tidak harus selalu cepat. Tidak harus selalu jadi yang pertama.
Tidak semua hal harus dikejar sampai habis-habisan.
Dulu, setiap kali aku merasa diam terlalu lama, aku langsung panik.
Takut tertinggal. Takut disalahpahami. Takut dibilang tidak berkembang.
Jadi aku bergerak, tapi sering tanpa arah. Terburu-buru.
Bukan karena benar-benar ingin, tapi karena merasa harus.
Sekarang, aku mulai paham… ada cara lain untuk berjalan.
Bukan karena dorongan dari luar, tapi karena panggilan dari dalam.
Bukan karena dikejar-kejar pencapaian, tapi karena ada hal yang memang ingin kutumbuhkan dari hati.
Aku mulai bertanya,
apa yang sebenarnya ingin kulakukan,
bukan apa yang sedang ramai dilakukan.
Dan ketika aku berhenti merasa dikejar, langkahku jadi terasa lebih ringan.
Karena aku tidak sedang membuktikan siapa-siapa, tidak sedang mengejar validasi apa-apa.
Aku hanya ingin setia pada prosesku sendiri. Pada waktu yang kupilih sendiri.
Dan ternyata, itu cukup.
Aku melihat teman-temanku berlari cepat.
Beberapa tampak sudah jauh di depan.
Dulu aku merasa cemas.
Sekarang, aku hanya bisa tersenyum—karena akhirnya aku tahu,
setiap orang punya musimnya masing-masing.
Aku tidak terlambat. Aku hanya berbeda irama.
Dan itu bukan kekurangan, itu cara hidupku menyapa.
Kebahagiaan yang kupelajari sekarang bukan tentang jadi tercepat atau terhebat,
tapi tentang bisa menjalani hidup dengan jujur dan damai.
Tentang bisa bangun setiap pagi, dan merasa tidak perlu pura-pura kuat lagi.
Tentang bisa memilih jalan sendiri, tanpa harus mengorbankan diri.
Jadi kalau hari ini aku berjalan lebih pelan,
bukan karena aku kehilangan arah,
tapi karena aku sedang menjaga langkahku sendiri.
Karena bagiku sekarang,
bergerak itu bukan karena dikejar waktu,
tapi karena aku sudah berdamai dengannya.