Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Dari balik kaca lantai lima belas, gedung-gedung itu berdiri seperti rak-rak raksasa tempat manusia disusun. Beberapa jendela gelap, sebagian terang, sisanya berkedip-kedip kayak minta dimengerti.
Gue berdiri sambil megang gelas kopi, nempelin punggung ke kusen kaca. Jakarta, jam segini, macetnya belum kelihatan. Tapi dalam kepala orang-orang, mungkin udah meledak dari pagi.
Mungkin di sana, di gedung yang kacanya agak kebiruan itu, ada cowok yang lagi ngetik surat resign. Udah ditulis ulang empat kali sejak Maret, tapi belum juga dikirim. Bukan karena gak yakin, tapi karena takut ada yang berubah saat udah beneran pergi.
Di lantai dua puluh, ada cewek yang lagi duduk melamun. Bukan karena gak ada kerjaan, tapi karena terlalu banyak yang numpuk sampai dia gak tahu harus mulai dari mana. Di telinganya masih nempel headset, tapi lagu yang dia play cuma pengalihan. Kepalanya lagi ribut sendiri.
Ada yang lagi nahan nangis di toilet. Gak kuat ditanyain terus kapan nikah. Katanya kerja mulu, gak mikirin hidup. Padahal dia justru kerja karena pengen hidup layak.
Di pantry gedung sebelah, mungkin ada bapak-bapak yang lagi cerita soal anak pertamanya yang baru bisa bilang “papa”. Dia ketawa, temennya ikut ketawa, tapi sambil ngerasa aneh karena baru sadar: udah seminggu dia belum pulang.
Mungkin ada dua rekan kerja yang saling kirim meme lucu, cuma buat ngurangin stres.
Di kantor yang sama, tapi rasanya kayak tempur sendirian.
Chat mereka receh, tapi cukup buat nahan kepala biar gak meledak.
Jakarta dari sini, kayak teka-teki. Penuh kotak-kotak kaca yang kelihatan teratur, padahal di dalamnya chaos semua.
Gue ngetik pelan. Bukan email, bukan laporan. Cuma nulis:
"Mereka semua sibuk. Tapi gue lebih sibuk mikirin mereka."
Gue senyum. Tiba-tiba sadar, di kaca gedung seberang, pantulan gue juga kelihatan. Berdiri diam, gelas kopi udah setengah dingin, nunduk. Sendiri.
Mungkin… dari gedung lain, ada juga yang lagi nebak-nebak hidup gue.
Dan sekarang gue nanya ke diri sendiri,
“Gue juga kelihatan sibuk gak, ya?”