Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Begitu tangannya memutar stang setelah kunci T dibenamkan ke lubang kunci, Kasdun merasakan sesuatu yang hangat di pelipisnya. Darah!
Ia menjerit, tapi ditahan dengan telapak tangannya. Ia takut darah. Sementara itu, sepeda motor curiannya oleng dan terjatuh. Kusni yang sedang menunggu di atas sepeda motornya kebingungan.
"Ada apa?" tanyanya pelan, melihat Kasdun menutup mulut dan dahinya bersamaan dan langsung melompat cepat ke atas jok.
Suasana sekitar gelap, sehingga tak terlihat jelas bahwa Kasdun mengalami pendarahan.
***
“Di mana kejadiannya, sampai kepala Bapak bocor kena paku? Apa Bapak tukang?”
Kasdun jelas saja tidak mungkin jujur menjawab iya — karena ia tukang bobol sepeda motor. Jadi ia memilih pura-pura mengerang kesakitan.
“Punya BPJS? Ini harus operasi. Pakunya bisa bikin infeksi tetanus,” ujar perawat puskesmas, menyerah setelah melihat bekas luka dan ujung paku sedikit masuk ke batok kepala.
Kasdun mengaduh, sementara Kusni — meski berbadan kekar, tapi sedikit lemot — malah seperti orang menahan kencing. Ia cuma bisa menutup mulut dengan telapak tangannya.
“Ada nggak BPJS-nya? Ini harus segera dirujuk ke rumah sakit,” lanjut perawat kemudian.
Kasdun menggeleng. Begitu juga Kusni.
“Jadi, bagaimana?”
“Apa bisa dicabut saja disini?”
“Bisa.”
Kasdun tersenyum.
“Tapi ini bukan bengkel!. Kami tidak mau main-main dengan nyawa orang. Saya bukan dokter, dan ini cuma puskesmas, cuma tersedia gunting dan tang forsep buat cabut gigi.”
Senyum Kasdun langsung lenyap. Gara-gara sepeda motor curian tanpa surat yang di tukang tadah cuma dihargai lima ratus ribuan, sekarang dia harus membayar setidaknya beberapa juta untuk mengeluarkan paku dari kepalanya, belum lagi biaya obat-obatan lainnya. Itulah dosa, karma yang harus ditanggungnya.
Melaporkan kejadian lengkap dengan TKP-nya? Jelas seperti bunuh diri. Itu sama saja membongkar borok, riwayatnya sebagai spesialis pembobol sepeda motor.
Di kampungnya, Kasdun ketua pemuda yang bersih tanpa cemar.
Sementara sekarang, dirinya sendiri baru saja merencanakan pencurian karena sedang ketagihan cimeng-mariyuana.
***
Seorang pasien lain masuk — polisi berseragam lengkap — tiba-tiba masuk dengan luka di kakinya. Kasdun panik. Kusni apalagi, ia alergi dengan seragam polisi.
Keringat dingin mengucur.
Perawat merasa heran, karena ruangan ber-AC.
"Kalian kenapa?"
Keduanya menggeleng.
Si polisi melihat ke arah mereka. Mereka langsung pucat.
"Kenapa, Mbak, dia?"
"Anu, Mas Polisi... Kepalanya, kena paku."
"Paku?"
"Dia tukang?"
"Katanya sih bukan."
"Jadi pakunya dari mana?"
"Entah."
"Tunggu dulu, jangan-jangan..."
Polisi itu menatap keduanya dengan saksama.
"Kalian tadi dari mana?"
Mereka diam.
"Ditanya dari mana, diam."
"Anu, Pak... Dusun Jambolaya?"
"Jambolaya? Sebentar."
Polisi itu menelepon, sementara perawat terus merawat lukanya.
“Sam, sepeda motormu hilang?”
“Enggak. Tapi stangnya dirusak orang.”
“Dua orang?”
“Kok tahu?”
“Ini ada pasien di puskesmas. Kepalanya bocor.”
“Mati aku!” teriak Sam panik dari seberang telepon.
“Kamu bisa kena pasal pidana kalau dia sampai mati, Main paku sembarangan!”
Tut... tut... Telepon diputus.
Kusni berkeringat dingin. Sementara Kasdun jatuh pingsan. Menunggu ambulans membawanya ke rumah sakit.