Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Jika bukan karena Engkau, Tuhan.
...
Tuhan aku memakai terompah kayu yang mereka berikan, ku hargai pemberiannya aku pakailah agar mereka senang walau aku tahu ini adalah terompah lapuk yang serabutnya sudah terpecah belah. Lalu ku pakailah terompah itu menari ke sana ke mari sesuai kesukaanku mewarnai bumi namun aku akhirnya tak mampu menari sejenak saja karena kakiku berdarah sebab serpihannya menyakiti kakiku. Lalu kenapa ya Tuhan.. alih alih menyembuhkan, semuanya ramai menyalahkan atas darahku yang mengucur pada terompah yang ku kenakan.
...
Mereka memberikanku bibit kecil, aku tak tahu ini bibit apa Tapi karena aku senang mencintai maka aku tanam saja. Walau mesti berlari menuruni gunung untuk pergi ke samudera dan membawa lagi air itu menuju puncak, walau meski aku peluk ia yang kecil itu ketika badai datang menghujani dan menyambar, semua kulakukan sendirian dengan dua tanganku yang tak punya apa apa. Lalu tumbuh dan mulai tumbuhlah ia, lalu bersemi dan mulai bersemilah dia.
Lalu yang menyakitkan datang, katanya mereka berjasa besar, katanya kalau tanpa setitik batu yang terbuang itu aku juga tak akan bisa jadi apa apa.
....
Aku anak ayam kecil yang hebat, Tuhan mendidikku tangguh di tengah anak ayam lain yang hidup penuh pelukan aman Sang Induknya, juga tidur nyenyak di dalam kandang yang penuh doa doa tentram. Sempat aku bertanya "Tuhan apakah aku salah pergaulan ya?" "Apakah aku memang pantas di sini?" "Ayam ayam di sini bermimpi besar dan punya kesempatan tapi aku hanya punya mimpi besarnya saja" "ayam ayam di sini diselimuti doa doa tentram sedangkan aku merajut doa tentramku sendiri dengan penuh air mata ketakutan untuk melindungi aku dari kutukan kutukan" "orang orang punya sarangnya bersuara sedang aku harus membisukan dunia dan pergi padamu saja."
Terlepas hidup yang entah benar salahnya apa, aku yakin kau tak akan menginjak anak ayam kecil yang datang penuh dengan tangisan dan ketakutan bahwa aku nanti akan berakhir dikorbankan atau aku memang layak menjadi yang selalu Engkau beri perlindungan.
...
Aku masih anak ayam kecil yang penuh kebimbangan dan ketakutan yang aku simpan dalam dalam. Senang rasanya aku berkumpul dan melihat para kakak kakak ayamku bercengkrama, seolah aku bisa berkhayal sejenak jikalau aku tidak benar benar sendirian.
Suatu ketika badai datang, entah dari apa pemantiknya, entah mengapa ia diciptakan. Para anak ayam lainnya ku lihat sembunyi tenang di dalam gua, karena aku begitu ketakutan aku pun bersembunyi juga tapi tepat di ujung gua paling dalam karena aku sangat ketakutan, karena aku tahu diantara mereka akupun yang paling rentan.
Suatu ketika aku lihat badai sudah tenang, langit mulai membiru dan para kakak ayam yang aku kenal kembali bermain di pelataran gua, akupun pelan pelan melangkah keluar karena aku ingin melihat mentari dan senyum para ayam lainnya juga.
Tak lama aku keluar, tetiba saja pipi kananku di tampar keras. "Kamu kenapa tidak menjinakkan badai saja?" Katanya.
Aku bergetar sebab sudah tak tahu lagi harus bersikap apa. Kenapa anak ayam lain tak apa berlindung di dalam goa sedangkan aku bersalah besar? Kenapa semua ayam tidak melihat aku sebagaimana wujudku terlihat? Masih kurangkah dunia menghajarku agar aku terlihat rentan? Aku sendiri juga bukan anak ayam pejantan, yang aku bisa lakukan hanya mengemis kecil demi sebutir padi dan perlindungan kepada Tuhan.
Kenapa, kenapa di setiap kehancuran seolah aku yang harus bertanggung jawab memperbaikinya? Kenapa, kenapa di setiap harapan harus aku yang mengabulkannya?
Tidak kah mereka membuka mata? Salahkah aku memeluk diriku sendiri yang sudah banyak terkena panah ?
Tidak kah mereka membuka mata? Aku yakin mereka jelas tahu siapa yang semestinya bertanggung jawab dan mengabulkan permintaannya.
Apakah karena akulah sudut paling lemah maka dari itu segala rasa sesak bisa ditumpahkan padaku begitu saja?
...
Tuhan, bumiMu penuh Rahmat dan keindahan tapi hambaMu terkadang begitu menyakitkan.
Tuhan katamu kau selalu memberikan yang paling indah, lantas kenapa aku malah dipersilahkan duduk di samping mereka bukan duduk di sampingMu saja? Apa aku belum pantas untuk duduk di sana ya Tuhan? Tolong pantaskah aku Tuhan, aku ingin pulang, aku ingin tenang.
Sungguh Tuhan aku sudah tidak mau membanggakan siapa siapa, Jika suatu saat aku bersinar maka aku bersumpah seluruh sinarku ini adalah untuk membahagiakan Engkau saja.
Jika suatu saat aku mekar sempurna maka aku bersumpah bahwa semerbak harumku itu adalah persembahan agar aku pantas terlelap di pangkuan kasih suciMu saja.
Aku seorang pendosa, Tuhan. Dosaku sudah banyak, belum lagi dosa orang orang yang tiba tiba di lemparkan padaku untuk pertanggung jawabannya.
Tuhan, Aku tak peduli apa itu surga, aku hanya butuh pelukanMu saja.