Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Hujan baru saja reda. Air menggenang di jalanan depan rumah. Hari semakin sore, namun hati tak kunjung membaik.
Kertas-kertas coretan berserakan di lantai—puisi, cerpen, bahkan gambar dan tulisan absurd. Semuanya tak pernah selesai.
Aku lelah, bingung, dan khawatir. Mungkinkah semuanya benar-benar berakhir di sini? Di selembar puisi yang tak selesai. Kini ia berubah bentuk menjadi sebuah kapal kertas.
Aku menunduk. Menatap kapal kertas yang diam, mengapung pelan di atas genangan air.
Jejak terakhir dari tulisanku.
Hening. Sampai akhirnya terdengar bunyi notifikasi dari handphone—yang baru saja kuhidupkan setelah semalaman kumatikan.
"El, aku sudah baca cerpenmu yang berjudul 'Ayahku' semalam. Aku menangis. Kuharap kau mau menerbitkannya."
Aku terdiam. Membaca ulang pesan itu tiga kali. Lalu menangis. Bukan karena sedih, tapi karena ternyata... masih ada yang peduli.
Masih ada yang membaca. Masih ada yang menyukai tulisanku, meskipun aku sendiri merasa semua itu belum selesai.
Kuhapus air mataku, menarik napas panjang, lalu mengambil pena yang semalam terlempar ke lantai.
Kertas dan harapan, semuanya kutarik kembali.
Dan kutulis satu kata pertama.
Lanjut.
Bukan karena semuanya sudah baik-baik saja, tapi karena aku yakin masih ada harapan.