Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Di sudut kecil kota yang tenang, berdiri sebuah toko bunga sederhana bernama "Family Flower Shoop". Meski namanya salah eja—seharusnya "Shop"—toko itu justru menjadi daya tarik tersendiri bagi penduduk sekitar. Pemiliknya, keluarga Leonardo, terdiri dari Pak Leo, Bu Nina, dan anak mereka, Rara.
Suatu pagi, seorang wanita tua memasuki toko dengan raut wajah sedih. "Saya butuh bunga untuk pemakaman suami saya," katanya pelan. Rara, yang biasanya ceria, segera mengambil alih. Dengan hati-hati, ia merangkai bunga lily putih dan daun hijau segar. "Ini untuk Bapak," bisik Rara sambil menyelipkan kartu kecil bertuliskan, *"Semoga damai di sana."*
Wanita itu tersentuh. "Kalian tidak hanya menjual bunga, tapi juga kehangatan," ujarnya sambil tersenyum lemah.
Beberapa minggu kemudian, toko mereka ramai oleh pelanggan yang ingin merayakan ulang tahun, pernikahan, atau sekadar memberi hadiah. Rara selalu punya ide kreatif, seperti menambahkan biji bunga matahari dalam buket dengan pesan, "Tumbuhkan kebahagiaanmu."
Namun, musim hujan datang. Toko sepi, dan bunga-bunga mulai layu. Pak Leo hampir putus asa sampai suatu hari, Rara mengusulkan ide: "Bagaimana jika kita buat kelas merangkai bunga gratis? Orang-orang pasti datang!"
Ide itu sukses besar. Toko mereka kembali hidup, bahkan lebih ramai dari sebelumnya. Pelanggan tidak hanya membeli bunga, tetapi juga belajar dan berbagi cerita.
Di akhir tahun, keluarga Leonardo duduk bersama di antara bunga-bunga segar. "Toko ini bukan sekadar tempat jualan," kata Bu Nina. "Ini tentang menebar kebahagiaan, seperti phoenix yang selalu bangkit dari abu."
Dan "Family Flower Shoop" pun terus bersinar, menjadi simbol cinta dan harapan di kota itu.