Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
“Kakek sedang membuat apa?” tanyaku penasaran.
Ayah dari Ibuku itu sedang sibuk menggergaji sebuah kayu jati di belakang rumah. Entah apa yang hendak dibuatnya.
“Kakek sedang membuat rumah perahu,” jawabnya.
“Rumah perahu?”
Kakek mengangguk lalu menatapku sambil tersenyum. “Biar kamu bisa menyusuri danau.”
Kulihat memang ada danau tidak jauh dari tempat kami berada. “Mm, memangnya Kakek bisa buat rumah perahu?” selidikku.
“Oh, tentu saja bisa!” Tangan kirinya yang sudah keriput terangkat lalu menunjuk ke sebuah pondok kayu. “Itu, kan, Kakek yang membangunnya.”
“Benarkah?” Mataku membulat. “Wah! Kakek hebat!” Aku yang masih berusia sepuluh tahun saat itu langsung takjub mendengar pengakuan Kakek.
Senyuman tipis terukir di bibirku dengan perasaan sendu, mengingat perbincangan terakhirku dengan Kakek. Sudah lama sejak saat itu, aku tak pernah lagi mengunjunginya.
Aku rindu padanya. Pria tua gagah yang dulu hingga sekarang kukagumi.
Kini, aku kembali menemuinya untuk mengucapkan perpisahan. “Kakek …,” ujarku lirih. Air mata pun jatuh melihat gundukan tanah tempat dirinya bersemayam.
Dengan langkah gontai aku meninggalkan tempat peristirahatan terakhirnya. Kakek yang tidak pernah kutemui bertahun-tahun, sungguh menjadi penyesalanku yang terdalam.
Lalu, kuputuskan untuk memutar kembali kenangannya kemudian mencari sisa-sisa peninggalannya dan kutemukan benda itu di sana.
Sebuah rumah perahu yang terlihat kokoh dan sempurna di pinggir danau. Seakan memanggil dan meminta. Ayo! Naiki aku!
Seketika, senyumku pun mengembang. Pasti Kakek yang membuatnya, kan? Kulihat bayangannya yang sudah tua renta sedang melambaikan tangan di atas rumah perahu itu.
∞ ∞ ∞