Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Bagaimana Jika Aku Tidak Menikah?
0
Suka
72
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Ada masa ketika aku yakin, suatu hari nanti, aku akan menikah. Membangun rumah, menghias taman kecil, dan merenda ruang tamu yang riang. Dulu, semua itu terdengar seperti kepastian. Namun, sekarang, semua berubah menjadi pertanyaan.

Aku—tiga puluh enam tahun. Seseorang yang di banyak pasang mata: orang tua, sanak keluarga, dan teman, sudah terlalu lama mengenyam kesendirian.

Bukan aku tidak mencari seorang pendamping. Bukan pula menunggu jodoh datang sendiri, bagai hembusan angin yang tak memerlukan perkenalan. Aku hanya lelah dan takut.

“Ayah dan Ibu cuma ingin kamu bahagia,” kata Ibu malam itu. Suaranya terdengar berat. Ada tuntutan dan pengertian yang saling bertaut. “Kami nggak maksa. Tapi sampai kapan kamu mau begini terus?”

Aku duduk di ruang tamu, menatap lantai dengan khidmat. Ingatan kembali ke masa remaja saat mereka menginterogasiku ketika aku pulang larut malam.

“Bu…. Aku bukannya nggak mau,” ucapku pelan sembari menahan haru yang menyesak ke dada. “A…. aku cuma takut.”

Ayah meletakkan cangkir teh ke meja. “Takut kenapa? Kamu sudah mapan, kerja stabil, umur juga cukup. Sama si ini nggak mau. Sama si itu kurang cocok. Nggak ada orang yang sempurna dalam hidup, makanya perlu ada orang lain yang membantu menyempurnakannya.”

Aku ingin menjawab, tetapi kata-kata itu menolak keluar. Aku paham, mereka telah banyak menanggung malu karena perjodohan yang tidak pernah kusetujui.

Hah!

Bagaimana aku bisa menjelaskan rasa cemas yang bersemayam di dada? Rasa tidak cukup. Rasa bahwa aku mungkin tidak akan pernah menjadi suami yang baik. Bahwa aku tak tahu bagaimana caranya menjadi tempat pulang bagi orang lain—karena aku sendiri kerap tersesat dalam diriku sendiri.

Aku sudah beberapa kali menjalin hubungan dengan perempuan. Kutata diri dari setiap kegagalan sebelumnya. Nyatanya, aku selalu terhempas sebagai pilihan hidup mereka.

Ibu menatapku lama. “Atau… kamu tidak….?”

Aku menggeleng cepat. “Bukan itu. Aku hanya berpikir: bagaimana kalau suatu hari perempuan yang menjadi istriku sadar—bahwa aku ini biasa saja? Aku nggak bisa membuat dia bahagia seperti laki-laki lain yang lebih sabar, lebih dewasa, lebih….”

“Berhenti!” ucap Ayah, nadanya tegas. “Berhenti membandingkan dirimu dengan orang yang bahkan tidak ada.”

Hening memayungi seketika. Aku tertunduk. Bingung dan limbung.

****

Beberapa hari setelah percakapan itu, aku menekuri diriku dalam-dalam.

Apakah aku akan mati dalam kesendirian? Apakah tubuhku baru ditemukan setelah tetangga mencium bau busuk? Apakah hidupku akan selalu dianggap ‘kurang lengkap’? Apakah cinta harus diwujudkan dalam bentuk rumah tangga? Apakah semua orang harus berjalan di jalan yang sama?

Terkadang, aku merasa bersalah. Bukan karena tidak menikah, melainkan karena membuat orang tuaku kecewa. Aku ibarat menanam luka di hati mereka.

Hatiku pernah hampir utuh, lalu perlahan mengelupas—sebelum retak tak bisa dibentuk lagi. Retak yang tumbuh dari serpihan-serpihan masa lalu yang mengendap. Masa lalu yang membuatku selalu merasa gagal.

Luka itu terus menganga. Upaya penyembuhan terus kulakukan. Hanya saja, ia sudah terlalu lekat dalam badan, menggerogoti setiap tekad yang akan bertunas.

Hari ini, aku duduk di bangku taman, memandangi sepasang kakek-nenek yang saling menggenggam tangan. Tiba-tiba aku ingin menangis.

Tidak. Aku tidak sedang iri kepada mereka. Ada sisi dari cinta yang masih kurindukan.

Mungkin, tidak semua orang ditakdirkan untuk menikah—dan itu tidak apa-apa. Aku bisa mencintai diriku sendiri. Aku juga bisa mencintai orang lain, meski tanpa ada ikatan yang melingkar di jariku.

Dan mungkin, itu cukup. Sebab cinta tak perlu janji yang keras, cukup hadir dan menetap.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
BERTUALANG DI PESANTREN
Nun Urnoto
Novel
Ruang Kosong di Meja Nomor 9
Penulis N
Komik
Bronze
Teman Lama, Meja Bermuka Masam
Mujiyono Sutarno
Skrip Film
Surat dari Laut
Cahaya Muslim Prima Syam
Flash
Bagaimana Jika Aku Tidak Menikah?
Jasma Ryadi
Cerpen
SOMETHING IN MANCHESTER
SIXTEARS
Novel
Sebelum Bunga Matahari Terlelap
Nabhan Imanul Haq
Komik
Bronze
Sandi Nusantara
Mr. Q
Skrip Film
BIMA DAN ARYA - Script
nonakwon
Flash
Bronze
Pine princces
Okhie vellino erianto
Novel
Stasiun Baru
Topan We
Cerpen
Bronze
Sehelai Benang Emas
Tino Perdiyansya
Novel
My Amazing Brother
Yaz
Flash
Bronze
Warisan
silvi budiyanti
Cerpen
DIA YANG TIDAK PERNAH TERSENYUM
Meliana
Rekomendasi
Flash
Bagaimana Jika Aku Tidak Menikah?
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Giant's Heart
Jasma Ryadi
Cerpen
Mereka yang Masih di Dalam
Jasma Ryadi
Flash
Gema yang Redup
Jasma Ryadi
Flash
Sisa Siang
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Dapur dan Labelnya
Jasma Ryadi
Flash
Sandekala
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Firasat Mimpi
Jasma Ryadi
Novel
Mereka di Sini
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Penelitian di Dimensi Lain
Jasma Ryadi
Flash
Sosok yang Lain
Jasma Ryadi
Flash
Rumah Tanpa Isinya
Jasma Ryadi
Flash
Maaf, Aku Lelah
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Bingkai Tak Berujung
Jasma Ryadi
Cerpen
Anita dan Penghuni Lain
Jasma Ryadi