Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Kamu selalu percaya dengan keadaan cuaca yang selalu berusaha menggambarkan harapan dan juga isi hati seseorang. Kadang gelap dan terang, namun ternyata itu semua tergantung pada kita sendiri. Apa arti gelap dan terang untuk kita. Entah gelap atau terang. Entah sedih atau senang. Seperti terjadinya bencana alam, kamu selalu percaya bahwa Tuhan sedang marah pada kita semua.
Bersyukurlah.
Kamu pernah berkendara dengan mobil di jalan yang sama setiap harinya kamu lewati. Tanpa sadar, di sebuah tikungan kamu punya perasaan kalau saat ini kamu harus menekan klakson yang keras. Padahal biasanya, kamu paling tidak suka untuk menekan klakson dengan keras. Bukan karena kamu bisa mengontrol emosi dengan baik, tapi hal itu sudah terpatri agar kamu tidak berperilaku persis seperti ibumu. Jadi, siang itu tanpa ragu kamu tekan klaksonnya dengan keras. Sebuah truk besar melintas saat itu melaju kencang namun pada akhirnya dia menurunkan kecepatannya.
Bersyukurlah
Kamu lupa rasa yang kamu alami saat itu karena sudah lama sekali hal itu terjadi. Kamu lupa rasanya entah itu buatmu senang atau sedih. Tapi kamu juga lupa kalau rasa itu tak hanya soal senang dan sedih saja. Cemas? Curiga? Takut? Apa lagi? Kamu jadi berpikir lagi apa definisi-definisi rasa itu. Tapi sekarang pertanyaannya, apakah kamu bisa tidak perlu mendefinisikan semua rasa itu? Nikmati saja semuanya yang sedang kamu rasakan. Kamu mungkin lupa, ada yang namanya tangisan karena kamu bahagia. Kamu mungkin juga lupa, kamu pernah tertawa di atas penderitaan orang lain. Kamu mungkin lupa kalau kamu pernah bingung saat orang lain marah padamu, dan juga sebaliknya. Jadi, untuk apa kamu mendefinisikan itu semua? Aku beberapa kali juga tau rasanya bagaimana dipukul dan juga diteriaki agar cepat segera musnah dari dunia ini. Sudah jelas aku bukan orang yang baik hati, tapi mungkin itu kenapa hingga saat ini aku masih hidup.
Bersyukurlah.
Katamu, kesulitan di dunia ini hanya perspektif belaka. Begitu juga kebahagiaan. Ternyata, kita semua larut dengan perspektif. Nyatanya, kita semua larut dengan definisi. Kita selalu mencari perbedaan. Kita semua haus eksistensi. Kita semua takut sendirian. Padahal, pada akhirnya kita semua akan mati sendirian. Katamu, manusia bicara menciptakan caranya sendiri. Tapi hal ini justru buat semua orang tak mengerti termasuk dirimu. Walaupun katanya, dirimu hanya ingin didengar bukan ingin dimengerti. Kamu khawatir, kalau kamu mencapai sesuatu orang akan ingat bukan karena dirimu tapi dengan sesuatu yang kau capai. Padahal semua itu tidak penting, nyatanya aku hanya butuh kehadiranmu.
Bersyukurlah.
Kamu pernah menangis karena tidak diterima di salah satu perguruan tinggi impian semua anak muda. Kamu pernah menangis karena tidak dibolehkan Ibumu jalan-jalan keluar kota. Sebuah keinginan yang kamu pikir saat ini cukup dangkal hingga bisa membuatmu menitikkan air mata dan bersedih. Tapi ternyata, kamu malah merasa rindu. Kamu rindu punya keinginan kecil itu. Kamu rindu menangisi hal yang menurutmu dangkal. Hari ini, kamu berharap tak ingin menangisi sesuatu yang tak ada.
Bersyukurlah.
Kamu pernah bilang cita-citamu juga ingin menjadi orang yang egois. Aku pernah berikan satu malam untukmu menjadi seseorang yang egois tapi nyatanya tidak cukup. Lagi-lagi, kamu ingin selalu diingat, kamu selalu ingin dijadikan nomor satu. Tapi kamu tidak bisa mencapainya itu sendirian. Kamu selalu coba untuk meminta bantuan orang lain. Aku ingin bantu tapi aku juga baru sadar kalau aku juga punya cita-cita yang sama denganmu.
Bersyukurlah.
Katamu makanan rumah sakit itu enak. Hari itu di mana jadi hari pertama dan terakhir kalinya kamu jatuh sakit dan kamu tidak perlu memikirkan hal lain selain dirimu sendiri. Kamu senang ada orang yang merawatmu saat itu. Aku ingat betul itu hari di mana beberapa minggu sebelum kamu menikah. Di saat yang sama orangtuamu juga memutuskan untuk bercerai. Awalnya, kamu merasa itu sebuah ironi kehidupan tapi ternyata memang seperti itu konsep hidup di dunia ini. Ada yang memutuskan untuk mengikat hubungan selamanya, namun ada yang memutuskan untuk mengakhiri hubungan selamanya. Kalau kamu mau mendapatkan sesuatu harus rela mengorbankan sesuatu.
Bersyukurlah.
Katanya, kamu ingin hidupmu berakhir dengan hormat karena keluarga dan juga orang lain yang mengenalmu itu masih hidup. Kamu mau ditangisi, kamu mau ada yang yang menitikkan air mata di kuburanmu saat kamu sudah meninggal. Kamu mau dikenang kebaikannya saat kamu sudah tidak bisa bernapas lagi. Kamu ingin ada orang yang menyesali perbuatannya, ketika kamu mengeluh dan marah padanya tapi mereka tidak melakukan apa-apa. Kamu ingin mereka menyesal dan menyelami kesedihan kenapa mereka diam saja hingga saat ini. Kamu mau ada yang merindukanmu saat kamu sudah tidak ada lagi di dunia ini. Kamu mau ada seseorang yang akan menceritakan semua perilakumu dari yang baik hingga dan buruk. Kamu mau ada yang bercerita soal kebiasaan merokok mu, kedipan matanya yang seringkali berulang, kakinya yang bergoyang-goyang setiap kali kamu gugup bicara empat mata padaku. Kamu mau ada yang bercerita soal kecemasanmu yang seringkali kambuh kalau kita sedang berada di keramaian. Aku masih ingat itu semua, nanti aku tak akan lupa dan aku akan menertawakan itu semua.
Bersyukurlah.
Aku janji akan menyusulmu di waktu yang tepat. Karena kamu selalu percaya, ada kehidupan lagi setelah ini. Walau percaya atau tidak itu tidak penting. Aku hanya berharap di kehidupan setelah ini yang kamu percayai itu kita masih bisa bertemu lagi. Katanya, kamu selalu ingat cara berdoa. Kamu masih ingat cara mengucap nama Tuhan dengan benar. Kamu masih ingat cara bersujud. Kamu masih ingat ketika kamu tersesat, yang kamu lakukan hanya bisa berserah diri kepada-Nya. Nyatanya, semua itu tak bertahan lama. Walaupun kita semua belajar tentang Tuhan melalui manusia. Kamu semua selalu percaya, satu hari akan ada yang mengiringi dan menyelamatkan kita semua.
Bersyukurlah.