Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Lintang
0
Suka
3,289
Dibaca

"Inilah yang bikin kita nggak maju kayak orang-orang. Pikiran kamu nggak mau berkembang. Asal tidak kekurangan makan aja, kamu bilang udah cukup. Emangnya hidup cuma makan doang? Emang kebutuhan cuma pangan doang? Aku juga butuh sandang, papan, dan yang lainnya yang lebih mapan agar bisa senang dan dipandang. Kamu pikir semua keruwetanku setiap hari bisa terselesaikan dengan makan, gitu?" tuturnya, nyaris tanpa jeda.

"Aku paham. Tapi maksud aku tuh..."

"Sudahlah, Mas! Aku capek ribut mulu sama kamu. Harusnya kamu mengerti tanpa harus memantik emosiku terus menerus," tandasnya, penuh getir.

Inilah perbincangan yang sama setiap malam, dengan penyelesaian yang sama pula. Penyelesaian tanpa adanya kesempatan untuk memberikan penjelasan: bertukar kata demi kata dengan hati yang lapang.

Dalam diriku seolah hanya ada salah dan kurang. Keringat yang kukuras setiap hari tak pernah cukup untuk memikul hasratnya. Pergi pagi dan pulang malam bagai tidak mengandung nilai pengorbanan secuil pun. Lantas, aku harus bagaimana lagi menukar tenaga dan pikiran dengan uang?

Terkadang, perpisahan bertahta di kepala—merajai pikiran ketika dia "menceramahaiku" secara ugal-ugalan. Namun, aku masih enggan untuk menyerah, meski adakalanya benar-benar dirasuki jengah.

Aku tundukkan pandangan sejenak, meredam nyala di tubuh. Dia justru berlalu memasuki kamar, kemudian menutup pintu dengan sekuat tenaga. Bunyi yang dihasilkan cukup tajam hingga begitu menyesak ke dalam dadaku.

Hah!

Dulu, rumah ini hangat. Setiap aku pulang kerja, dia menyambutku dengan tawaran minum. Dia juga mengusap keringat di dahiku. Kini, salam yang kuucapkan pun harus kusahuti sendiri.

Sungguh. Tak ada niat membuatnya merasa sengsara. Sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga, aku paham posisi dan tanggung jawabku. Hanya saja, salahkah jika aku memintanya sabar—mengharap semangatnya tetap setia pada keadaan? Bukankah itu ikrar cinta bersama yang ditambatkan di bawah para saksi? Aku cuma ingin dianggap hadir, bukan sekadar ada tanpa makna.

Tidak.

Dia tidak salah. Dia berhak atas apa yang dia katakan. Sebab, aku yang mengajaknya mengarungi kehidupan ini.

 Maaf.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Renjana
Mardhatillah
Novel
Kepang Dua
Hary Silvia
Flash
Aku Tahu Detik Kita Mati
Fenny C Damayanti
Flash
Bronze
Ruang Kedua
Hesti Ary Windiastuti
Flash
Lintang
Jasma Ryadi
Novel
Bronze
LINA PRAMESWARI
Raden Dwi Rendra
Novel
Bronze
MARNI
Shafura
Skrip Film
Growth: Story of the Inner Child
Azkiatunnisa Rahma Fajriyati
Flash
WULAN
kound
Novel
Aku Tidak Sedang Menulis Cerita Ini Saat Ia Tertembak Kepalanya
Restu Ashari Putra
Flash
Bronze
Sesaat Aku Bertahan Untuk Pergi
alyaandita
Flash
Tanpamu Duniaku Abu-Abu
winda aprillia
Flash
The City Of Gold
Wanudara Haruta
Flash
Bronze
Ada Apa dengan Hari Akhir?
Silvarani
Novel
Pelakor Of The Year
Zepinrafa
Rekomendasi
Flash
Lintang
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Orang yang Sama
Jasma Ryadi
Flash
Gerimis yang Percuma
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Setan-Setan dalam Rumah
Jasma Ryadi
Flash
Sisa Rindu
Jasma Ryadi
Flash
Tuhan, Jadikan Hariku Senin Selalu
Jasma Ryadi
Flash
Aroma Pukul Tiga Pagi
Jasma Ryadi
Flash
Jangan Menimpali!
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Ketika Kata-Kata Kembali
Jasma Ryadi
Flash
Di Tepi Jurang
Jasma Ryadi
Flash
Bagaimana Jika Aku Menjadi Umbi-Umbian?
Jasma Ryadi
Flash
Tuhan, Engkau di Langit yang Mana?
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Gamophobia
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Laut yang Tak Menjawab
Jasma Ryadi
Flash
Rumah Tanpa Isinya
Jasma Ryadi