Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Lintang
0
Suka
11
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

"Inilah yang bikin kita nggak maju kayak orang-orang. Pikiran kamu nggak mau berkembang. Asal tidak kekurangan makan aja, kamu bilang udah cukup. Emangnya hidup cuma makan doang? Emang kebutuhan cuma pangan doang? Aku juga butuh sandang, papan, dan yang lainnya yang lebih mapan agar bisa senang dan dipandang. Kamu pikir semua keruwetanku setiap hari bisa terselesaikan dengan makan, gitu?" tuturnya, nyaris tanpa jeda.

"Aku paham. Tapi maksud aku tuh..."

"Sudahlah, Mas! Aku capek ribut mulu sama kamu. Harusnya kamu mengerti tanpa harus memantik emosiku terus menerus," tandasnya, penuh getir.

Inilah perbincangan yang sama setiap malam, dengan penyelesaian yang sama pula. Penyelesaian tanpa adanya kesempatan untuk memberikan penjelasan: bertukar kata demi kata dengan hati yang lapang.

Dalam diriku seolah hanya ada salah dan kurang. Keringat yang kukuras setiap hari tak pernah cukup untuk memikul hasratnya. Pergi pagi dan pulang malam bagai tidak mengandung nilai pengorbanan secuil pun. Lantas, aku harus bagaimana lagi menukar tenaga dan pikiran dengan uang?

Terkadang, perpisahan bertahta di kepala—merajai pikiran ketika dia "menceramahaiku" secara ugal-ugalan. Namun, aku masih enggan untuk menyerah, meski adakalanya benar-benar dirasuki jengah.

Aku tundukkan pandangan sejenak, meredam nyala di tubuh. Dia justru berlalu memasuki kamar, kemudian menutup pintu dengan sekuat tenaga. Bunyi yang dihasilkan cukup tajam hingga begitu menyesak ke dalam dadaku.

Hah!

Dulu, rumah ini hangat. Setiap aku pulang kerja, dia menyambutku dengan tawaran minum. Dia juga mengusap keringat di dahiku. Kini, salam yang kuucapkan pun harus kusahuti sendiri.

Sungguh. Tak ada niat membuatnya merasa sengsara. Sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga, aku paham posisi dan tanggung jawabku. Hanya saja, salahkah jika aku memintanya sabar—mengharap semangatnya tetap setia pada keadaan? Bukankah itu ikrar cinta bersama yang ditambatkan di bawah para saksi? Aku cuma ingin dianggap hadir, bukan sekadar ada tanpa makna.

Tidak.

Dia tidak salah. Dia berhak atas apa yang dia katakan. Sebab, aku yang mengajaknya mengarungi kehidupan ini.

 Maaf.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Skrip Film
Senyuman untuk Dunia
Anna Maria Kresna Handayani
Skrip Film
Home Run
Mufida saediman
Flash
Bronze
N E E L A M
Anjrah Lelono Broto
Flash
Lintang
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Praecognitif Somnium
awod
Novel
Kita (Tidak) Baik-Baik Saja
Fey Mega
Novel
Arjuna
leonheart
Skrip Film
METANOIA
H A N I
Skrip Film
ARUNIKA HOSPICE
Ratna Arifian
Novel
Darah Tak Lagi Merah
Awit Radiani
Novel
Bronze
TAK TERGANTIKAN
Aquariusang
Novel
Sailing with the waves
muhamad Rifki
Flash
KOTO - Calling of Heaven
Donquixote
Cerpen
Wanita Si Pahit Lidah
Erlani Puspita
Cerpen
Di Penghujung Jalan
oktaviani difa
Rekomendasi
Flash
Lintang
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Mana Paket Saya?
Jasma Ryadi
Flash
Gema yang Redup
Jasma Ryadi
Flash
Sisa Siang
Jasma Ryadi
Flash
Jejak
Jasma Ryadi
Flash
Maaf, Aku Lelah
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Mereka yang Masih di Dalam
Jasma Ryadi
Flash
Rumah Tanpa Isinya
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Anita dan Penghuni Lain
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Giant's Heart
Jasma Ryadi
Flash
Mengapa Harus Ada Cinta dalam Pernikahan
Jasma Ryadi
Flash
Sosok yang Lain
Jasma Ryadi
Flash
Sandekala
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Dapur dan Labelnya
Jasma Ryadi
Novel
Mereka di Sini
Jasma Ryadi