Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Lintang
0
Suka
4,329
Dibaca

"Inilah yang bikin kita nggak maju kayak orang-orang. Pikiran kamu nggak mau berkembang. Asal tidak kekurangan makan aja, kamu bilang udah cukup. Emangnya hidup cuma makan doang? Emang kebutuhan cuma pangan doang? Aku juga butuh sandang, papan, dan yang lainnya yang lebih mapan agar bisa senang dan dipandang. Kamu pikir semua keruwetanku setiap hari bisa terselesaikan dengan makan, gitu?" tuturnya, nyaris tanpa jeda.

"Aku paham. Tapi maksud aku tuh..."

"Sudahlah, Mas! Aku capek ribut mulu sama kamu. Harusnya kamu mengerti tanpa harus memantik emosiku terus menerus," tandasnya, penuh getir.

Inilah perbincangan yang sama setiap malam, dengan penyelesaian yang sama pula. Penyelesaian tanpa adanya kesempatan untuk memberikan penjelasan: bertukar kata demi kata dengan hati yang lapang.

Dalam diriku seolah hanya ada salah dan kurang. Keringat yang kukuras setiap hari tak pernah cukup untuk memikul hasratnya. Pergi pagi dan pulang malam bagai tidak mengandung nilai pengorbanan secuil pun. Lantas, aku harus bagaimana lagi menukar tenaga dan pikiran dengan uang?

Terkadang, perpisahan bertahta di kepala—merajai pikiran ketika dia "menceramahaiku" secara ugal-ugalan. Namun, aku masih enggan untuk menyerah, meski adakalanya benar-benar dirasuki jengah.

Aku tundukkan pandangan sejenak, meredam nyala di tubuh. Dia justru berlalu memasuki kamar, kemudian menutup pintu dengan sekuat tenaga. Bunyi yang dihasilkan cukup tajam hingga begitu menyesak ke dalam dadaku.

Hah!

Dulu, rumah ini hangat. Setiap aku pulang kerja, dia menyambutku dengan tawaran minum. Dia juga mengusap keringat di dahiku. Kini, salam yang kuucapkan pun harus kusahuti sendiri.

Sungguh. Tak ada niat membuatnya merasa sengsara. Sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga, aku paham posisi dan tanggung jawabku. Hanya saja, salahkah jika aku memintanya sabar—mengharap semangatnya tetap setia pada keadaan? Bukankah itu ikrar cinta bersama yang ditambatkan di bawah para saksi? Aku cuma ingin dianggap hadir, bukan sekadar ada tanpa makna.

Tidak.

Dia tidak salah. Dia berhak atas apa yang dia katakan. Sebab, aku yang mengajaknya mengarungi kehidupan ini.

 Maaf.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
PELANGI TANPA WARNA
Mahfrizha Kifani
Novel
Bronze
Cerita Hidup Irawan Bersaudara
Jenny C Blom
Novel
SEJUTA KISAH
BulanBintang
Novel
Aero school
Rain dandelion
Novel
Bronze
Kukembalikan ibu kepada anak kesayangannya
kristiana
Flash
Big Match!!!
Luca Scofish
Flash
Lintang
Jasma Ryadi
Novel
Bronze
Mellifluos - The Melody of Heart
Nia Dwi Noviyanti
Novel
Bronze
Senja Tanpa Jingga
tommy
Novel
Bronze
Jejak Perempuan yang Pergi pada Suatu Masa
Alfian N. Budiarto
Novel
KPR (Kapan Pindah Rumah?)
Annisa Diandari Putri
Novel
Bronze
THE WAY HOME
Mochamad Rozikin
Skrip Film
Anoksia
Alfian N. Budiarto
Flash
Cahaya Dibalik Senja
Ika nurpitasari
Novel
Gold
Little Did We Know
Falcon Publishing
Rekomendasi
Flash
Lintang
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Setan-Setan dalam Rumah
Jasma Ryadi
Flash
Gerimis yang Percuma
Jasma Ryadi
Flash
Aku dan Sebatang Rokok di Tangannya
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Laut yang Tak Menjawab
Jasma Ryadi
Flash
Bu, Mengapa Orang-Orang Mati?
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Ketika Kata-Kata Kembali
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Ayah, Ke Mana Orang-Orang Setelah Mati?
Jasma Ryadi
Flash
Senja yang Dilepas
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Unfinished Business
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Andai Ayah Tak Begitu
Jasma Ryadi
Flash
Museum Kenangan
Jasma Ryadi
Flash
Jangan Menimpali!
Jasma Ryadi
Flash
Mengapa Harus Ada Cinta dalam Pernikahan
Jasma Ryadi
Flash
Maaf, Aku Lelah
Jasma Ryadi