Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Lintang
0
Suka
1,320
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

"Inilah yang bikin kita nggak maju kayak orang-orang. Pikiran kamu nggak mau berkembang. Asal tidak kekurangan makan aja, kamu bilang udah cukup. Emangnya hidup cuma makan doang? Emang kebutuhan cuma pangan doang? Aku juga butuh sandang, papan, dan yang lainnya yang lebih mapan agar bisa senang dan dipandang. Kamu pikir semua keruwetanku setiap hari bisa terselesaikan dengan makan, gitu?" tuturnya, nyaris tanpa jeda.

"Aku paham. Tapi maksud aku tuh..."

"Sudahlah, Mas! Aku capek ribut mulu sama kamu. Harusnya kamu mengerti tanpa harus memantik emosiku terus menerus," tandasnya, penuh getir.

Inilah perbincangan yang sama setiap malam, dengan penyelesaian yang sama pula. Penyelesaian tanpa adanya kesempatan untuk memberikan penjelasan: bertukar kata demi kata dengan hati yang lapang.

Dalam diriku seolah hanya ada salah dan kurang. Keringat yang kukuras setiap hari tak pernah cukup untuk memikul hasratnya. Pergi pagi dan pulang malam bagai tidak mengandung nilai pengorbanan secuil pun. Lantas, aku harus bagaimana lagi menukar tenaga dan pikiran dengan uang?

Terkadang, perpisahan bertahta di kepala—merajai pikiran ketika dia "menceramahaiku" secara ugal-ugalan. Namun, aku masih enggan untuk menyerah, meski adakalanya benar-benar dirasuki jengah.

Aku tundukkan pandangan sejenak, meredam nyala di tubuh. Dia justru berlalu memasuki kamar, kemudian menutup pintu dengan sekuat tenaga. Bunyi yang dihasilkan cukup tajam hingga begitu menyesak ke dalam dadaku.

Hah!

Dulu, rumah ini hangat. Setiap aku pulang kerja, dia menyambutku dengan tawaran minum. Dia juga mengusap keringat di dahiku. Kini, salam yang kuucapkan pun harus kusahuti sendiri.

Sungguh. Tak ada niat membuatnya merasa sengsara. Sebagai suami, sebagai kepala rumah tangga, aku paham posisi dan tanggung jawabku. Hanya saja, salahkah jika aku memintanya sabar—mengharap semangatnya tetap setia pada keadaan? Bukankah itu ikrar cinta bersama yang ditambatkan di bawah para saksi? Aku cuma ingin dianggap hadir, bukan sekadar ada tanpa makna.

Tidak.

Dia tidak salah. Dia berhak atas apa yang dia katakan. Sebab, aku yang mengajaknya mengarungi kehidupan ini.

 Maaf.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
Untill We Meet Again
Nany Parker
Novel
Bronze
Tinggi dari Awan
Yesno S
Skrip Film
Pahit
Rere Valencia
Flash
Lintang
Jasma Ryadi
Novel
Gold
PCPK Dance Dance Dance
Noura Publishing
Flash
Hormat Bendera Grak !!!
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Balada si orang gila
Flaww
Cerpen
Senja Memerahdi Atas Perahu Sopek
Ubaidillah
Skrip Film
TERNAMA NAMA
M Teguh Gumilar
Skrip Film
LAKON
Ida Royani
Skrip Film
ALPHA CHAPTER TWO
Delta
Cerpen
Bronze
Nasib Malang Kawanku Amang
Habel Rajavani
Novel
Bronze
Soledad
Anindya Oli
Cerpen
Bronze
Ratri Menari
Suryawan W.P
Cerpen
Bronze
Pelukan Terakhir
El khiyori
Rekomendasi
Flash
Lintang
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Mereka yang Masih di Dalam
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Prenuptial Agreement: Antara Luka dan Logika
Jasma Ryadi
Flash
Ikan adalah Luka
Jasma Ryadi
Flash
Gema yang Redup
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Bukan Babi Ngepet
Jasma Ryadi
Flash
Aku dan Sebatang Rokok di Tangannya
Jasma Ryadi
Flash
Jejak
Jasma Ryadi
Flash
Bagaimana Jika Aku Tidak Menikah?
Jasma Ryadi
Flash
Sisa Rindu
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Jangan Ambil Uang Itu!
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Dua Kunci
Jasma Ryadi
Flash
Sandekala
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Dapur dan Labelnya
Jasma Ryadi
Flash
Mengapa Harus Ada Cinta dalam Pernikahan
Jasma Ryadi