Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Tiba-tiba saja dia menyandarkan kepalanya di atas bahuku. Aku sangat terkejut dan langsung berputar enam puluh derajat ke arahnya.
Tepat. Mungkin karena gerakannya terlalu cepat, nyaris saja bibir ini menyentuh bibirnya yang merona. Dia pun sepertinya menyadari hal tersebut. Sebuah senyum simpul dia lemparkan, menggoda keimanan.
Apakah itu isyarat? Entah.
Detak jantungku menjadi tak karuan. Keringat dingin mulai membasahi dari kening hingga punggung. Dia, kemudian, memejamkan mata. Bibirnya seakan siaga, bak mengutip judul cerpen Hamsad Rangkuti: "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu?"
Sekarang atau lupakan kesempatan ini.
Mengapa aku begitu bernafsu untuk meninggalkan jejak di bibirnya?
"Malam yang dingin. Malam yang romantis, tetapi hati ini sedang teriris." Dia berbicara layaknya habis menenggak alkohol.
Aku menarik napas dalam-dalam. Lalu, kuusap rambutnya—dan bersiap. Namun, setega inikah aku terhadap seseorang yang tengah patah hati?
Ah!