Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Sepatu untuk Bapak
0
Suka
126
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Tok!

Hakim mengakhiri putusan sidang perceraikanku. Sudah enam bulan perkara ini bergulir, akhirnya mencapai ujungnya. Ya, itu adalah sebuah perceraian. Tapi, Apakah perceraian ini adalah benar-benar puncaknya? Entahlah, aku memilih mengabaikannya. Toh, semua yang akan terjadi sudah digariskan oleh Sang Pencipta.

Bapak berdiri. Ia tersenyum padaku, membentangkan kedua tangannya segera memelukku. Sedang aku membalasnya dengan pelukan yang sama eratnya, sama seperti ia mengantarkanku saat mengikat janji pernikahan, begitu pula kini ia pun masih sama teguhnya saat menjemputku kembali pulang.

"Pilihanmu sudah tepat, Nduk. Dan Bapak bangga sama kamu!" bisiknya di telingaku.

Bulir air mata kami menetes. Aku bukannya menyesal, melainkan kesedihan yang aku tahan rapat akhirnya menyeruak menumpahkan segala isinya.

Aku teringat sore hari ketika Bapak sedang memoles motor Honda CB 100 warna merah peninggalan eyangku. Seorang anak datang dengan tertatih, tanda biru keunguan menodai sekujur tubuhnya yang mungil. Bapak terhuyung-huyung menghampirinya, melemparkan lap microfiber yang masih digenggamnya sampai tak sengaja menumpahkan ember yang baru dipakai separuh isinya. “Anakku tidak baik-baik saja,” batinnya.

Bapak tidak bertanya, dan Aku pun tidak bercerita. Ia membiarkanku didalam kamar selama sepekan, tapi diam-diam ia mengawasiku. Apakah aku masih terjaga? Apakah aku masih menangis diam-diam? Atau hanya sekedar menanyakan hari ini aku ingin makan apa. 

Waktu berlalu begitu saja tapi rasanya kejadian itu masih kemarin. Aku masih didepan layar laptopku. Menuliskan kesedihanku, Bapak lebih suka aku menulis daripada duduk diam meratapi keadaanku. Setidaknya aku masih produktif, bekerja dibalik layar menuliskan artikel daring.

Bapak adalah rumahku, tempatku pulang ketika seluruh dunia sudah tidak menginginkanku. Sepeninggal ibu yang telah berpulang ketika melahirkanku, Bapak tidak menikah lagi. Cintanya telah ia habiskan hanya kepadaku. Walaupun sebenarnya aku tidak keberatan jika Bapak menikah lagi. Entahlah, ia tidak suka kalau aku membahas topik itu, yang aku tahu Bapak lebih suka kalau aku membahas sinetron ikan terbang bersamanya.

Hari ini Bapak terlihat sedang asyik menyemir sepatunya, sepatu boots hitam jaman beliau masih berdinas, dulu. Padahal Bapak sudah tidak memakainya lagi semenjak purna tugas, tapi jangankan sepatu, seragam PDL pun masih tergantung rapi seolah akan dipakainya kembali esok hari. 

“Emangnya kamu nggak pernah liat orang nyemir sepatu?” tanya Bapak kepadaku. Ternyata ia memperhatikan aku yang sedari tadi berdiri didepan pintu.

“Buat apa tho Pak sepatunya disemir terus? Toh nggak Bapak pake juga?” tanyaku heran.

Aku duduk disamping Bapak merapikan sepatu-sepatu yang sudah mengkilat, kali ini Bapak sudah menyediakan beberapa kotak untuk menyimpannya.

“Bapak mau kasih ke anak buah Bapak, dulu” jawabnya mantap.

“Tumben? Kok nggak dari dulu?” Menatap Bapak yang raut mukanya nampak muram, mungkin ada rasa sayang melepas sepatu-sepatu penuh kenangan itu.

“Ada kalanya melepaskan yang kita suka itu lebih baik, daripada mempertahankan tapi tidak jelas ujungnya mau dibawa kemana" Bapak terlihat serius. Aku bertanya-tanya apakah ini masih menyoal tentang sepatu atau sindirian telak Bapak terhadap diriku. Susah memang memiliki anak yang memiliki kepribadian tertutup, walau sesekali Bapak tersirat mengungkapkan pikirannya lewat hal-hal sederhana seperti ini. Sebenarnya aku tahu arahnya, namun terkadang aku lebih memilih mengabaikannya.

Lima bulan berlalu. Pagi ini aku berjalan melintasi pasar maulid gelaran sekali setahun. Pandangannku tertuju pada sebuah sepatu-sepatu yang berjejer disamping lapak penjual cerutu. Sepatu kulit mengkilat warna cokelat mahoni menarik perhatianku. Mirip punya Bapak yang rusak setelah rumah kami direndam banjir tempo lalu. 

Singkat tawar menawar aku mendapatkannya hanya dengan dua ratus ribu untuk sepatu bekas yang masih terlihat jarang dipakai itu. Kini aku melanjutkan perjalanan kembali ke rumah Bapak. Bapak pasti senang kalau tahu aku sudah pandai menawar, tidak cuma asal nerimo.

“Assalamualaikum Bapak. Maaf, Mbak baru bisa dateng,” sapaku. Sudah sebulan aku tidak mengunjungi Bapak, karena saat ini aku mulai sibuk dengan pekerjaan baruku. Seorang ghost writer yang beruntung merambah menjadi penulis skenario film. Pekerjaan baruku yang banyak menyita waktuku, terlebih shooting yang berlokasi di luar kota membuat aku jarang pulang.

“Liat Pak, Mbak bawain sepatu buat Bapak” Aku menunjukan sepatu coklat yang kubeli saat berjalan ke rumah Bapak yang baru. Pusara minimalis dengan rumput tipis yang dihiasi bunga kamboja kering.

 “Mirip punya Bapak yang rusak kena banjir kemarin, yah? Mungkin sepatunya juga cocok kalau dipakai Om Hendri”. Om Hendri adalah mantan anak buah Bapak yang paling rajin berkunjung kerumah setelah Bapak purna tugas. Sesekali mengajak Bapak bermain catur sembari ngopi setelah beliau pulang kerja. Aku penasaran, apakah Om Hendri juga sering mampir kesini? Setidaknya agar Bapak tidak terlalu kesepian. 

Aku berencana memberikan sepatu ini ke Om Hendri sepulang kunjunganku dari sini. Aku ingat bahwa Bapak semula ingin memberikan sepatu coklat miliknya untuk Om Hendri, namun tidak pernah terealisasi. Biarlah aku tepati janji Bapak sebelum pergi, memastikan semua sepatunya memiliki keluarga kembali, serta kembali menemani memulai perjalanan yang baru. 

Hidup memang penuh misteri, sesekali menakutkan untuk dilewati namun seringkali tak sabar untuk diprediksi. Sama seperti hidupku, hidup bapak dan hidup kita semua. Kita tidak pernah tahu esok hari. Siapa mengetahui bahwa setelah kepahitan yang sempat aku alami, masih ada bapak berdiri untuk melindungi, nasibku pun kini telah berganti. Dan siapa pula mengetahui bahwa dia yang biasa menanti, tiba-tiba pergi secepat ini.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
Conflate
Clarecia Nathaniel
Novel
Bronze
Suamiku Impoten
aas asmelia
Skrip Film
SICK LOVE (Script)
Satrio Purnomo
Skrip Film
MERINDU, HUJAN, DESEMBER
BebingahWilujeng
Flash
Bronze
Pertemuan Terakhir
silvi budiyanti
Flash
Mesin Waktu
Muhammad Ilfan Zulfani
Flash
Sepatu untuk Bapak
A. F Rianti
Cerpen
Bronze
Rumput Liar
Mega Rohayana
Cerpen
Sup Ikan Gurame
Cheri Nanas
Cerpen
Bronze
Armaghan Knight and The Fertility Goddess
Lail Arahma
Novel
Bronze
Sepatu untuk Riyani
Vhira andriyani
Cerpen
Bronze
Anak Perempuan Ayah & Ruang Angkasa
Ega Pratama
Novel
Bronze
Down To Earth
Siti Nur Holipah
Novel
PRECIOUS (Setiap Detik Berharga)
Ambar MF
Skrip Film
STORY OF DIFFERENT HOME
Oktaviona Bunga Asmara
Rekomendasi
Flash
Sepatu untuk Bapak
A. F Rianti
Cerpen
Bila Esok Matahari Bersinar Cerah
A. F Rianti
Novel
LAMPA'
A. F Rianti