Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Sebut saja namanya Bu Ainun. Beliau dikenal sebagai wanita baik hati dan sangat dermawan. Setiap ada orang yang bertamu ke rumah, selalu saja beliau membungkuskan jajan atau apa saja untuk tamu itu.
Sayangnya, bila Bu Ainun belanja di pasar, beliau terlalu banyak menawar. Hal ini membuat para penjual malas jika harus berhadapan dengan Bu Ainun. Meski mereka sudah menolak dan lebih memilih harga aslinya, Bu Ainun selalu punya banyak cara untuk membujuk mereka.
Hari itu di pasar tradisional, Bu Ainun pergi berbelanja untuk arisan. Beliau menaiki sepeda motor, memarkirnya, dan berjalan menuju pasar. Seketika, para penjual di sana bersembunyi supaya Bu Ainun mengira mereka tidak ada.
Namun ada satu penjual yang tidak ikut bersembunyi. Beliau adalah Mas Joni. Mas Joni masih muda, baru sekali ini berjualan di pasar tersebut. Kebetulan, Mas Joni berjualan ayam, maka Bu Ainun mendatangi penjual tersebut.
"Mas, baru jualan, ya?" tanya Bu Ainun berbasa-basi.
Mas Joni mengangguk. "Iya, Bu. Salam kenal, saya Joni."
"Saya Bu Ainun," balas wanita itu sambil melirik ke ayam-ayam yang masih berwarna krem. "Ayamnya dua kilo, ya, Mas!" lanjutnya.
Mas Joni mengeluarkan kantong plastik, lalu memasukkan dua kilo ayam ke dalam. Bu Ainun mengambil kantong plastik tersebut dan memasukkannya ke dalam thinwall.
"Berapa harganya?" tanyanya usai menutup thinwall.
"Enam puluh empat ribu, Bu."
"Ah, kemahalan. Dua puluh ribu saja, bagaimana?"
Mas Joni terkejut. Dia tak menyangka pembeli pertamanya akan menawar ayam dua kilonya dengan harga yang murah.
"Maaf, Bu, saya tidak bisa kasih harga segitu. Enam pulub empat ribu tadi saya bilang. Tidak ada tawar-menawar."
"Halah, Mas, cuma ayam segini saja. Mas, kan, punya ayam lagi di rumah."
Mas Joni terdiam sejenak, lalu menjawab, "Kalau lima puluh ribu saya terima."
Bu Ainun pun mengeluarkan uang lima puluh ribu, lalu bergegas meninggalkannya. Mas Joni garuk-garuk kepala sambil memandangi uang tersebut. Dia jadi rugi empat belas ribu.
***
"Orangnya memang suka begitu, Mas. Tawar-menawar. Kadang penawarannya tidak masuk akal," terang salah satu penjual bumbu, sahabat Mas Joni semasa kecil.
"Terus bagaimana? Ada cara buat menghindarinya, tidak?" tanya Mas Joni.
"Tidak ada. Yah, terpaksa kamu ikuti aturan mainnya. Kalau kita menolak atau bahkan mengamuk di hadapannya, bisa-bisa orangnya tidak mau membeli di kita lagi."
Mas Joni mengangguk pelan.
***
Selain Mas Joni, ada juga penjual yang baru datang ke pasar daerah situ. Namanya Mas Deva. Orangnya ramah, lugu, dan murah senyum. Tapi agak keras kepala, selalu mempertahankan pendapatnya sampai orang yang menggugat menyerah dan menyetujui.
Pagi itu, Mas Deva berjualan buah-buahan. Beliau menunggu pembeli datang sambil scroll-scroll Tiktok. Tiba-tiba, datanglah Bu Ainun.
"Mas, baru, ya?" tanya Bu Ainun.
"Iya, Bu. Saya Deva."
"Saya Bu Ainun. Tolong pisang ambonnya satu sisir, Mas."
Dengan cekatan, Mas Deva mengambilkan pisang ambon satu sisir dan membungkusnya menggunakan kantong plastik.
Bu Ainun melihat-lihat buah yang lain. Ditunjuknya buah salak. "Boleh dicicipi dulu, Mas?"
"Maaf, Bu, jualan saya bukan untuk dicicipi. Kalau mau, ya, beli," tanggap Mas Deva.
"Huh, begitu saja pelit. Kalau saya beli di tempat lain, pasti dikasih tester," omel Bu Ainun sambil mengeluarkan dompet. "Berapa harganya?"
"Dua belas ribu, Bu."
"Mahal amat. Sepuluh ribu saja, bagaimana?"
"Maaf, Bu, tidak bisa. Itu sudah harga normal."
"Halah, cuma beda dua ribu saja, lho, Mas. Boleh, ya?"
"Tidak, Bu! Harganya dua belas ribu, tidak lebih tidak kurang. Kalau tidak niat beli, lebih baik ke tempat lain sana!"
Seruan Mas Deva membuat para penjual dan pembeli lain menoleh. Bu Ainun sadar mereka telah menjadi pusat perhatian. Beliau berpikir keras supaya bisa membayar dengan harga sepuluh ribu rupiah.
Seakan-akan ada lampu menyala terang di otak, Bu Ainun mendapatkan ide. Beliau tersenyum kecil ke Mas Deva, yang mulai terheran-heran.
Aduh, Abang, bukan maksudku begitu
Masalah beli bukan berarti tak mau bayar
Jual murah dikit, kan, bisa
Coba kasih testernya saja
Kalau enak saya mau langganan
Pembeli-pembeli di sekeliling langsung cengar-cengir dan tertawa. Mas Deva sendiri terkejut. Beliau tidak menyangka Bu Ainun akan menyindirnya dengan lagu Stecu. Dengan amat terpaksa, Mas Deva mengambil satu pisang ambon, menyelipkannya di tangan Bu Ainun, lantas menyerahkan kantong plastiknya pada wanita itu.
"Sudah, Bu, tidak usah banyak omong! Ambil ini. Mana uang sepuluh ribunya?" bisik Mas Deva agak kesal.
Bu Ainun menerima kantong itu dan tersenyum penuh kemenangan. Diletakkannya uang sepuluh ribu rupiah di tangan si penjual baru.
Mas Deva menatap uangnya dengan perasaan murung. Baru kali ini dia berhasil dikalahkan dalam debat. Kelihatannya aku memang tidak cocok jadi penjual, mending jadi tukang sampah saja, pikirnya, masih dengan hati yang kesal.