Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Sisa Siang
0
Suka
2,067
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Selepas menghadiri acara walimatus safar tetangga, Abah pulang dengan langkah tertekan. Derapnya lesu, bak penuh beban di pundak. Tak ada suara yang mengiringi. Mulutnya bahkan mengunci diri dari setiap sapa yang menghampiri.

Abah kembali ke rumah dengan wajah sendu. Ia lalu duduk di kursi rotan yang mulai reot, menatap lurus ke pohon mangga yang belum juga berbuah.

Kubawakan secangkir teh untuk menemaninya—dan menjadi jembatan percakapan. Tak mudah untuk memulai kata sebab dingin ini sudah bisa kuterka.

“Abah kenapa?” tanyaku, lirih.

Ia hanya menggeleng dan tersenyum. Tipis. Sarat gumpalan di dada. Terbias keinginan yang ingin dipahami tanpa perlu diucapkan.

Ya, aku paham makna dua garis bibir Abah itu. Senyum yang sering muncul tiap kali tetangga berbicara tentang haji, tentang anak-anak mereka yang sukses, tentang keberangkatan dan kepulangan dari Tanah Suci. Senyum yang tidak pernah benar-benar tuntas.

“Abah ingin ke Mekah juga?” Tanpa sadar, aku melafalkannya.

“Memangnya, siapa yang tidak mau?” jawab Abah satir, sambil mengalihkan pandangan. Kedua tangannya menarik ujung sarung. “Tapi itu untuk yang mampu,” tegasnya dengan nada terasa sedikit naik.

Kalimat itu pun menggantung lama di udara, menggema sumbang di dalam kepalaku. Mampu. Aku mengerti maksudnya. Lebih dari itu, aku tahu siapa yang sedang ia bebaskan dari tanggung jawab—aku.

Kujatuhkan wajah menghadap lantai yang retak. Aku bak ditampar balik oleh keputusanku berhenti kerja bulan lalu. Dulu, kupikir bahwa aku memilih jalan yang mulia: tinggal di rumah, merawat Abah yang mulai kesepian, menemaninya bicara, dan menyiapkan hidangan terbaik untuknya.

Sebaliknya, sekarang, di hadapan tatapan kosong Abah ke cakrawala jauh, aku merasa kecil. Keputusan yang kukira akan bermakna, menggantung seperti pakaian lembap di tali jemuran—berat, tak kering, tak juga berguna.

“Kalau kamu tetap kerja, mungkin Abah punya harapan buat daftar haji,” ujarnya, memecah bisu yang menyelimuti beberapa saat. Sebuah pernyataan tanpa menyalahkan, tetapi sesak bagi batin.

Hah! Aku tak sanggup menjawab. Angin berdesir lantang, memintaku tetap tunduk dan diam saja.

Hening menerpa sekali lagi. Waktu seakan beku. Tak ada sayup, tak ada gerak. Hanya bayang-bayang sesuatu yang perlahan menghilang—entah harapan, entah aku sendiri.

Pada detik ini, aku sadar: mencintai seseorang tidak selalu berarti bisa membuatnya bahagia. Terkadang cinta justru datang dengan kekosongan yang sunyi—misalnya, duduk berdua tanpa kata, dengan angan yang tak bisa dijangkau dan keputusan yang mungkin tersasar.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Gold
KKPK Mukena untuk Bunda
Mizan Publishing
Komik
Blue Gardenia
Windia Nata
Skrip Film
The Best
Nida C
Flash
Atlantis Hanya Endapan
Siti Qoimah
Flash
Sisa Siang
Jasma Ryadi
Cerpen
Tentang Sebuah Halo
Haryati SR
Cerpen
Terima kasih, sampai jumpa
Grace Anindya
Cerpen
Bronze
Seorang Lelaki yang Mematahkan Rusuknya Sendiri
Juli Prasetya
Novel
Bronze
KEMBALI PULANG
Nussaiba Zahra
Skrip Film
Pamit
Rolly Roudell
Flash
Bronze
Saikoro Kokoro No Tomo
Silvarani
Skrip Film
Kisah Sang Lara (Script)
Rr. Lintang. M
Cerpen
Bronze
Memories of love
Ika nurpitasari
Novel
Ketika Cinta Menuntun Pulang
Willian Selva
Cerpen
Cerita Si Bungsu
Al Balinda Ulin Dya
Rekomendasi
Flash
Sisa Siang
Jasma Ryadi
Flash
Kamar 304
Jasma Ryadi
Flash
Gema yang Redup
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Bukan Babi Ngepet
Jasma Ryadi
Flash
Mengapa Harus Ada Cinta dalam Pernikahan
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Satu Kali Lagi
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Anita dan Penghuni Lain
Jasma Ryadi
Flash
Rumah Tanpa Isinya
Jasma Ryadi
Flash
Lintang
Jasma Ryadi
Flash
Maaf, Aku Lelah
Jasma Ryadi
Flash
Bagaimana Jika Aku Tidak Menikah?
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Mana Paket Saya?
Jasma Ryadi
Flash
Jejak
Jasma Ryadi
Flash
Sosok yang Lain
Jasma Ryadi
Cerpen
Bronze
Mereka yang Masih di Dalam
Jasma Ryadi