Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Randy berdiri di tengah hamparan sawah yang hijau, angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya. Ia mengenakan kemeja dua warna yang sedikit kusut, dengan tas hitam tergantung di pundaknya. Jam tangan di pergelangan tangannya berdetak pelan, seolah mengingatkannya bahwa waktu terus berjalan, meski ia merasa terjebak dalam kebingungan batin. Di usianya yang baru menginjak 25 tahun, Randy merasa kehilangan arah. Ia baru saja keluar dari pekerjaan kantoran yang membosankan di kota, dan kini ia kembali ke desa tempat ia dibesarkan, berharap menemukan jawaban atas pertanyaan yang terus menghantuinya: “Siapa aku?”
Sawah ini bukan tempat asing bagi Randy. Dulu, saat masih kecil, ia sering bermain di sini bersama seorang gadis bernama Dewi, tetangganya yang selalu ceria. Mereka akan berlari di antara padi, tertawa, dan berjanji untuk selalu bersama. Tapi itu dulu, sebelum Dewi dan keluarganya pindah ke kota lain tanpa jejak. Kenangan itu kini hanya samar, namun tetap hangat di hati Randy.
Hari itu, saat matahari mulai condong ke barat, Randy memutuskan untuk berjalan lebih jauh ke tengah sawah. Ia ingin merasakan ketenangan, mencari kedamaian yang hilang. Tiba-tiba, di kejauhan, ia melihat seseorang berdiri—seorang wanita dengan rambut panjang tergerai, mengenakan gaun sederhana berwarna putih. Jantung Randy berdegup kencang. Ada sesuatu yang familiar dalam cara wanita itu berdiri, memandang ke arah bukit di kejauhan.
“Randy?” suara lembut itu memanggilnya, membuatnya terpaku. Wanita itu berbalik, dan wajahnya kini terlihat jelas. Dewi. Gadis yang selama ini hanya ada dalam ingatan Randy, kini berdiri di depannya, dengan senyum yang sama seperti dulu.
“Dewi? Apa… apa yang kamu lakukan di sini?” Randy tergagap, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Aku kembali,” jawab Dewi singkat, matanya berkaca-kaca. “Aku dengar kamu juga kembali ke desa. Aku… aku ingin bertemu denganmu.”
Mereka duduk di tepi sawah, berbagi cerita tentang tahun-tahun yang telah berlalu. Dewi menceritakan bahwa ia kembali karena merasa kehilangan sesuatu—sesuatu yang hanya bisa ia temukan di desa ini, di tempat mereka dulu berjanji. Randy merasakan hal yang sama. Di tengah percakapan mereka, perasaan lama itu muncul kembali. Tawa mereka menggema, dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Randy merasa utuh. Ia merasa menemukan dirinya lagi—melalui Dewi, melalui kenangan mereka.
Saat senja tiba, Dewi menggenggam tangan Randy. “Randy, aku selalu mencintaimu. Bahkan setelah sekian tahun, aku tidak pernah melupakanmu,” katanya dengan suara bergetar.
Randy tersenyum, hatinya penuh harapan. “Aku juga, Dewi. Aku pikir aku kehilangan arah, tapi ternyata aku hanya kehilanganmu.”
Mereka berjanji untuk tidak pernah berpisah lagi, untuk membangun hidup bersama di desa yang telah menyatukan mereka kembali. Malam itu, di bawah langit penuh bintang, Randy merasa telah menemukan jati dirinya—ia adalah pria yang mencintai Dewi, dan itu cukup baginya.
Saat langit mulai gelap, Randy tersadar dari lamunannya. Ia masih duduk sendirian di tepi sawah, tanpa ada Dewi di sisinya. Gaun putih, senyum manis, dan suara lembut itu hanyalah ilusi yang diciptakan oleh pikirannya yang rindu. Randy menarik napas dalam-dalam, menatap sawah yang kini sepi, lalu bergumam pada dirinya sendiri, “Cukup untuk hari ini.”
Randy sering melamunkan kepulangan Dewi, membayangkan gadis itu kembali dan mereka bersama lagi seperti dulu. Tapi kenyataannya, Dewi tidak pernah pulang. Ia telah pergi bersama keluarganya bertahun-tahun lalu, dan Randy bahkan tidak tahu apakah Dewi masih mengingatnya. Dengan langkah berat, Randy berjalan pulang ke rumahnya, membawa kerinduan yang tak pernah usai, namun juga sebuah tekad baru—ia harus menemukan jati dirinya, meski tanpa Dewi.
-TAMAT