Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Kamu tiba di negeri itu saat matahari tertahan di langit — menggantung tanpa bergerak, seolah waktu hanya sebuah dekorasi.
Orang-orang di sana selalu tersenyum. Setiap pagi, mereka menyiram bunga, menyapu jalan, menari sedikit, lalu kembali masuk ke rumah. Tak ada yang marah. Tak ada yang bertengkar. Tak ada suara keras selain musik lembut yang keluar dari tiang-tiang lampu.
Kamu menyukainya.
Tak ada yang mengajak bicara, tapi mereka semua mengangguk sopan setiap kali kamu lewat. Anak-anak melambaikan tangan. Penjual roti selalu tersenyum, meski roti yang dijual tak pernah berkurang.
Kamu bertanya pada dirimu sendiri: apakah ini surga?
Lalu tibalah ketika jam raksasa di menara tengah berbunyi satu ketukan panjang. Jam 1 siang.
Semua warga berdiri di pinggir jalan, menunggu dengan posisi tegak sempurna. Kereta hitam meluncur pelan. Raja turun. Wajahnya halus seperti lilin. Matanya kaca. Senyumnya tidak pernah berubah.
Ia menghampiri warga satu per satu. Membuka penutup kecil di punggung mereka. Mengganti baterai.
Saat gilirannya hampir tiba, kamu mencoba kabur. Tapi tak bisa. Kaki terkunci. Tubuh kaku.
Kamu berusaha menjerit, tapi hanya senyuman yang keluar dari wajahmu. Lehermu menoleh sendiri, menatap raja. Mulutmu terbuka otomatis, “Salam damai, Paduka.”
Dan saat jubah raja menyentuhmu, kamu tahu yang terjadi berikutnya. Bateraimu dicabut. Diganti baru. Sejenak, kamu merasa kembali segar. Hangat. Penuh cahaya.
Kamu ingin menoleh. Tapi tubuhmu hanya tahu cara berdiri.
Tersenyum.
Menyiram bunga.
Menari sedikit.
Dan besok pagi, kamu akan melambai pada orang asing yang baru datang.