Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Judul: Tamu Tengah Malam
Hujan turun sejak magrib. Udara dingin menyelusup ke celah-celah rumah kayu tua itu. Di dalamnya, seorang perempuan paruh baya bernama Wati duduk berselimut di dekat tungku, sendirian. Ia sedang merajut selimut bayi yang belum sempat diberikan pada cucunya yang meninggal dua minggu lalu.
Pukul sebelas malam, pintu rumah diketuk tiga kali.
Tok. Tok. Tok.
Wati tertegun. Siapa yang datang selarut ini, apalagi di tengah hujan? Dengan hati-hati, ia mendekati pintu.
"Siapa?" tanyanya pelan.
Tak ada jawaban.
Ia membuka pintu perlahan. Di depan sana berdiri seorang anak laki-laki kecil, kuyup, mengenakan jaket biru tua. Wajahnya pucat. Tapi matanya—mata itu…
“Rian?” bisik Wati. Suaranya gemetar.
Anak itu mengangguk pelan, lalu tersenyum. “Nenek, aku kedinginan.”
Wati jatuh berlutut. Air matanya mengalir deras, bercampur bingung dan rindu. Ia menarik anak itu ke dalam, memeluknya erat, membungkusnya dengan selimut yang sedang ia rajut.
“Maafkan Nenek. Nenek nggak sempat lihat kamu terakhir kali.”
Anak itu tak menjawab. Hanya duduk diam di pangkuan Wati.
Ketika pagi datang, para tetangga menemukannya tertidur di depan tungku, tersenyum damai… memeluk selimut bayi yang sudah selesai dirajut.
Tapi tidak ada siapa pun di pangkuannya.