Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Matahari belum sepenuhnya merekah ketika hari-hariku dimulai. Sebagai ibu dari dua anak. Sulung yang berusia delapan tahun dan bungsu yang baru berusia lima tahun. Aku sadar bahwa menjadi ibu adalah komitmen tanpa akhir sekaligus tanggung jawab yang tak mengenal kata selesai.
Dengan suami yang bekerja sebagai radiografer, aku merasa bahagia bisa fokus mengurus rumah dan anak-anak. Pilihan ini bukanlah jalan pintas menuju kemudahan, justru keseharianku adalah maraton tugas yang sering kali luput dari pandangan, namun menguras seluruh jiwa dan raga.
Fajar masih samar ketika alarm berbunyi. Dengan semangat kubangunkan kedua permata hidupku, lalu kusiapkan sarapan penuh cinta untuk suami dan buah hati kami. Tak lupa, kuperiksa seragam kerja suami dan perlengkapan sekolah anak-anak hingga rapi tak ada yang tertinggal, untuk kemudian mengantar anak-anak menuju gerbang ilmu, tempat mereka menimba pengetahuan.
Pulang ke rumah, setumpuk pekerjaan rumah telah menanti bak tsunami yang bergulung. Mencuci pakaian yang menumpuk, menyetrika setiap lipatan pakaian dengan sabar, membersihkan sepatu-sepatu kecil yang penuh cerita, memastikan setiap langkah mereka esok hari terasa ringan dan nyaman. Belum lagi membereskan rumah, menyapu setiap sudutnya, mengepel lantai dan merapikan mainan yang berserakan dan menyiapkan makan siang untuk yang tercinta.
Pun sore hari tak berkurang kegiatanku. Mengantar anak-anak ke tempat les atau pergi mengaji, membekali mereka dengan ilmu dan Budi pekerti, mendampingi mereka mengerjakan PR, menuntun mereka dalam memahami setiap pelajaran, membantu persiapan ujian, menyemangati mereka dalam menggapai cita-cita, menyimak cerita mereka tentang kegiatan di sekolah dan menjadi pendengar setia setiap suka dan duka.
Malam hari, ketika mereka terlelap dalam mimpi, Aku masihlah sibuk mencuci piring, peralatan makan, membersihkan sisa-sisa hari yang telah berlalu, demi memastikan kebutuhan esok hari, memastikan segalanya siap.
Namun di antara debur waktu yang tak pernah berhenti, sesekali ada duri yang menusuk kalbu. Tatapan yang meragukan, bisikan yang merendahkan, seolah setiap tetes keringatku tak berarti apa-apa. Ketika kata-kata mereka menyakiti kukatakan pada diri sendiri, nilai seorang ibu tak diukur dari mata dunia, tapi dari hangatnya pelukan anak-anak di pagi hari dan senyum suami yang pulang dengan tenang.
Aku adalah manajer rumah tangga yang mengatur setiap detail agar segalanya berjalan harmonis, guru pertama anak-anak dalam menanamkan nilai kebaikan dan membimbing di setiap langkah mereka. Sopir pribadi keluarga yang mengantar dan menjemput penuh kasih sayang, koki yang menyajikan hidangan untuk menjaga kesehatan keluarga. Setiap peran yang kujalani adalah bukti bahwa cinta itu multifungsi. Bisa menjadi termometer saat demam, telinga yang sabar mendengar keluh kesah, dan energi tambahan di hari libur ketika anak-anak butuh teman bermain.
Dunia mungkin tak memberi standing ovation untuk pekerjaanku, tapi aku tau nilai sebenarnya dalam mata anak-anak yang tumbuh dengan percaya diri, dalam pelukan suami yang pulang ke rumah penuh kedamaian.
Aku sepenuhnya bangga dengan pilihanku menjadi ibu rumah tangga.