Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Pinggiran Pulau
Aku, Claude, dan penumpang pesawat lainnya, berterbangan di langit, tak tentu arah. Aku pasrah saja akan mendarat di mana, yang penting aku masih bernyawa. Aku melihat ada sebagian penumpang yang mendarat di lautan yang luas dan biru, tapi aku tidak tahu bagaimana kelanjutan hidup mereka.
Aku melewati lautan dan memasuki hutan. Parasutku nyangkut di pepohonan. Ada tombol di dekat ransel untuk melepaskan diri dari parasut dan aku jatuh ke tanah yang lembab.
“Syukurlah, setidaknya aku tidak jatuh di lautan. Bagaimana nasib mereka, ya? Lautan itu pasti dalam.” Aku bicara sendiri, memikirkan lainnya.
Terdengar suara berderak dahan kering yang patah, aku pun langsung sigap berdiri.
“Siapa itu?” tanyaku.
“Ini aku, Claude.”
Aku mendongak, ternyata parasut Claude mendarat di pepohonan, sama denganku.
“Duh, Claude. Syukur kamu selamat,” ucapku.
“Bagaimana ini lepasnya?” tanya Claude yang bergelantungan. Aku memberikan arahan dan akhirnya dia pun lepas dari parasutnya.
Baru juga Claude mendarat di tanah, ketika kami berdua mendengar suara jeritan. Aku tegang dan mencari-cari asal suara. Tiba-tiba muncul sosok hitam besar serupa Godzilla. Aku melihatnya melahap salah satu korban pesawat yang selamat. Aku dan Claude sangat ketakutan. Kami pun pingsan.
***
Pulau Ginger
Aroma segar tanaman dan tanah basah, masuk ke hidung. Kesadaranku datang, aku membuka mata pelan-pelan. Mulanya semua tampak samar, bekabut. Setelah mengerjapkan mata beberapa kali, barulah penglihatanku jelas.
Seorangg nenek-nenek datang menghampiriku dengan senyum menyejukkan.
“Akhirnya, kamu bangun juga,” ucapnya dengan suara serak.
Aku mencoba bangun dan duduk. Nenek itu duduk di hadapanku.
“Makanlah buah ini, agar kamu bisa cepat pulih dan kembali bugar.
Aku menerima buah beri itu. “Terima kasih, Nek. Sudah repot-repot merawatku dan memetik buah beri segar itu untukku. Semoga, Nenek selalu diberi kesehatan,” ucapku tulus.
“Sama-sama, Nak. Aku tidak keberatan merawatmu.”
Aku mengamati buah beri kedua dan baru menyadari ada yang berbeda.
“Nek, kenapa buah-buah beri ini berbeda dari yang biasanya aku tahu. Hmmm…, agak aneh buahnya. Warnanya kok jingga kekuningan. Aromanya juga tidak seperti buah beri yang biasa aku makan. Ini seperti aroma buah sawo,” ucapku keheranan.
“Itu memang buah yang unik. Namanya buah basna. Cobalah. Itu baik untuk kesehatanmu,” ujar si Nenek.
Aku menggigit sedikit buah itu. Rasa kecut terasa mendominasi. Anehnya, aku merasa tubuhku langsung bugar dan segar. Bahkan aku merasa jauh lebih kuat.
“Jadi, apa nama pulau ini, Nek?” tanyaku di sela-sela gigitan keduaku.
“Pulau Ginger atau Pulau Jahe.”
“Kenapa namanya itu, Nek?” tanyaku penasaran.
“Mulanya, pulau ini tak bernama. Dulunya, pulau ini dihuni para bandit Dark Moul. Mereka suka merampas harta dan suka berperang, terutama dengan Viking di samudera.
Namun, suatu hari terjadi peristiwa tak terduga. Ada petir yang menyambar seekor babi. Ajaibnya, babi itu berubah menjadi manusia. Dia kemudian membuat rumah dari batu-batuan dan mulai menanam jahe. Jahe-jahe itu dimasa dan dijadikan kue. Lalu para Dark Moul kembali dengan perut kosong dan manusa babi itu menyuguhkan kue jahe itu pada mereka.
Mulanya mereka tidak mau, tapi manusia babi itu memaksa. Akhirnya mereka makan juga.
Setelah itu, mereka menjadi orang-orang yang baik. Sangking baiknya, Viking pun mengajak damai dan hidup bersama di pulau ini.
Dari langit yang berubah cerah, muncul tangan raksasa yang memberikan biji-biji jahe. Sejak itulah pulau ini dinamai Pulau Jahe atau Pulau Ginger. Kami juga percaaya kalau jahe-jahe dari pulai ini memiliki khasiat yang besar,” jelas Nenek panjang lebar.