Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Kau bilang, aku manis seperti teh tarik hangat.
Diminum pelan, dinikmati dalam senyap,
Disesap di antara obrolan ringan dan tawa yang mengambang di udara kafe estetik—
latar belakang foto untuk story-mu malam itu.
Katamu, aku menenangkan seperti remang lampu kafe,
lembut…
hangat…
cukup untuk bikin nyaman,
tapi tidak pernah benar-benar jadi terang.
Di chat tengah malam,
kau ketik janji pakai titik-titik tiga,
katanya, “Nanti kita ke sana bareng, ya…”
Aku menunggu “kapan”-nya,
tapi yang datang malah “lagi sibuk”-nya.
Di kolom komentar,
kau sematkan emoji hati,
disusul dengan:
“Next time, janji beneran ini mah!”
Tapi semua janjimu seperti minuman boba:
Bungkusnya gemerlap,
sedotannya besar,
ekspektasinya manis…
Begitu dihisap,
yang tumpah ke lidah cuma es batu.
Boba-nya entah nyangkut di mana,
mungkin lagi berembuk dengan alasanmu yang tak kunjung turun ke meja realita.
Kau hadir seperti promosi buy one get hope free,
katanya “spesial buat kamu,”
padahal stoknya terbatas…
dan aku bukan pelanggan prioritas.
Hari ini,
aku temukan lagi sisa manismu di dasar gelas,
dingin, hambar, tanpa sendok pengaduk.
Mengendap bersama tanya yang tak selesai:
Apakah janji itu memang dibuat untuk ditepati,
atau sekadar pengisi ruang hampa di antara dua tegukan kopi?
Dan kau tahu?
Kau tak perlu kembali.
Aku sudah dibungkus plastik,
disegel dengan sedotan miring,
dibuang ke tempat sampah yang tepat:
kenangan.